Liputan6.com, Jakarta Kondisi lingkungan yang jauh dari kata layak, di pinggiran rel kereta serta pembuangan sampah, namun dihuni oleh banyak kaum marginal (termasuk anak yatim dan duafa) menjadi dasar pertimbangan dipilihnya kampung itu.
Adalah Suci dan Tika yang peduli pada nasib anak-anak yatim dan duafa di sana, lalu memutuskan bergerak sebagai inisiator, didukung oleh Faizal dan Zaar sebagai penasihat. Mereka memimpikan sebuah perbaikan dan kesadaran warga akan lingkungannya (Yang cukup berdampak buruk bagi anak-anak, sebab di sana banyak sekali kegiatan maksiat, berjudi, mabuk-mabukan, dan narkoba).
Baca Juga
Advertisement
Pada 17 Agustus 2015, mereka pun silahturrahim ke Muara Bahari dan menemui Pak Syarif dan Bu Susan. Kedua tokoh tersebut adalah guru ngaji anak-anak Kampung Muara Bahari.
Bertepatan saat itu, anak-anak sedang mengaji. Interaksi pun terjadi, dari pertemuan itu didapatkan informasi bahwa sebagian besar pekerjaan orangtua mereka adalah preman, kurir narkoba, tukang odong-odong, tukang ojek, dan pemulung.
Banyak pula dari anak-anak tersebut yang menjadi tukang koran, dan siangnya mereka sekolah. Mereka melihat bahwa mimpi mereka dahulu dapat diwujudkan melalui pendidikan. Dari sanalah gagasan Rumah Belajar timbul.
Waktu Belajar dimulai setiap Sabtu dan Minggu pukul 16.00-17.30 WIB. Tentunya, sebagai karakteristik Pecinta Anak Yatim (PAY), Rumah Belajar ini pun melibatkan #Relawan yang bersedia menyisihkan waktu, tenaga, dan dananya untuk anak-anak di Kampung Muara Bahari.
Namun #Relawan dibagi menjadi dua kategori. Mereka yang bersedia berbagi ilmu pada anak-anak disebut Relawan Pengajar. Sedangkan mereka yang bersedia menyisihkan sebagian rezekinya untuk mendukung pendidikan disebut Kakak Asuh. Ke depannya, akan dibuat sistem SKSD (Satu Kakak Satu aDik).
Tidak hanya belajar mengaji, Rumah Lebah juga memberikan kelas kreativitas yang nantinya ilmu yang sudah pernah dibagikan oleh kaka relawan kepada adik lebah bisa bemanfaat dan bisa menghasilkan sebuah karya yang tak ternilai harganya dan dari hasil karya itu bisa dijadikan pundi-pundi uang untuk kebutuhan mereka sehari-hari.
Bagi mereka belajar tidak harus selalu di dalam kelas. Ada kalanya kita keluar dan menyatu dengan alam ataupun dengan suasana yang berbeda. Semua akan terasa lebih nyaman bila kita sama sama melakukannya dengan penuh keikhlasan.
Meskipun banyak sekali rintangan dan sindiran yang kami terima, bila menjalani setulus hati. Niscaya semua memori akan tersimpan baik. Setahun setelah Rumah Lebah Pay berjalan semoga mimpi dan doa para adik adik lebah terwujud.
Mempunyai sebuah Rumah permanen yang bisa digunakan selamanya agar kelak besar nanti merekalah para calon generasi muda, tidak lagi diusir ataupun dilarang saat KBM berlangsung. Tidak lagi harus memakai garasi kontrakan untuk belajar bersama.
Dan tidak lagi harus bersempit ria saat mengaji walaupun sebenarnya sudah biasa kami lakukan. Sementara untuk kakak relawan jangan pernah berhenti berbagi dan memberikan warna kehidupan kepada para adik-adik hingga mereka sukses dan telah mampu menerapkan apa yang sudah mereka dapat selama ini dari Rumah Lebah Pay.
Penulis :
Astika
Citizen Journalist - Sahabat Liputan 6
Jadilah bagian dari Komunitas Sahabat Liputan6.com dengan berbagi informasi & berita terkini melalui e-mail: SahabatLiputan6@gmail.com serta follow official Instagram @SahabatLiputan6 untuk update informasi kegiatan-kegiatan offline kami.
Â