Liputan6.com, Jakarta Wilayah Banten dan Betawi rupanya memiliki keterkaitan yang erat sejak berabad-abad yang lampau. Hal itu terungkap dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh komunitas Betawi Kita bekerja sama dengan LBH Jakarta dan Kesultanan Banten pada Rabu, 27 April 2016.Â
Di pinggir pantai di Pontang, Kabupaten Serang, Banten, menjelang sore hari komunitas ini berkumpul membahas hubungan antara Betawi dengan Banten dari abad ke-14 hingga reklamasi Teluk Jakarta.
Baca Juga
Advertisement
JJ Rizal, sejarawan Betawi, menyebut hubungan orang Betawi dan Banten sangat dekat alias intim. Cara paling mudah melihat hubungan orang Betawi dan Banten dapat dilihat dari aspek toponomi daerah Betawi yang menyebut kata Kebantenan di Semper dan Cikeas. Saking dekatnya, menurut Rizal, "Betawi dan Banten seperti gigi dengan gusi".
Di Jatinegara, kata JJ Rizal, ada wilayah yang memang dihuni oleh orang-orang Banten. Rizal bercerita Banten merupakan bagian yang membentuk Jakarta. Karena itulah, setiap gubernur yang berkuasa di Jakarta akan berziarah ke Jatinegara. Namun di Jatinegara itu sendiri, katanya, yang ada adalah makam anak dari Ahmad Jacatra.
Selain itu, jika menengok jauh ke belakang, Pangeran Jayakarta yang pernah mengurusi Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan utusan dari Kerajaan Banten. Saat itu orang Banten memang diberi kuasa untuk mengelola Pelabuhan Sunda Kelapa setelah kota itu kosong ditinggal olah Fatahillah.
Â
Baca Juga
Di lain pihak, Saptani Suria Musafir Ra'uuf dari Forum Komunikasi & Informasi Zurriyat Kesultanan Banten dan Kholid Miqdar, tokoh masyarakat Pontang, menyayangkan pengerukan pasir yang terjadi di Banten.
Menurut Kholid Miqdar, pengerukan pasir untuk reklamasi Jakarta sudah terjadi lebih dari 12 tahun sejak 2003. Pengerukan pasir mencapai puncaknya sejak tahun 2015 hingga saat ini, sehingga menyebabkan hilangnya tambak-tambak ikan nelayan sampai ribuan hektar di Pontang, Banten, dan kerusakan lingkungan yang sangat parah. Akibat hilangnya tambak-tambak ini, terjadi pemiskinan struktural di sana, sehingga lebih dari 90 persen wanita di Pontang bekerja sebagai TKW di luar negeri.
Tigor Hutapea dari LBH Jakarta menyimpulkan bahwa pembangunan pulau palsu di Teluk Jakarta dilakukan dengan mengorbankan banyak tetesan air mata dari nelayan-nelayan di Muara Angke, Dadap, dan Pontang.
Segendang sepenarian, JJ Rizal mengatakan keruntuhan Kerajaan Banten di masa lalu adalah karena kerasukan terhadap alam. Budaya asing yang masuk, yakni munculnya kolonialisme, menyebabkan munculnya kerakusan. Pegunungan Pulosari dibabat dan dijadikan perkebunan pala. Sebab, pada saat itu pala sedang menjadi primadona.
JJ Rizal berpesan jangan sampai Banten runtuh lagi karena bencana alam. "Sekarang dari laut, dulu dari gunung," ia menandaskan.