Sukses

Tanji, Kesenian Karawang yang Hampir Punah

Tanji dan Tanjidor adalah dua jenis kesenian yang serupa tetapi berbeda (Abah Edok dan Reston Wendy, pemerhati Kesenian Karawang

Citizen6, Karawang Kesenian di Karawang khususnya seni musik tidaklah jauh berbeda dengan kesenian yang ada di Betawi mengingat Karawang secara geografis berbatasan langsung dengan Bekasi (Betawi) sehingga banyak kesenian yang serupa walaupun berbeda, seperti tanji dengan tanjidor, topeng banjet sunda dengan topeng betawi.

Kesamaan seni dan budaya ini sangat terasa sekali di daerah bantaran kali Citarum seperti di kecamatan Rengasdengklok, Batujaya, Tirtajaya, Jayakerta dan Pakis Jaya. Tanji merupakan salah satu perangkat karawitan Sunda yang sebagian besar waditranya (instrumen) terdiri atas instrumen musik Barat, seperti Clarinet, Trompet, Trombon, Bass Drum, dan Snare, yang dilengkapi dengan Ketuk, Goong, dan Kecrek. Kesenian serupa berkembang di daerah Karawang, Bekasi dan sekitarnya, yang lazim disebut dengan nama Tanjidor.

Menurut Riston Rewendy, Pemerhati kesenian di Karawang, “Tanji dan Tanjidor adalah dua jenis kesenian yang serupa tetapi berbeda. Perbedaan itu bukan hanya dikarenakan tempat berkembang dan namanya, akan tetapi juga aspek musikalnya. Tanjidor lebih mengarah kepada garap musikal nada-nada diatonis, sehingga lagu-lagu yang dibawakan biasanya lagu-lagu yang menggunakan tangga nada diatonis.

“Sedangkan Tanji lebih mengarah kepada garap musikal nada-nada pentatonis (karawitan Sunda), sehingga lagu-lagu yang dibawakannya adalah lagu-lagu karawitan Sunda, baik dalam laras Salendro, Pelog (Degung), maupun laras Madenda.” ungkapnya.

Dikatakannya,Tanji lahir dan berkembang di Sumedang pada tahun 1965-an, tepatnya di Kampung Sumber, Desa Bojongloa, Kecamatan Buahdua, Provinsi Jawa Barat. Awal keberadaannya dimulai oleh kedatangan seseorang yang bernama Arkilin, yang sering dipanggil Aki Ilin, dari daerah Haurgeulis, Kabupaten Indramayu. Ia adalah pedagang keliling dan suatu saat sampai ke kampung Sumber, daerah Buahdua. Di Kampung Sumber ia bertemu dengan seorang seniman Reog bernama Inggi, seorang pengrajin Gula Kawung (gula merah atau gula aren).

“Ketika Aki Ilin mengetahui bahwa Inggi adalah seniman, ia menawarkan alat-alat kesenian yang ia sebut dengan istilah parabot musik, atau alat-alat musik Barat. Inggi kemudian membeli alat-alat itu, yang terdiri atas Clarinet, Trompet, Trombon, Corno, Tenor, Bass, Bass Drum, dan Snare”. Cerita dadang lagi.”paparnya.

Menurut dadang lagi Alat-alat musik tersebut oleh Inggi masih diperlakukan sebagai alat musik Barat, untuk memainkan lagu-lagu perjuangan, seperti lagu Halo-halo Bandung, Maju Tak Gentar, dan lain sebagainya. Alat yang dimainkannya adalah Clarinet, yang ia sebut sebagai suling (seruling). Sampai saat ini Clarinet dalam Tanji disebut dengan nama suling.

Namun karena jiwa karawitan Sunda pada diri Inggi sangat kuat, tanpa disadari teknik memainkan Clarinet yang dilakukannya mengarah kepada rasa musikal karawitan Sunda, sehingga nada-nada yang terdapat dalam Clarinet itu dibentuk menjadi nada-nada laras Salendro, Pelog, dan Madenda, dengan cara menutup atau membiarkan lubang-lubang nada tertentu dari Clarinet itu terbuka. Setelah Inggi menemukan konsep dan teknik memainkan Clarinet, Inggi mengajak beberapa seniman lainnya yang ada di daerah tersebut, antara lain Pak Amos, untuk memainkan alat-alat lainnya.

“Proses latihan dilakukan sambil ngaronda (siskamling) dalam waktu yang cukup lama, dan pada tahun 1967-an mereka baru menemukan konsepsi musikal yang utuh dan barulah berkembang di daerah Karawang dan Bekasi.”katanya.

Sementara Abah Edok (72), tokoh tanji mengatakan di tahun 70-an musik Tanji di Rengasdengklok khususnya dan di Karawang pada umumnya, sangatlah primadona, karena waktu itu pengantin selalu ingin diiringi oleh alat musik tanji dengan di dendangkan lagu-lagu karawitan sunda..

“Baheula (dulu) hajatan pernikahan dan sunatan belum terasa apdol kalau tanpa diiringi musik tanji, dan akan terasa lengkap kalau diiringi pula dengan kuda renggong “ sambungnya sambil terbatuk-batuk.”kenangnya.

Seiring dengan perjalanan waktu, tanji pun menghilang bagaikan ditelan bumi, padahal menurut bah edok, dulu ketika dia memiliki alat musik tanji group tanji miliknya adalah group tanji primadona didaerah Rengasdengklok dan sekitarnya, bahkan sampai ke Cibitung dan Cibarusah.

“Baheulamah jang, banyak acara yang bapak tolak karena kebanyakan order, naun sekarang ah tinggal kenangan semuanya serba moderen, musik tradisional kita sudah kalah bersaing sama musik moderen. Namun sayangnya alat musik yang pernah berjaya di tahun 70-an bahkan sampai 80-an sudah tidak dimiliki bah edok satupun, karena pada sekitar tahun 1990 sudah di jual sama orang bekasi, sehingga tim kesulitan untuk medokumentasikan lebih jauh.”pungkasnya.(ton).

Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel, foto atau video seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com

Saat ini Citizen6, juga mengajak blogger untuk kolaborasi. Jika punya postingan baru, kirim alamat atau url websitenya ke kami. free.