Liputan6.com, Jakarta - Wacana soal kepala daerah dipilih oleh DPRD bukan barang baru. Pada September 2014, usulan ini sempat disepakati lewat Sidang Paripurna DPR tentang RUU Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada).
Dikutip dari kanal News Liputan6.com, sidang paripurna kala itu diwarnai drama walk out dari Fraksi Partai Demokrat. Secara rinci, pendukung pilkada langsung ketika itu terdiri dari 88 anggota Fraksi PDIP, 20 anggota Fraksi PKB, 10 anggota Fraksi Hanura, dan 6 anggota Fraksi Demokrat.
Advertisement
Baca Juga
Sementara yang memilih pilkada oleh DPRD terdiri atas 22 anggota Fraksi Gerindra, 73 anggota Fraksi Golkar, 44 anggota Fraksi PAN, 55 anggota Fraksi PKS, dan 32 anggota Fraksi PPP.
DPR menerima RUU Pilkada yang artinya pilkada dalam waktu ke depan akan dilaksanakan melalui DPRD atau tidak langsung.
"Rapat Paripurna memutuskan pilihan melalui DPRD," Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso selaku Pimpinan Sidang Paripurna di Gedung DPR, Jumat 26 September 2014 dini hari.
Hasil sidang paripurna itu terdengar sampai ke telinga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), meski saat itu ia tengah melakukan kunjungan kenegaraan ke Amerika Serikat. SBY mengaku, kecewa dengan keputusan DPR.
Padahal, jauh sebelum sidang paripurna, SBY menyatakan dukungannya pada pilkada langsung, meski ada syaratnya. Sebagai kepala negara, SBY mengaku berat.
"Bagi saya, berat untuk menandatangani UU Pilkada oleh DPRD," kata SBY ketika itu.
Alasannya, ada pertentangan fundamental dengan UU yang lain. Misalnya UU tentang Pemda, khususnya pada klausul atau pasal-pasal yang mengatur tentang tugas, fungsi, dan kewenangan DPRD.
Meski telah disepakati DPR dan menjadi Undang-undang, SBY kemudian menerbitkan 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait Undang-Undang Pilkada.
Pertama yakni Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubenur/Bupati/Walikota dan Perppu Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah yang menghapus tugas dan wewenang DPRD memilih kepala daerah.
"Perppu ini sekaligus mencabut UU No 22 tahun 2014 yang mengatakan pemilihan Gubernur/Bupati/Walikota yang mengacu pada pemilihan kepala daerah tak langsung oleh DPRD," kata SBY saat menggelar konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis 2 Oktober 2014 malam.
"2 Perppu itu sebagai bentuk nyata wujud nyata saya bersama rakyat untuk tetap mempertahankan pemilihan kepala daerah secara langsung," sambung SBY.
Â
Prabowo Ingin Kepala Daerah Dipilih DPRD
Wacana soal kepala daerah dipilih oleh DPRD kembali mencuat pada Desember 2024. Presiden Prabowo Subianto ingin adanya perubahan sistem politik, yaitu kepala daerah dipilih oleh DPRD. Menurutnya, dengan sistem ini bisa menghemat uang negara.
Hal ini disampaikan Prabowo Subianto saat pidato dalam HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul Internasional Convention Center (SICC), Jawa Barat, Kamis 12 Desember 2024.
"Ketua Umum Partai Golkar, salah satu partai besar, tadi menyampaikan perlu ada pemikiran memperbaiki sistem parpol. Apalagi ada Mbak Puan, kawan-kawan dari PDIP. Kawan-kawan partai-partai lain mari kita berpikir," kata Prabowo saat pidato.
Prabowo menilai, dengan sistem yang berjalan sekarang anggaran negara terkuras puluhan triliun.
"Apa sistem ini? Berapa puluh triliun habis dalam 1-2 hari, dari negara maupun dari tokoh-tokoh politik masing-masing, ya kan," ujar Prabowo.
Prabowo mencontohkan Malaysia, Singapura, India yang lebih efisien memakai anggaran lantaran hanya memilih anggota DPRD. Sedangkan DPRD itu nantinya memilih calon kepala daerah.
