Sukses

Kepingan Sejarah Indonesia di Bangka

Bangka, menjadi salah satu wilayah yang mencetak sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bagaimana kisahnya?

Citizen6, Jakarta Bangka, mungkin tidak senyaring Jakarta, Yogyakarta atau Surabaya dalam sejarah kita. Tapi Bangka, menyimpan sekeping sejarah perjuangan bangsa di era revolusi kemerdekaan. Disanalah para founding fathers kita berkumpul atau dikumpulkan menuntut pengakuan kemerdekaan dari Belanda.

Setelah 3 tahun memproklamirkan kemerdekaan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, Belanda melancarkan dua kali agresi militer kembali di Nusantara. Agresi Militer pertama dilancarkan pada 21 Juli hingga 5 Agustus 1947, sedangkan agresi militer kedua terjadi pada 18 Desember 1948. Pasca Agresi Militer yang kedua, Belanda menangkap seluruh pemimpin negeri ini mulai dari Soekarno, Hatta, Sutan Syahrir, Agus Salim, MR.Assaat, Pringgodigdo, RS. Soerjadarma dan Moch. Roem.

Sementara Hatta, RS. Soerjadarma, MR. Assaat, dan Pringgodigdo diturunkan di Pelabuhan Udara Kampung Dul yang kini menjadi Bandara Depati Amir, Bangka tepatnya pada 22 Desember 1948. Soekarno, Sutan Syahrir dan Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara untuk diasingkan di Brastagi & Parapat. Di Bangka, Hatta dan kawan-kawan diasingkan di Bukit Menumbing Muntok yang kini masuk Kabupaten Bangka Barat. Disana, Hatta dan rombongan ditempatkan dalam ruangan berjeruji besi berukuran 4x6 meter persegi.

Tulisan Hatta di Tugu Proklamasi yang berada di Muntok

Soekarno, baru pada bulan Februari 1949 dipindahkan ke Muntok Bangka. Pada awalnya Soekarno, Agus Salim, Sutan Syahrir dan Moch. Roem ditempatkan bersama di Bukit Menumbing dengan Hatta dan kawan-kawan. Pasca interfensi dari PBB yang melarang Belanda untuk memenjarakan mereka, akhirnya mereka menjadi tahanan kota. Dikarenakan Soekarno tidak tahan dengan udara dingin di Menumbing, dia kemudian dipindahkan ke Pesanggrahan Muntok atau Wisma Ranggam.

Surat Soekarno kepada Fatmawati

Di Bangka kemudian semua pemimpin negara berkumpul, ketika diberlakukan Pemerintahan Darurat RI di bawah komando Syafruddin Prawiranegara. Bagi masyarakat Bangka, khususnya Muntok kala itu, Bangka bisa disebut sebagai “ibukota” Indonesia.

Potret Soekarno yang terpajang di Wisma Menumbing

“Bangka bisa saya katakan sempat menjadi ‘ibukota’ Indonesia. Mengapa tidak? Semua pemimpin negara berada disini, semuanya kecuali Jend. Soedirman”, ujar Amri Rani, seorang ahli sejarah dan juga mantan Kepala Dinas Pariwisata Bangka Belitung. “Disini para pemimpin negara berkumpul, Soekarno beberapa ke Menumbing untuk menemui Hatta dan berdiskusi”, paparnya kemudian.

Wisma Ranggam, tempat Soekarno diasingkan selama di Bangka

Soekarno juga dikisahkan selanjutnya sering berjalan-jalan hingga mercusuar di Tanjung Kalian, hingga kini warga tiap tahun melakukan napak tilas perjalanan tersebut.  Perpisahan dengan warga Muntok dilaksanakan pada 5 Juli 1949 kemudian mereka kembali ke Yogyakarta yang telah kembali menjadi ibukota negara. Bangka, menuliskan sejarah yang tak kalah dari kota lainnya hingga muncul slogan van Bangka begint de victorie yang diterjemahkan menjadi dari Bangka datanglah kemenangan. (rn)