Liputan6.com, Jakarta- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan fakta tingkat literasi keuangan di Indonesia masih tertinggal. Ini bukan karena kurangnya akses informasi, melainkan karena perilaku masyarakat yang serakah dan mudah tergiur, sehingga rentan terjerumus ke dalam jebakan penipuan.
Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia hanya mencapai 65,43 persen. Artinya, dari 100 orang berusia 15-79 tahun, hanya 65 orang yang memiliki pemahaman keuangan yang baik.
Baca Juga
Ironisnya, meski tingkat inklusi keuangan mencapai 75,02 persen, pemahaman ini sering kali tergerus oleh sifat instan dan keinginan cepat kaya di era digital. Tak heran, literasi keuangan syariah pun masih tertinggal di angka 39,11 persen, dengan inklusi keuangan syariah hanya 12,88 persen.
Advertisement
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen (PEPK) OJK, mengingatkan, Keinginan instan dan serakah masyarakat serta kemudahan akses di era digital menjadi faktor utama yang menghambat peningkatan literasi keuangan.
Untuk mengatasi tantangan ini, OJK menekankan pentingnya kolaborasi. Penguatan literasi keuangan harus diimbangi dengan regulasi yang ketat dan penegakan hukum yang tegas guna memberantas entitas keuangan ilegal.
Masyarakat juga perlu memahami prinsip 2L: Logis (bunga/dividen yang wajar) dan Legal (berizin OJK) sebelum berinvestasi. Jangan lupa untuk selalu melindungi data pribadi dan akses seluler dengan prinsip CAMILAN (Camera, Microphone, dan Location) untuk menghindari penipuan. Mari tingkatkan literasi keuangan di Indonesia dengan bijak dan cermat.
Sisi Regulasi
Dari perspektif regulasi, Undang-Undang P2SK membawa harapan baru dalam upaya memerangi aktivitas keuangan ilegal. Ini dilakukan melalui norma hukum yang jelas, pembentukan Satuan Tugas, serta sanksi pidana yang tegas, yakni hukuman penjara antara 5 hingga 10 tahun dan denda yang berkisar antara Rp1 miliar hingga Rp1 triliun.
Di sisi penegakan hukum, OJK aktif mendorong implementasi mekanisme penegakan melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti), termasuk inisiatif untuk mendirikan Anti Scam Centre.
Selain itu, berbagai program telah diluncurkan untuk meningkatkan inklusi keuangan, seperti program satu rekening satu pelajar (KEJAR) dan upaya mempercepat akses keuangan di daerah melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Program-program ini mencakup Kredit/Pembiayaan Melawan Rentenir (K/PMR), Kredit/Pembiayaan Sektor Prioritas (K/PSP), pengembangan ekosistem keuangan inklusif di perdesaan, perluasan agen laku pandai, dan berbagai inisiatif menarik lainnya.
Advertisement
OJK: Ada 160 Pengaduan Spaylater pada Juli 2024
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga Juli 2024, terdapat 160 pengaduan yang berkaitan dengan layanan Spaylater.
Sebagian besar pengaduan ini berfokus pada perilaku petugas penagihan.
"Antara 1 Januari dan 26 Juli 2024, kami menerima 160 pengaduan mengenai Spaylater melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK). Permasalahan yang paling banyak dilaporkan adalah terkait perilaku petugas penagihan dan isu yang berkaitan dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK)," ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen IJK, Friderica Widyasari Dewi, dalam sebuah konferensi pers di Jakarta pada Kamis, 8 Agustus 2024.
Dalam upaya melindungi konsumen dan masyarakat, OJK telah mengambil langkah-langkah preventif sesuai dengan Pasal 28 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. OJK memiliki wewenang untuk mencegah kerugian yang mungkin dialami oleh konsumen, termasuk memberikan informasi dan edukasi mengenai karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya.
OJK juga aktif dalam melakukan edukasi kepada masyarakat, baik secara offline melalui seminar dan sosialisasi di universitas serta komunitas, maupun secara online melalui platform seperti YouTube, Facebook, dan Instagram (melalui saluran OJK, Sikapi Uangmu, dan Kontak 157).
Selain itu, OJK telah mengeluarkan regulasi terkait proses penagihan yang dapat dilakukan oleh petugas penagihan pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK). Berdasarkan POJK No 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, proses penagihan harus dimulai dengan surat peringatan dan dapat melibatkan pihak lain yang memiliki sumber daya manusia bersertifikasi di bidang penagihan.
PUJK bertanggung jawab atas semua dampak yang ditimbulkan dan harus memastikan bahwa penagihan dilakukan sesuai dengan norma yang berlaku, tanpa menggunakan kekerasan, tidak mengganggu pihak lain, dan tidak dilakukan secara terus-menerus.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence
Advertisement