"Sekali milih anggota DPRD, DPRD itulah yang milih gubernur milih bupati. Efisien, enggak keluar duit, efisien, kayak kita kaya," ucapnya.
Prabowo menilai, jika ini diterapkan di Indonesia, maka anggaran negara bisa untuk memberi makan anak-anak, memperbaiki sekolah, hingga irigasi.
Prabowo lantas mengajak para ketua umum partai politik memikirkan hal ini dan segera mengambil keputusan.
"Ini sebetulnya banyak ketua umum ini. Sebetulnya bisa kita putuskan malam ini juga, bagaimana?" ucapnya disambut riuh hadirin.
"Kalau saya, jangan terlalu dengarkan konsultan-konsultan asing. Sekali lagi saya tidak mau mengajak, kita anti orang asing, tidak, tapi belum tentu mereka mikirin kita kok," pungkasnya.
Â
Advertisement
Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD Tuai Pro Kontra
Pernyataan Prabowo yang menginginkan Pilkada oleh DPRD mendapat dukungan dari sejumlah pihak. Namun, tidak sedikit juga yang menolak usulan tersebut.
Ketua DPP PAN Saleh Partaonan Daulay mengapresiasi pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto terkait dengan pemilihan kepala daerah (pilkada) kembali ke DPRD masing-masing dan pemikiran serupa sudah lama dibahas di internal PAN.
"Kalau Presiden yang memulai mengangkat wacana ini, kelihatannya akan lebih mudah untuk ditawarkan kepada seluruh partai politik yang ada," kata Saleh di Jakarta, Jumat, 13 Desember 2024 seperti dilansir Antara.
Menurut dia, PAN secara umum mendukung pemilihan kepala daerah yang lebih simpel dan sederhana, apalagi sudah pernah diterapkan.
Sementara, PDIP tidak mau terburu-buru menyikapi keinginan Presiden Prabowo Subianto agar kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). PDIP menegaskan, akan lebih dulu melakukan kajian mendalam atas wacana tersebut.
"Soal pemilu dipilih DPRD, saya kira kami di PDI Perjuangan tidak akan terburu-buru," ujar Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat malam, 13 Desember 2024.
"Nanti kita periksa apakah memang usulan dari Presiden itu betul-betul bisa dilaksanakan dan mau dilaksanakan atau tidak," imbuhnya.
Deddy menuturkan, pada prinsipnya PDIP menginginkan pemilihan umum digelar secara langsung, di mana kedaulatan diserahkan kepada rakyat.
"Tapi pada prinsipnya kami tetap ingin pemilu langsung dan kedaulatan di tangan rakyat. One man, one vote," ucap Deddy.
Terkait dalih pilkada berbiaya tinggi yang melatarbelakangi wacana kepala daerah dipilih DPRD, menurut Deddy, tidak akan terjadi apabila partai politik memiliki basis dukungan di akar rumput yang kuat.
Anggota Komisi II DPR ini menilai, politik berbiaya tinggi terjadi karena ada pihak-pihak yang serakah mencari kekuasaan.
"Karena yang menaburkan uang itu kan memang dari elite politik sendiri, kan gitu. Partai-partai membangun basis dukungan di bawah pasti tidak perlu uang besar-besar, kan begitu logikanya," kata Deddy.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Haykal mengatakan, alasan biaya politik tinggi sebagai dasar kepala daerah dipilih DPRD, sangatlah tidak tepat.
Menurut dia, perubahan sistem pilkada harus dilandasi dengan kajian dan evaluasi atas pelaksanaan pilkada yang telah dilakukan sejak 2005.
“Biaya tinggi yang diklaim Pak Prabowo terjadi di pilkada menurut kami tidak disebabkan oleh sistem pemilunya, melainkan praktik-praktik politik transaksion seperti mahar politik dan politik uang yang sebenarnya telah dilarang di dalam UU Pilkada yang berlaku," kata Haykal, saat dihubungi, Minggu, 15 Desember 2024.
"Hanya saja, perlu diakui penegakan hukumnya masih belum maksimal dan cenderung tidak menyelesaikan permasalahan," sambungnya.
