Sukses

Film Laga Indonesia Lebih Keren Dibanding Film Laga Hongkong

Sutradara Prancis mengaku film-film laga Indonesia klasik lebih menarik dari film-film laga Hongkong yang ia tonton

Citizen6, Jakarta Festival Sinema Prancis resmi dibuka. Festival yang digelar sebagai bentuk kerja sama antara Indonesia dan Prancis di bidang perfilman tersebut langsung dibanjiri para pecinta film. Film-film berkualitas baik dari dalam maupun luar negeri, bisa dinikmati oleh para pecinta film. Salah satu film yang akan diputar yakni Garuda Power: The Spirit Within.

Pada pembukaan Festival Sinema Prancis 2015 yang digelar di XXI Plaza Indonesia, sutradara Garuda Power: The Spirit Within, berkesempatan hadir dan membagikan kisahnya tentang film yang ia buat. Garuda Power merupakan film dokumenter yang melacak jejak sejarah perfilman laga Indonesia sejak produksi-produksi pertamanya.

Dalam film tersebut, disuguhkan pula berbagai cuplikan langka film-film laga Indonesia serta wawancara dengan pihak-pihak terkait film laga seperti Barry Prima, George Rudy, Imam Tantowi, Ackyl Anwari.

Sutradara Prancis Bastian Meiressonne, penulis sekaligus aktris Rain Chudori dan aktris Tara Basro (ki-ka) berfoto dalam acara pembukaan dan pemutaran film Festival Sinema Perancis 2015 di Plaza Indonesia, Jakarta, (3/12). (Liputan6.com/Immanuel Antonius) 

Menurut Bastian, awal kemunculan film laga Indonesia amat terpengaruh silat Cina, misalnya pada tahun 1930-an. Selanjutnya, mulai bergeser ke pengisahan spionase bergaya James Bond pada tahun 1960-an, mengadaptasi komik superhero pada tahun 1970-an, sampai ke tahun 2000-an yang sukses dengan The Raid I dan II.

Selama pengambilan gambar, pria yang jatuh cinta pada film Indonesia sejak menonton film Jaka Sembung ini mengaku menemui banyak kendala. Salah satunya adalah sulitnya mencari informasi tentang film di Indonesia.

"Soalnya tidak banyak yang mendokumentasikannya. Jadi, ya agak sulit mengumpulkan informasi untuk film ini," ujar Bastian saat ditemui di opening Festival Sinema Prancis 2015 di XXI Plaza Indonesia, Jakarta, Kamis malam (03/12/2015).

"Selain itu juga masalah dana. Waktu saya mengajukan proposal, tidak ada yang tertarik membiayai proyek dokumenter film laga Indonesia," seloroh Bastian sambil tertawa.

2 dari 2 halaman

Film Laga Indonesia Itu Keren

Namun karena ia begitu ingin membagikan pengetahuannya soal film Indonesia, Bastian rela merogoh koceknya sendiri untuk pembiayaan film yang ia buat. Ia bahkan sampai harus menjual mobil serta minta bantuan teman.

"Habis sampai 70.000 Eurolah."

Untuk film yang syutingnya hanya 6 minggu ini, Bastian butuh waktu mengumpulkan data selama 6 tahun. Akan tetapi, meski banyak kesulitan yang ia hadapi, Bastian secara pribadi mengakui film Indonesia adalah film favoritnya. Terlebih film sebelum tahun 90-an.

"Jujur, film Indonesia lebih bagus daripada film-film Quentin Tarantino yang saya tonton. Bahkan dari film laga Hongkong," tuturnya.

Menurutnya, film laga Hongkong memang bagus special effect-nya karena mereka memiliki dana untuk itu. Yang membuat film Indonesia lebih menarik baginya adalah, bagaimana para sineas Indonesia berimajinasi dan berfantasi lalu mewujudkannya dalam film mereka, dengan segala keterbatasan mereka.

"Itu yang membuat film Indonesia luar biasa!"

Festival Sinema Prancis 2015 (dok. Institut Français d'Indonésie) 

Festival Sinema Prancis 2015 digelar serentak di sembilan kota di Tanah Air, yakni Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Malang, Medan, Denpasar, Makassar, dan Balikpapan selama tanggal 3-6 Desember 2015. Dengan tiket Rp35 ribu, penonton dapat menyaksikan film-film berkualitas dalam dan luar negeri. (sul)

(Jadwal dan lokasi pemutaran Festival Sinema Prancis 2015 bisa dilihat di laman resmi festivalsinemaprancis.com)

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6