Sukses

Perempuan Bak Malaikat Namun Tetap Manusia Biasa

Aku dan Puti pertama kali bertemu ketika masa Pengenalan Kehidupan Kampus Politeknik (PKKP).

Campus CJ Story- Aku dan Puti pertama kali bertemu ketika masa Pengenalan Kehidupan Kampus Politeknik (PKKP). Selain Tuhan, Tami merupakan dalang di balik pertemuan itu.Tami atau namalengkapnya Martini Indah Utami adalah sahabat SMA-ku sekaligus teman satu kamar indekos.

Sebagai seorang sahabat, Tami paham betul kekuranganku yang sulit bergaul. Ia kemudian mencari dan mengenalkanku dengan dua teman perempuannya yang baru ia kenal. Mereka adalah Syifa Amelia dan Puti Aini Yasmin, keduanya berasal dari jurusan yang sama denganku, yaitu Jurnalistik.Tami sengaja mencarikanku teman dengan asal jurusan yang sama, tujuannya untuk mempermudahku di kampus.

Saat berkenalan, aku dan Puti terkekeh karena nama kami yang hampir sama, apalagi jika terdengar samar-samar. Nama Puti dan Putri hanya dibedakan dengan satu huruf saja.

Kami pun berusaha menghilangkan keheranan itu. Puti dan Syifa, keduanya begitu ramah dan baik, namun saja ada yang unik dari Puti. Secara penampilan tak ada yang salah darinya. Puti justru terlihat cantik menggunakan hijab yang menutupi seluruh rambutnya.

Kedua alisnya hitam tebal, tampak kontras dengan wajahnya yang putih kemerahan. Di kedua bola matanya dipasangkan kontak lensa warna abu-abu hingga kedua matanya yang sipit terlihat lebih besar dari aslinya. Bibirnya merah, sepasang kawat gigi warna biru muda terlihat ketika mulutnya sedikit terbuka.

Singkat cerita, tujuh hari berlalu, PKKP pun usai. Kehidupan kampus sesungguhnya dimulai, diawali dengan mencari ruang kelas masing-masing di tiap-tiap jurusan. Aku dan Puti kembali dipertemukan di satu kelas yang sama. Rupanya niat baik Tami menolongku membuahkan hasil. Aku dan Puti duduk bersebelahan.

Menjadi anak kuliahan membuat aku dan Puti sibuk sehingga kami harus menghabisi waktu bersama dari pagi hingga malam. Ketika bersama, banyak nilai kehidupan yang tidak sengaja Puti torehkan.Misalnya loyalitas, sebagai seorang sahabat, loyalitas Puti patut diacungi dua ibu jari atau jempol.

Ketika datang terlambat ke kampus, aku meminta Puti untuk menungguku dan masuk ke kelas bersama. Biasanya, aku terlambat lantaran berangkat kuliah dari rumahku di Bekasi. Dengan lapang dada, Puti menunggu kehadiranku. Meski harus ikut datang kuliah terlambat, raut wajah Puti yang sudah menungguku beberapa waktu, tetap berbinar.

Ini kemudian membuatku kembali bergumam dalam hati, “Bagaimana bisa ada sesorang sebaik ini?”. Ketika dimintai maaf atas perilaku yang menyebalkan itu, Puti selalu menenangkanku dengan kata-kata bakunya, “Ngga apa-apa, Put. Kamu ini lebay deh, aku juga baru dateng kok.”

Tidak hanya setia menungguku, Puti juga seorang pecinta hewan. Suatu hari, ketika kami berdua sedang berjalan menuju kampus, kami menemukan anak kucing yang tergeletak tak berdaya di tengah jalan. Melihat itu, Puti geram dan tak mampu menahan emosinya memindahkan anak kucing tersebut.

Tidak sekadar memindahkannya ke tepi jalan, namun ia membawanya ke dalam kampus dengan kedua tangannya. Ia kemudian menyerahkan dan menitipkan anak kucing yang begitu ia kasihi itu ke petugas kebersihan kampus.

Aksi heroik Puti tidak berhenti si situ. Di suatu sore, ketika sedang di jalan pulang kuliah, aku dan Puti dikagetkan dengan peristiwa jatuhnya seorang anak laki-laki dari sepedanya saat saling balap dengan dua temannya. Anak itu terguling hingga menangis dan tidak mampu membangunkan dirinya sendiri. Melihat itu Puti langsung menarikku ke arah anak itu untuk menolongnya.

“Put ayuk, Put, kita tolong anak itu! Kasian banget nggak ada yang nolongin,” ajak Puti. Kami pun menjadi tontonan pengguna jalan lainnya. Namun Puti tidak menghiraukan pandangan-pandangan yang keheranan itu, Puti teguh pada niatnya menolong anak yang sedang kesakitan itu.

Setelah membantunya berdiri, kami pun mengantar anak itu ke rumahnya yang tidak jauh dari jalan. Dalam perjalanan menuju rumahnya, anak itu tidak lagi mengendarai sepedanya karena luka di kakinya. Akhirnya aku menuntun anak yang merintih kesakitan itu, sedangkan Puti jalan membungkuk karena harus mendorong sepeda milik anak itu. Puti seperti seorang malaikat, bukan?. Namun demikian, Puti tetaplah seorang manusia biasa.

Penulis : 

Putri Lestari - Politeknik Negeri Jakarta

Twitter : putrilestayiy

 

Jadilah bagian dari Komunitas Campus CJ Liputan6.com dengan berbagi informasi & berita terkini melaluie-mail : campuscj6@gmail.com serta follow official instagram @campuscj6 untuk update informasi kegiatan-kegiatan offline kami.