Sukses

Kala Dua Seni Berbeda, Melebur Satu dalam the Spectrum of Batik

Pameran ini menjadi peleburan dua seni yang berbeda dan mengejawantah dalam satu instalasi

Liputan6.com, Jakarta - Desainer dan ahli teknologi cahaya mungkin memiliki medium berbeda dalam mengejawantahkan ide mereka. Namun yang pasti, keduanya mempunyai nilai seni masing-masing dalam karyanya. Hal itulah yang coba ditampilkan dalam The Spectrum of Batik.

Instalasi ini menggabungkan rancangan batik dari 23 desainer anggota Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) dengan permainan tata cahaya seorang lighting expert dari Trilite Wesia Geni. Pameran yang berlangsung dari tanggal 05-23 Oktober 2016 ini sekaligus menjadi sebuah perayaan atas semakin merakyatnya batik.

Sebab, meski batik Indonesia telah diakui resmi menjadi warisan budaya versi UNESCO, namun pada nyatanya perkembangannya belum maksimal. Masih banyak yang mengetahui filosofi dari batik itu sendiri.

"Kini, orang-orang memakai batik tak hanya di acara-acara khusus, tapi juga di kantor, sekolah, bahkan menjadi pakaian rumah. Ini menggembirakan, tapi masih banyak yang tidak tahu seluk-beluknya," tutur Era Soekamto dari perwakilan IPMI serta penggagas The Spectrum of Batik saat ditemui di bincang-bincang tentang batik di Senayan City, Jakarta, Sabtu (22/10/2016).

Lewat pameran ini, diharapkan masyarakat mau mengulik lebih dalam tentang motif-motif batik yang ditampilkan lewat karya desainer IPMI. Tambahan lagi, teknologi fiber optik belum banyak digunakan dalam pameran busana selama ini.

the spectrum of batik 

"Keterkaitan batik dengan permainan cahaya sangat erat. Karena batik juga membicarakan cahaya. Makanya digunakan teknologi fiber optik," kata Era.

Fiber optik dipilih untuk instalasi cahaya pada pameran ini dengan alasan tersendiri. Filosofinya, seperti cahaya dari surga ke bumi. Total, 2000 benang fiber yang digunakan untuk The Spectrum of Batik selama acara ini berjalan.

"Proses kreatifnya lumayan pendek tapi cukup sulit. Penyusunan benang dilakukan dengan tangan sendiri. Harus hati-hati biar tidak rusak," terang Robby Permana dari Trilite Wesia Geni.

Ia mengaku, untuk pengerjaan fiber optik yang digunakan dalam pameran kali ini, dilakukan oleh 11 orang. Pun, karena tak boleh sembarangan, pengerjaan dilakukan dengan bergantian dari pagi sampai malam.

"Kepercayaanlah yang menyatukan dua bidang kami. Desain dan teknologi cahaya, menjadi penyatuan seni kami," tutup Era.

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6