Liputan6.com, Jakarta Banyak yang meragukan Bogor bisa menerapkan konsep smart city atau kota cerdas, karena kesadaran tertib apalagi menjaga ketertiban saja masih belum mengakar di masyarakat. Hal itu disampaikan Walikota Bogor, Bima Arya dalam diskusi bertajuk Ngobrol Santai Smart People for Smart City Bogor, di Balai Kota bogor, Rabu Sore (20/1/2016).
Namun menurut Bima Arya, kita harus berfikir berbeda. “Menurut saya logikanya harus kita balik, bagaimana teknologi itu bisa membangun kultur yang cerdas, nah kehadiran banyak komunitas, termasuk C-Generation di Bogor membuat saya semakin optimis kita lebih cepat menuju smart city,” lanjut suami dari Yane Ardian ini.
Baca Juga
Menurut Bima, Bogor sekarang sedang mengembangkan web Eksotik Bogor akan memberikan informasi ditail dan lebih cepat, "Teknologi telah melahirkan partisipasi, transparansi dan efisiensi dalam menata Bogor menjadi kota cerdas, teknologi memberi setiap orang kekuatan, itu yang saya rasakan di Bogor," tutupnya.
Advertisement
Pembicara lainnya, Prof. Suhono Suharso yang merupakan pendiri C-Generation mengatakan, C-Generation mengusung nilai connected, creative, collaborative, character. C-Generation merupakan komunitas anak muda yang peduli, terutama di era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat. Pemanfaatan TIK membuka kesempatan luas bagi kalangan muda untuk berkarya. Program-progam C-Generation seperti super you memberikan peluang kepada anak-anak muda menjadi idola baru di bidang musik bagi generasinya.“
Gaul tidak mesti amburagul, itu semboyan C-Gen, pengaruh negatif dari teknologi pasti ada, namun bukan berarti tidak bisa dikelola, SDM Indonesia bagus, yang perlu terus disempurnakan adalah pengelolaannya," lanjut Prof Suhono Suharso yang sejak lama dikenal fokus mendorong smart city dan smart people di banyak daerah ini.
Pendapat senada disampaikan narasumber lainnya, Hariqo Wibawa Satria, pembina Relawan Bogoh Ka Bogor, menurut Hariqo, masalah di perkotaan bukan hanya kemacetan, bukan semata penataan pedagang, tetapi juga semakin pudarnya jiwa kerelawanan dari anak-anak muda. Ini bahaya di era pasar bebas ASEAN, perlu saling kerelaan dari generasi muda untuk mempromosikan produk lokal, pariwisata Indonesia dan saling tolong menolong di bidang apapun.
“Smart city itu partisipasi, bukan instruksi, smart city tidak saja dilihat dari keaktifan kepala daerah di media sosial, tetapi dari kepedulian warganya di media sosial dan dunia nyata, kota cerdas adalah yang banyak partisipasi warganya," lanjut Hariqo.
Kalau Surabaya adalah kota pahlawan, maka kita sedang bekerja menjadikan Kota Bogor sebagai kota relawan, yaitu kota yang warganya menolong sesama tanpa pamrih, nilai-nilai kerelawanan ini harus ditanamkan sejak anak-anak kecil. Caranya dengan meminta waktu anak-anak melakukan kerja sosial selama 30 menit atau 1 jam dari waktu yang tersedia 24 jam sehari," jelas Hariqo Wibawa Satria yang juga Direktur Eksekutif Komunikonten (Institut Media Sosial dan Diplomasi).
Ngobrol santai berbagai komunitas di Kota Bogor ini juga menghadirkan pembicara lainnya seperti, Fajar Riza Ul Haq (Direktur Eksekutif Maarif Institute dan Pokja Revolusi Mental) dan Bambang Siswanto (Manager CSR dan Education Public Community Development Telkomsel). “Smart City serta komunitas-komunitas di Kota Bogor merupakan salah satu pendorong kuat revolusi mental di perkotaan, ini harus ditularkan ke kota-kota lainya," kata Fajar Riza.
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6