Citizen6, Jakarta "Kalau saya bisa percaya, saya tenang. Kalau saya bisa tidak percaya, saya tenang. Kalau saya percaya dan bisa tidak percaya, saya tenang. Tapi saya tidak percaya dan tidak bisa tidak percaya, jadi saya tidak tenang"
Sosok Jumena, lelaki tua kaya raya, terus saja menceracau gelisah tentang hidup dan dirinya, di atas kursi goyang. Lakon dalam pentas Sumur Tanpa Dasar ini kiranya menjadi eksperimen kontemplatif tentang kegelisahan manusia yang terus menerus, tanpa mengenal usia bahkan ketika renta. Sumur Tanpa Dasar kali ini dimainkan oleh kelompok Teater Gardanalla dari Yogyakarta pada Sabtu-Minggu, 18-19 April 2015 pukul 20.00 di Teater Salihara masih dalam Helateater "Persembahan untuk Arifin C. Noer".
Advertisement
Kiranya naskah yang ditulis Arifin C. Noer ini lebih menjadi pertunjukan kontemplatif sang tokoh, Jumena dengan segala hal yang berputar disekelilingnya: istri yang masih muda, tuntutan kenaikan gaji buruh dan mogok karyawan, disertai prasangka dirinya hingga harta yang menjadi obsesi. Dekorasi panggung yang modern dan sederhana: bingkai-bingkai besar dengan peti mati dan kursi goyang menjadi lokus utama setiap gerak. Agak sulit untuk memisahkan mana yang terjadi dalam pikiran-pikiran Jumena dan realitas yang terjadi, namun humor yang terselip sedikit bisa merilekskan kening yang berkerut.
Karakter Jumena yang menjadi tokoh utama harusnya mampu tampil dengan kuat membawakan renungan-renungan kegelisahan manusia mengenai eksistensinya dan keimanan, seperti ditulis dalam naskah. Pentas yang berlangsung selama kurang lebih 80 menit ini dengan berbagai pertimbangan memang menjadi versi lebih ringkas dari lakon Sumur Tanpa Dasar, meski hal tersebut agak disayangkan. Meskipun begitu, cara Teater Gardanalla meringkas dan mewujudkannya dalam pentas tetap membawa perenungan: adakah kepercayaan pada diri kita sendiri, orang lain, terlebih pada Tuhan?.
Â