Liputan6.com, Jakarta - Blessing Alex tumbuh seperti remaja perempuan pada umumnya. Kesehariannya memang dihabiskan bak gadis seusianya yang sibuk belajar di sekolah, bergaul dengan teman-teman dan membantu orangtuanya di rumah. Namun, sebuah hubungan berpacaran yang ia jalin dengan seorang pria dari Nigeria, pun berujung tragis.
Baca Juga
Advertisement
Di usianya yang masih muda, ia harus mendapat begitu banyak tekanan dari orangtuanya ketika ia tengah mengandung bayi berusia tiga bulan dari hasil bercinta dengan sang kekasih.
Orangtua tirinya tak menginginkan sang bayi lahir ke dunia karena mereka tak menyetujui Alex berhubungan dengan sang pacar. Mereka pun akhirnya membujuk putrinya untuk melakukan aborsi.
Gadis itu pun merasa sedih yang tak berkesudahan dan galau ketika harus merelakan buah hatinya tak bisa membuka mata dan melihat dunia karena harus meninggal sebelum lahir kedunia.Â
Karena tak kuat dengan tekanan dari kedua orangtuanya, dengan berat hati Alex pun memilih aborsi di sebuah tempat di Aniocha Selatan, Nigeria.
Kehilangan bayi yang dikandungnya itu malah membuatnya depresi berat. Dia akhirnya memilih jalan pintas menyusul sang bayi dengan mengakhiri hidupnya terjun ke sebuah sumur milik warga di Nigeria pada Sabtu (3/12/2016).
Alex menjadi korban kasus kehamilan tak direncanakan yang mengakibatkannya masuk dalam salah satu jumlah kematian ibu hamil akibat aborsi.
Tindakan aborsi memang kini lumrah dilakukan para perempuan muda sebagai jalan pintas untuk menutupi kehamilan yang tidak diinginkan. Studi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Institut Guttmacher bahkan mengira jika setiap tahunnya, satu dari setiap empat kehamilan berakhir dengan aborsi.
Aborsi padahal sudah diatur dalam Undang-Undang tentang Kesehatan Tahun 2009 dan Peraturan Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Tindakan aborsi sebenarnya tidak dibenarkan dan tak mendapat izin, kecuali dengan alasan bagi korban pemerkosaan dan kedaduratan medis ibu dan bayi.
Tiap tahun kasus aborsi meningkat
Kian tahun jumlah aborsi memang semakin meningkat, khususnya di negara maju, karena didorong oleh pertumbuhan penduduk. Jumlah aborsi per orang memang tak banyak berubah di negara miskin, tapi di negara kaya turun dari total 25 orang menjadi 14 orang per 1000 perempuan usia reproduksi.
Para ilmuwan mengatakan jika jumlah aborsi tahunan di seluruh dunia meningkat dari 50 juta per tahun, antara 1990-1994 menjadi 56 juta per tahun antara 2010-2014.
Aborsi nyatanya telah menyumbang 30 persen kasus kematian ibu. Penyebabnya, banyak korban meninggal akibat melakukan aborsi secara tidak aman atau ilegal di berbagai klinik. Juga akibat pergaulan bebas para remaja yang diikuti pemahaman yang masih rendah akan pentingnya penggunaan alat kontrasepsi seperti kondom.
"Kesadaran penggunaan kondom masih sangat rendah, padahal harga atau range kondom di Indonesia tuh sudah cukup affordable," jelas Pierre Frederick, Deputy General Manager Condom Business Unit DKT Indonesia saat ditemui Liputan6.com, di Balai Kartini, Jakarta.
Di Indonesia, angka kejadian aborsi berkisar 2 – 2,6 juta kasus pertahun atau 43 aborsi untuk setiap 100 kehamilan. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang mencakup perempuan kawin usia 15-49 tahun menunjukkan tingkat aborsi pada 1997 diperkirakan 12 persen dari seluruh kehamilan yang terjadi.
Aborsi tampaknya telah menjadi fenomena sosial di Tanah Air dengan norma dan etika budaya ketimuran. Banyak masyarakat Indonesia bahkan menolak tindakan aborsi karena dianggap tidak bermoral dan tak memberikan hak janin untuk hidup.
*berbagai sumber
(ul)
Â
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6
Advertisement