Sukses

Berlumur Darah, Tradisi Menato Wajah Wanita Myanmar

Tradisi menyakitkan ini hanya dilakukan oleh para wanita di tempat tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Tidak hanya di Mentawai, Sumatera Barat, tradisi mentato wajah ternyata juga ditemukan di Myanmar. Bedanya, di Myanmar hanya wanitalah yang ditato mukanya.

Perempuan-perempuan ini dikenal dengan julukan The Chin. Mereka kebanyakan bermukim di kawasan Chin, Rakhine, dan Arakan bagian utara.

Asal tato wajah di wilayah ini tidak diketahui. Tetapi beberapa percaya bahwa praktik ini bermula sejak pemerintahan raja terdahulu. Tujuan menato wajah diduga agar saat desa mereka diserang, wanita yang wajahnya ditato terlihat jelek sehingga terhindar dari perbudakan.

Selama bertahun-tahun, akses ke area suku Mindat tersebut dibatasi oleh pemerintah Burma. Akses ke sana baru dibuka dua tahun lalu dan hanya diperbolehkan 700 wisatawan yang berkunjung ke sana tiap tahunnya.

Para wanita ini memiliki beberapa pola tato di wajah yang berbeda-beda. Tato jaring laba-laba adalah tato yang populer di wilayah Mrauk U. Tato ini biasanya disertai dengan lingkaran di tengah dahi yang melambangkan matahari atau garis bawah hidung yang melambangkan kumis harimau.

- 

Desain lain yang dikenal sebagai pola lebah, lebih umum di daerah Mindat. Tato ini terdiri dari titik-titik, garis, dan sesekali lingkaran. Kebanyakan tato ini ditemui pada suku Muun yang mendiami perbukitan wilayah Arakan.

Sementara wanita dari suku U Pu, sangat jarang ditato di seluruh wajahnya. Diduga saking langkanya, hanya dua orang wanita yang ditato penuh wajahnya.

Melansir dari Mirror, Senin (12/12/2016), suku-suku tersebut biasanya membuat jarum tato dengan mengikat tiga potongan bambu tipis atau menggunakan duri. Sementara tinta tato mereka buat dengan mencampur empedu sapi, jelaga, tanaman, dan lemak babi.

2 dari 2 halaman

Wajah-Wajah Berlumur Darah

Wajah-Wajah Berlumur Darah

Biasanya diperlukan waktu satu hari untuk menyelesaikan tato standar, dan dua atau tiga hari untuk menyelesaikan tato berubah menjadi warna hitam sepenuhnya. Infeksi adalah masalah umum yang sering dialami para wanita yang ditato ini.

Gadis-gadis itu sering dibiarkan mukanya berlumuran darah. Banyak wanita mengatakan leher adalah daerah yang paling menyakitkan.

"Saya berusia 10 tahun saat wajah saya ditato. Sehari sebelum ditato, saya hanya makan tebu dan minum teh, serta dilarang makan daging atau kacang," ujar Ma Aung Seim, salah satu wanita yang ditato.

"Selama sesi tato, saya tak henti menangis. Tapi aku tak bisa bergerak sama sekali. Setelah ditato, wajahku berdarah selama tiga hari. Itu sangat menyakitkan," tambah dia.

Lebih lanjut, wanita itu mengatakan bahwa ibunya meletakkan daun kacang segar di wajah untuk meringankan rasa sakit. Ia tak punya pilihan lain. Jika tidak ditato, tak ada pria yang mau menikahinya.

"Jika tidak ditato, saya akan terlihat seperti laki-laki. Tak ada yang mau menikahi saya."

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6