Citizen6, Jakarta Alkisah, Batavia di akhir abad ke 19, perampokan merajalela. Salah satu korbannya adalah Babah Yong, pengusaha batik peranakan di Kemayoran. Para perampok berhasil menggondol harta benda Babah Yong sekaligus mengalahkan centeng penjaga. Terang saja, Babah Yong murka.
"Duloh! Oe ini gimana? Disuruh jaga malah tidur!?"
Babah Yong melaporkan kejadian tersebut pada Meener Ruys. Setelah diusut, Meener Ruys berniat menangkap Asni karena mirip seperti salah seorang perampok dalam laporan Babah Yong. Tapi Asni berhasil meyakinkan Meener Ruys bahwa bukan dia pelakunya.
Advertisement
Meener Ruys percaya dengan syarat: ia harus menangkap perampok yang asli jika ingin selamat. Asni pun pergi bertualang hingga ke Marunda untuk mencari perampok tersebut.
Â
Di tempat yang sama, Bang Bodong tengah mengadakan sayembara untuk mencari jodoh bagi anak semata wayangnya, Mirah. Asni pun mengikuti sayembara tersebut karena ingin bertemu dengan Mirah, gadis yang sejak jumpa pertama telah merebut hatinya.
Siapa sangka, di tempat itu pula Asni bertemu dengan sang perampok yang mencoba mengacau sayembara Bang Bodong. Pertempuran tak terelakkan. Dibantu Mirah, Asni bertarung menaklukkan perampok untuk memulihkan nama baiknya.
Demikian kira-kira pementasan Sandiwara Betawi "Jawara! Langgam Hati dari Marunda" yang diangkat oleh Teater Abang None Jakarta. Tak main-main, agar silat mereka tampak sungguhan, selama sembilan bulan mereka digembleng guru-guru silat dari tiga perguruan silat, yakni Silat Pusata Jakarta, Harimau Belut Putih, dan Sabeni Tenabang.
Â
Menurut Maudy Koesnaedi, pembina teater sekaligus sang produser, tiap pementasan Teater Abang None selalu angkat budaya Betawi dari sisi yang berbeda.
"Produksi kesembilan ini diadaptasi dari cerita rakyat Betawi 'Mirah dari Marunda'. Semoga pesan moral untuk terus mencintai dan melestarikan budaya Betawi, tersampaikan lewat pementasan ini," tutur Maudy di Gedung Kesenian Jakarta, Jumat (23/10/2015).
Ada yang menarik dari pementasan sandiwara ini. Misalnya saja, blocking pemain yang tak hanya di atas panggung saja. Menurut sang sutradara, Adjie N. A. hal itu sengaja dilakukan agar penonton terasa dekat dengan cerita.
Â
"Sesuai dengan akar tradisi seni pertunjukan Betawi, antara penampil dengan penonton dekat sekali. Selain itu, juga sebagai strategi agar penonton tidak menunggu terlalu lama," terang Adjie.
Satu lagi yang membuat sandiwara Betawi ini layak ditonton semua umur adalah guyonan-guyonan, celetukan lucu, ataupun kepolosan para tokoh yang disisipkan. Misalnya saja, Bang Bodong yang sengaja digambarkan sebagai orang yang tuli. Jawabannya yang nggak nyambung justru membuat penonton terbahak-bahak.
Â
"Guyonan-guyonan itu memang sengaja diselipkan di naskah agar pertunjukan tak terlalu serius dan penonton bisa menikmatinya. Kami juga brainstorming dulu guyonan seperti apa yang masuk dan tidak," tukas penulis naskah Mima Yusuf.
Jika rasanya belum lengkap, maka Anda juga bisa menyaksikan kekonyolan Bang Jantuk dan Mpok Jantuk di sela-sela penampilan pemain. Bang Jantuk sendiri diperankan oleh komedian muda Betawi David Nurbianto yang merupakan juara 1 Stand Up Comedy Indonesia.
Â
Tunggu apalagi? Sandiwara "Jawara! Langgam Hati dari Marunda" ini dapat Anda saksikan di Gedung Kesenian Jakarta pada 24 dan 25 Oktober 2015. (sul)
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6