Liputan6.com, Jakarta Manuel Alberto Maia atau yang biasa disapa Abe kini namanya mulai di kenal dunia. Film terbarunya, film dokumenter panjang pertamanya yang berjudul Nokas, diputar di Eurasia International Film Festival 2016 di Almaty, Kazakhstan. Film berdurasi 76 menit ini akan diputar pada Selasa, 27 September pukul 13:00-14:38 waktu setempat.
Festival film ini memberikan kesempatan bertemu dan berdialog antara budaya Eropa dan Asia. Film Nokas akan diputar pada sesi Eurasia Docs. Pada sesi ini juga akan diputar film-film dokumenter karya Michael Moore (Where to Invade Next), Gianfranco Rosi (Fire at Sea), dan Vitaly Mansky (Under the Sun).
Melalui email, Abe menceritakan, event internasional ini merupakan awal dari salah satu misi film ini setelah selesai diproduksi, yaitu mempertemukan film Nokas
dengan penontonnya seluas-luasnya.
Advertisement
Rencananya laki-laki yang lahir di Balibo pada 1989 ini akan memutar filmnya ke beberapa kota di Indonesia. Dia pun juga membuka diri bagi siapapun yang ingin memutar film ini serta mendiskusikannya.
Mengenai tema filmnya, ia mengisahkan, awalnya ia ingin membuat film tentang anak muda yang berprofesi sebagai petani dan ancaman perampasan lahan. Mengingat saat ini sangat jarang anak muda yang memilih profesi itu.Â
Menurut Abe, saat ini sangat jarang dijumpai anak muda yang bertani di Kupang. Ketika berjumpa Nokas yang sedang mengurus sawah dan kebun sayur di atas lahan yang akan dirampas ia sangat tertarik.
Laki-laki single yang selalu memakai kata "beta" untuk menyebut dirinya ini menemukan fakta baru yang lebih kompleks namun jarang diangkat ke publik, yakni adat perkawinan.
Dan salah satu hal yang paling penting dalam perkawinan adalah belis, mahar atau mas kawin. Laki-laki yang juga seorang guru biologi ini menyatakan, di Timor, berjuang untuk menikahi gadis pujaan hati dengan memenuhi mahar kawin/ belis permintaan dari keluarga perempuan adalah hal terbaik bagi laki-laki.
Tak jarang banyak calon pengantin yang gagal menikah karena persoalan mahar ini.
Nokas adalah film dokumenter panjang pertamanya. Sebelumnya ia telah memproduksi 2 fim pendek yakni Kaos Kupang (8 menit) produksi bersama InDocs lewat program KickStart InDocs pada tahun 2012 dan Kabar Dari Medan (12 Menit) Produksi Komunitas Film Kupang pada tahun 2015
Menurutnya, film adalah media atau alat untuk meyampaikan tentang suatu cerita atau keadaan atau suatu ide. Sehingga memilih Film dokumenter atau film Fiksi bukan menjadi patokan untuk berkarya kedepannya.Â
"Untuk Film Nokas, Saya lebih memilih gaya Dokumenter observasional jika mengikuti klasifikasi dokumenter oleh Bill Nichols, " katanya.
Soal pemilihan gaya ini ia mengaku terpengaruh film Negeri Di bawah Kabut ataupun Denok dan Gareng. Selain itu ia juga mengaku terpengaruh oleh Amelia Hapsari dan Shalahuddin Siregar yang menjadi mentornya saat mengikuti Kickstart InDocs di Kupang.
Perlu waktu 3 tahun untuk menyelesaikan Film Nokas. Namun ia merasa beruntung karena selama proses produksi ia didukung oleh warga sekitar dan tentu saja keluarga Nokas. Ia juga merasa mendapat produser sekaligus editor yang sabar meski peralatan dan sumber daya manusia yang terbatas.
Rencana kedepan ia berniat membuat film fiksi panjang setelah film Nokas ini. Saat ini ia mengaku masih butuh banyak belajar.
Selain membuat film, laki-laki yang suka traveling ini, bersama teman-temannya di Kupang sedang sibuk memproduksi konten lokal untuk sebuah tv nasional.
Selamat Alberto.
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini.
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6.