Citizen6, Jakarta “Apakah kamu akan pulang ke kampung halamanmu?” itulah pertanyaan penting yang muncul dari pemutaran film dan diskusi Kabar dari Flores, sebagai rangkaian Festival Kelola 2015.
Pada malam tanggal 26 September 2015, ada banyak sekali mahasiswa yang berasal dari Indonesia timur, mulai dari Pulau Kei, Maluku, Papua, Manggarai, bahkan Timor Leste, dan tentu saja Flores yang hadir pada acara pemutaran film dan diskusi Kabar dari Flores di Universitas Merdeka Malang. Sejak proses pemilihan lokasi, fasilitator acara ini, Dwi Wahyu Nugroho, yang juga salah satu fasilitator program Komunitas Kreatif, sudah memasukkan masalah basis mahasiswa-mahasiswa dari luar Jawa sebagai salah satu pertimbangan.
Akan tetapi Pemutaran film Kabar dari Flores bukan hanya menyasar mahasiswa-mahasiswa perantauan dari Flores atau Indonesia Timur tapi untuk semua mahasiswa dan penonton yang hadir pada malam itu. “Kami ingin para pemuda yang lebih beruntung dapat mengenyam pendidikan yang lebih baik ingat jika pemikiran mereka dibutuhkan di desa-desa terpencil yang masih sangat jauh dari pembangunan,” ujar Amna Kusumo, Direktur Kelola.
Advertisement
Namun pulang kampung bukanlah konsep yang diidam-idamkan oleh para perantau dari Indonesia Timur. Beberapa mahasiswa dari Pulau Kei, Maluku, menyatakan keenganannya untuk kembali ke tanah leluhurnya. Alasannya sangat beragam, tapi tidak semuanya tentang minimnya lapangan pekerjaan, hingga pemikiran-pemikiran warga desa yang masih anti kebaruan.
Program Komunitas Kreatif memang dirancang untuk mengintervensi masyarakat dalam memandang permasalahan hidup mereka melalui kegiatan-kegiatan kreatif. Komunitas Kreatif memakai beberapa metode dalam memberdayakan masyarakat, salah satunya adalah video partisipatif. Medium video yang cukup popular memang pilihan jitu. Masyarakat diajak memetakan permasalahan di daerahnya. Diskusi-diskusi menarik dan intens terjadi saat warga memilih tema untuk diangkat ke dalam film dokumenter. Begitu pula saat menyusun naskah lalu mulai mengambil gambar, dan mengeditnya.
Perkembangan teknologi yang semakin mudah membuat pelajaran teknis kamera terjadi lebih mudah. Ibu-ibu dan anak-anak kecil pun dengan cepat menguasai peralatan rekam yang sderhana tersebut. Film juga merupakan media yang efektif sebagai penyampai pesan.
Insan, mahasiswa yang berasal dari Fakfak, Papua, mengatakan sangat terinspirasi oleh video partisipatif ini. Ia menilai metode sperti ini sangat efektif untuk memetakan permasalahan warga sekaligus membuka mata warga terhadap permasalahan sehari-hari yang sering dianggap angin lalu. Di luar itu, pemutaran film-film dokumenter seperti ini juga efektif untuk mengampanyekan ide untuk kembali berorientasi ke kampung halaman.
Pada acara tersebut, Kelola bekerjasama dengan Komunitas Sinedek Unmer Malang, yang sukses menarik 300-an penonton ke halaman kampus mereka.
Film-film yang diputar pada acara Kabar dari Flores mengandung berbagai tema, mulai dari permasalahan air, kesehatan, masalah kenakalan anak yang sering bolos sekolah, tentang pudarnya kebudayaan tradisi, dan sebagainya. Semua tema tersebut muncul dari warga sendiri, dan kemudian diproduksi berdasarkan gagasan kolektif secara mufakat.
Acara ini memang agak berbeda dari rangkaian acara yang lain dari Festival Kelola 2015. Selain pemutaran film dan lokakarya Kabar dari Flores, Kelola mempersembahkan rangkaian pertunjukan, mulai dari musik oleh Komodo Band, Tari Rantau Berbisik oleh Nan Jombang di dua universitas (Universitas Indonesai dan Universitas Negeri Jakarta), lokakarya tari dan pertunjukan tari kontemporer A Part of Passion oleh Danang Pamungkas di Universitas Negeri Surabaya, dan yang terakhir adalah pertunjukan tari konemporer I Think… Tonk oleh Yola Yulfianti di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Semua rangkaian acara dikonsepkan untuk memasuki kampus-kampus, termasuk Universitas Merdeka Malang.
Dalam Festival Kelola 2015, Kelola merasa perlu menyajikan program-program di luar seni pertunjukan, karena sesungguhnya Kelola mendukung semua bidang kesenian. Namun bentuk dukungannya disesuaikan dengan kebutuhan bidang tersebut dan kapasitas Kelola.
Kabar dari Flores adalah salah satu contoh bagaimana seni yang menggunakan teknologi bisa dipakai sebagai media pembelajaran, penyadaran, dan pemberdayaan. Tentu saja kegiatan-kegiatan seperti ini tidak secara instan mengubah atau memperbaiki keadaan masyarakat di desa. Pun, pemutaran film documenter ini juga tidak serta-merta menarik kembali pemuda-pemuda yang terpelajar ke kampung halamannya saat ini juga. Kelola paham kegiatan-kegiatan seperti ini merupakan kegiatan jangka panjang, dan semakin awal dimulai akan lebih besar tujuannya tercapai.
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6