Sukses

Mulyono, Sang Pencerah dari Suku Baduy

Suku Baduy, salah satu suku paling setia mempertahankan adat dan budayanya.

Liputan6.com, Jakarta Suku Baduy, salah satu suku paling bersetia mempertahankan adat dan budayanya. Mereka yang tinggal di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten ini sengaja mengisolasi diri dari dunia luar. Terutama suku baduy dalam.

Suku Baduy dalam yang tinggal di Cibeo dan berada di tengah hutan ini misalnya. Seluruh warganya sangat patuh menjaga adat yang telah berlaku selama beratus-ratus tahun. Orang di kampung ini dilarang bersekolah secara formal.

Mulyono, Sang Pencerah dari Suku Baduy

Warga Baduy dalam juga tak memakai listrik, tak memakai pakaian berwarna selain putih dan hitam. Mereka bepergian juga tak memakai alat transportasi dan dengan kaki telanjang. Setiap harinya mereka mandi dan keramas tidak memakai sabun.

Namun beberapa warga Baduy dalam secara berkala ada yang pergi ke luar daerah untuk menonton televisi atau menelepon teman atau kenalan yang ada di Jakarta dan kota lain.

Di tengah “kegelapan’ modernitas ini, muncul sosok pemuda yang mengajak suku Baduy ini maju. Namanya Mulyono. Laki-laki ini kini tinggal di wiayah Baduy luar. Tepatnya di Kampung Campaka, Desa Kanekes, Leuwidamar, Lebak, Banten.

Mulyono, Sang Pencerah dari Suku Baduy

Sejak beberapa tahun lalu, ia mulai mengumpulkan anak-anak dan remaja di sekitar kampungnya untuk belajar bersama. Setiap sabtu dan Minggu, Mulyono mengajari warga Baduy untuk belajar membaca, menulis, dan berhitung. Setiap pertemuan dihadiri sekitar 70-an peserta.

Sebenarnya ide kelompok belajar ini telah dilakukan oleh ayahnya, Sarpin. Mulyono beruntung memiliki ayah yang berwawasan ke depan. Sehingga ia tidak hanya memperoleh pelajaran berladang dan adat budaya Baduy ia juga diajari belajar. Mulyono kini telah menyelesaikan kejar paket C (setara SMA)

Mulyono, Sang Pencerah dari Suku Baduy

Dengan bekal yang dimilikinya, Mulyono sangat bersemangat melakukan gerakan pemberantasan buta huruf di wilayahnya. Namun usahanya ini bukan tanpa kendala. Masih banyak orangtua konvensional yang tak membolehkan anaknya belajar membaca dan menulis.

Bahkan ia pernah dua kali dipanggil secara khusus oleh “puun” (kepala suku) Baduy dalam agar menghentikan aktivitasnya. Namun ia menolak. Dan aktivitas belajar mengajar informal itu kadang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Mulyono, Sang Pencerah dari Suku Baduy

Berkat semangat dan kegigihannya itu, kini 80 persen anak dan remaja telah bisa membaca, menulis, dan berhitung. Dan dari mereka juga seperti anak modern, memanfaatkan internet untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi.

Mulyono terus bertekad melanjutkan program pemberantasan buta huruf di wilayahnya. Meski bantuan dari pemerintah masih belum maksimal. Mulyono pun bercerita ada beberapa wisatawan dari Jakarta yang membantu kegiatannya dengan cara mengirim buku bacaan dan alat tulis.

Dengan adanya gerakan pemberantasan buta huruf ini, warga Baduy bisa menyongsong masa depannya lebih cerah.

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6