Sukses

Tips Menghindari Penipuan Online Jelang Natal dan Tahun Baru

Jelang Natal dan Tahun Baru, aktivitas belanja online meningkat tajam. Bersamaan dengan itu, modus penipuan online semakin marak memikat calon korban. Simak tips menghindarinya, agar tidak menjadi korban.

Liputan6.com, Jakarta - Jelang Natal dan Tahun Baru, aktivitas belanja online meningkat tajam. Bersamaan dengan itu, modus penipuan online semakin marak memikat calon korban.

Pakar IT, Abimanyu Wachjoewidajat, memberikan beberapa kiat penting agar masyarakat tidak terjebak dalam penipuan online. Menurut Abimanyu, salah satu modus yang sering digunakan adalah tawaran diskon besar-besaran atau paket menarik yang terdengar tidak masuk akal.

"Semakin besar diskon, masyarakat harus semakin waspada. Bukan berarti setiap diskon adalah penipuan, tapi penting untuk melakukan pengecekan lebih lanjut," ujar Abimanyu saat dihubungi Liputan6.com, Senin (10/12/2024).

Ia menyarankan, agar masyarakat memeriksa alamat situs penawaran tersebut. Caranya dengan menyalin alamat situs, lalu mencarinya di Google untuk melihat apakah ada laporan terkait penipuan. Banyak institusi atau pihak resmi yang memberikan peringatan jika sebuah situs terindikasi sebagai penipuan.

"Melakukan verifikasi itu sangat penting. Setiap penawaran yang terlihat menguntungkan perlu diklarifikasi. Cara termudah adalah berbagi informasi di grup keluarga atau teman untuk meminta pendapat. Tapi, saat berbagi, jangan lupa untuk memberi pengantar, misalnya, ‘Ini kayaknya aneh, bisa jadi penipuan.’ Jangan menyebarkan informasi begitu saja, karena bisa dianggap serius oleh orang lain," tutur dia.

Selain itu, untuk mencegah orang lain mengklik tautan mencurigakan, Abimanyu menyarankan, mengubah alamat URL, seperti menambahkan titik atau garis pada alamat tersebut.

"Dengan begitu, tautan itu tidak aktif dan orang lain tidak bisa langsung mengkliknya," jelasnya.

Terkait pelaporan penipuan online, Abimanyu menyebutkan bahwa masyarakat bisa melaporkannya melalui situs resmi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

"Prosedurnya mungkin masih perlu penyederhanaan agar lebih efektif. Saat ini, pelapor sering diminta memberikan banyak informasi tambahan seperti URL, foto, hingga data pribadi, yang membuat prosesnya terasa memberatkan," ungkapnya.

Ia berharap, Komdigi bisa mengadopsi pendekatan yang lebih ramah masyarakat, sehingga laporan bisa langsung ditindaklanjuti tanpa membebani pelapor.

Tak hanya itu, Abimanyu juga mengingatkan, tentang pentingnya edukasi tentang bahayanya penipuan online kepada keluara, terutama anak-anak dan orang tua.

"Buatlah grup keluarga untuk berbagi informasi tentang modus penipuan. Tapi ingat, setiap anggota keluarga harus sadar bahwa penipuan sering kali terlihat seperti suatu kebaikan," kata Abimanyu.

Ia juga menambahkan bahwa sifat manusia, seperti ketidaksadaran, keserakahan, atau ketidakpedulian, bisa menjadi celah bagi pelaku penipuan. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk lebih kritis dan curiga terhadap tawaran yang terlalu baik untuk menjadi kenyataan.

 

Penulis: Aqmarina Aulia Jami

2 dari 2 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Video Terkini