Oleh karena itu, Haykal menekankan yang perlu diperbaiki yakni sistem pencalonan dan kampanye pada pilkada. Bukan secara tiba-tiba ingin mengubah sistem yang terbuka tersebut menjadi sistem yang tertutup.
Â
Pemerintah dan DPR Kaji Usulan Kepala Daerah Dipilih DPRD
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas mengatakan pemerintah akan mempertimbangkan wacana kepala daerah dipilih DPRD. Dia menyampaikan Pilkada 2024 memang harus dipilih dengan demokratis, namun tak harus dilakukan secara langsung.
"Saya rasa itu wacana yang baik yang perlu kita pertimbangkan. Pertama, pemilihan kepala daerah di undang-undang dasar maupun di undang-undang pemilu itu kan diksinya adalah dipilih secara demokratis. Dipilih secara demokratis itu kan tidak berarti harus semuanya pilkada langsung," kata Supratman di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat, 13 Desember 2024.
Selain itu, kata dia, mekanisme penyelenggaraan Pilkada juga menimbulkan gejolak di masyarakat. Dia mengungkapkan adanya inefisiensi Pilkada dimana uang negara habis, namun hasilnya tidak maksimal.
"Yang kedua, juga menyangkut soal efisiensi dalam penyelenggaraan pilkada. Belum lagi aspek sosial, kemudian kerawanan. Dan saya pikir ini menjadi wacana yang patut dipertimbangkan," ujarnya.
Supratman menuturkan wacana tersebut sudah bergulir dari pemerintahan Presiden ketujuh RI, Joko Widodo atau Jokowi dan dipertimbangkan oleh partai-partai politik. Dia menyampaikan wacana tersebut kembali bergulir karena Pilkada Serentak 2024 baru saja selesai.
Menurut dia, Prabowo juga menyambut baik wacana kepala daerah dipilih oleh DPRD. Supratman menilai wacana tersebut patut dipertimbangkan sebagai upaya memperbaiki demokrasi di Indonesia.
"Sesungguhnya usulan ini sudah lama dibicarakan di tingkat partai politik ya. Dan hari ini saya melihat trennya positif sambutan dari masyarakat. Saya berharap ini akan terus bergulir untuk kita mencari sebuah pola demokrasi memang yang sesuai dengan pendiri bangsa," tuturnya.
Kendati begitu, Supratman menekankan wacana tersebut belum diputuskan. Dia mengatakan pemerintah akan mengkaji wacana tersebut secara mendalam.
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan bahwa pihaknya akan mempertimbangkan usulan agar gubernur dipilih oleh DPRD. Usulan tersebut akan dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun paket undang-undang terkait politik melalui mekanisme omnibus law.
"Bagi komisi II DPR RI hal ini menjadi penting sebagai salah satu bahan untuk kami melakukan revisi terhadap omnibus law politik," kata Rifqi, saat dikonfirmasi, Minggu (15/12/2024).
Dia menjelaskan, omnibus law paket UU politik itu nantinya berisi bab terkait pilkada serta pemilu. Kemudian, bab tentang partai politik dan bab tentang hukum acara sengketa kepemiluan.
Rifqi pun menekankan, usulan kepala daerah dipilih legislatif masih konstitusional. Dengan catatan, memiliki derajat dan legitimasi demokratis dalam pemilihannya.
"Hal yang paling mendasar yang harus menjadi acuan kita bersama adalah terkait ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi kabupaten/kota, dipilih secara demokratis," jelas Rifqi.
Dia memahami bahwa munculnya usulan DPRD memilih kepala daerah karena beberapa faktor. Salah satunya karena menguatnya politik uang.
"Usul agar budaya dan kultur politik kita tidak barbarian termasuk soal money politik menjadi juga salah satu pertimbangan penting kenapa pemilihan itu tidak lagi dilakukan secara langsung," ujar dia.
Rifqi pun menuturkan perlu juga membahas formula aturan terkait wacana tersebut. Khususnya agar korupsi dan politik uang justru tak beralih ke partai serta DPRD.
Advertisement