Liputan6.com, Jakarta - Di Asia, menggunakan berbagai produk pemutih kulit adalah praktik yang lazim dilakukan oleh wanita. Akan tetapi, kini tren penggunaan produk pemutih juga telah melanda banyak pria Asia.
Baca Juga
Advertisement
Preferensi untuk memiliki kulit putih di kalangan pria terkait dengan anggapan bahwa pria tampan di masa dulu digambarkan sebagai seseorang yang memiliki kulit yang bersih. Pendapat lain menyatakan bahwa kulit yang putih merupakan simbol kesucian dan keunggulan dari kelas sosial yang berbeda.
Dalam buku berjudul "Living Color", antropolog Nina Jablonski mengatakan bahwa kulit putih menandakan status sosial seseorang. Gagasan ini diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya yang membuat bias ini tumbuh populer.
"Kulit putih merupakan simbol dari kelas istimewa yang membedakannya dari kelas pekerja. Orang berkulit gelap ditinggalkan karena mereka dianggap merupakan kelas bawah yang bekerja di bawah sinar matahari," tutur Jablonski seperti dikutip dari Nextshark, Senin (16/01/2017).
Sebuah studi 2015 menemukan bahwa popularitas produk pemutih di kalangan mahasiswa laki-laki di 26 negara berkembang meningkat secara signifikan. Di Thailand, misalnya, 69,5% mahasiswa laki-laki menggunakan produk pemutih kulit sementara di Filipina jumlahnya 25,4%.
Meski penggunaan produk pemutih kulit di kalangan orang Asia adalah sesuatu yang lazim, namun mereka tidak ingin terlihat seperti masyarakat Eropa. Bagaimanapun, penggunaan produk pemutih kulit juga menimbulkan kekhawatiran, terlebih terkait bahan yang digunakan.
Merkuri yang sejak lama dilarang di banyak negara, masih ditemukan dalam berbagai produk pemutih. Namun, bahaya dari penggunaan produk kimia tersebut dianggap remeh oleh masyarakat karena ingin mencapai standar yang mereka harapkan.
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6