Liputan6.com, Jakarta Beberapa waktu lalu menyebar pesan berantai melalui pesan WhattsApp mengenai kosakata yang unik dan baru dalam bahasa Indonesia. Disebutkan, Kamus Besar Bahasa Indonesia V mempunyai 17 kata baru yang unik. Dari beberapa kata yang beredar, ada yang sudah lazim dipakai, tetapi ada juga yang masih terasa asing.
Baca Juga
Inilah kata-kata yang diklaim sebagai “baru dan unik” itu. Ivan Lanin, praktisi bahasa Indonesia, memberi penjelasan singkat untuk setiap entri dalam status di media sosialnya beberapa waktu lalu.
1. Gawai = gadget. Lama, tetapi arti "gadget" memang baru ditambahkan.
2. Pramusiwi = babysitter. Lama.
3. Tetikus = mouse. Lama, kurang banyak dipakai. Belum ada alternatif.
4. Warganet = warga internet = netizen. Belum ada di KBBI V.
5. pranala = hyperlink. Lama, kurang banyak dipakai. "Tautan" lebih dipilih.
6. Daring dan luring = dalam jaringan dan luar jaringan = online dan offline. Lama.
7. Swafoto = selfie. Baru.
8. Peladen = server. Lama, kurang banyak dipakai. Entri "server" sudah ada.
9. Komedi tunggal = stand-up comedy. Belum ada di KBBI V. Akronim "komtung" lazim dipakai pegiat bidang ini.
10. Saltik = salah tik = typo. Belum ada di KBBI V.
11. Derau = noise. Lama.
12. Pratayang = preview. Belum ada di KBBI V. Di KBBI "pratinjau".
13. Hektare = hectare. Lama.
14. Portofon = handy talkie (HT). Lama. Salah eja, semestinya "protofon".
15. Mangkus dan sangkil = effective dan efficient. Lama, kurang banyak dipakai. "Efektif" dan "efisien" lebih banyak dipakai.
16. Narahubung = contact person. Belum ada di KBBI V.
17. Pelantang = microphone. Lama, kurang banyak dipakai. "Mikrofon" lebih banyak dipakai.
Advertisement
Kata gawai, tetikus, pramusiwi mungkin telah lama beredar, tapi bisa dibilang penggunaannya masih setengah hati. Sementara mangkus dan sangkil, dari bahasa Minang, bisa dibilang kurang laku. Justru efektif dan efisien yang merupakan serapan dari bahasa Inggris effective – efficien lebih banyak dipakai dan diterima oleh masyarakat.
Sementara itu, kita menyambut gembira adanya pilihan komedi tunggal untuk menggantikan stand up comedy, yang kadang disebut pula sebagai komika. Majalah Tempo sendiri pernah mengusulkan pelawak tunggal atau jenakata—dari kata jenaka berkata-kata.
Hal ini pernah pula terjadi ketika Kompas lebih memilih menggunakan kata petahana untuk menggantikan incumbent. Namun, Tempo sebaliknya, memilih memakai pengindonesiaan lafal incumbent menjadi inkumben. Kedua surat kabar atau media ini secara konsisten menggunakan kata-kata yang mereka pilih sendiri.
Namun tentu ada beberapa syarat agar suatu kata bisa diterima oleh masyarakat. Pertama, ada nilai rasa, sehingga masyarakat senang dan mau menggunakannya. Namun agar lebih popular, perlu pihak ketiga. Media menjadi medium yang tepat karena memiliki fungsi edukasi sebagai sarana pendidikan masyarakat.
Selain itu, institusi resmi seperti Badan Bahasa juga harus aktif melakukan lokakarya dan penyuluhan. Hal ini sejalan dengan tugas dan wewenang Badan Bahasa untuk mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, melindungi bahasa daerah, dan mengembangkan bahasa asing sesuai UU No 24 Tahun 2009.
Nah, bisakah masyarakat aktif menyumbangkan kosakata baru? Ternyata bisa. Ibu Dora Amalia, Kepala Bidang Pengembangan Bahasa, Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, dalam wawancara khusus dengan Liputan6.com beberapa waktu lalu menyatakan kosakata yang disumbangkan harus kosakata yang unik, sedap didengar, tidak mengandung konotasi negatif, dan frekuensi penggunaannya sangat tinggi di masyarakat.
Adanya perkembangan yang terus-menerus pun membuat bahasa Indonesia semakin berkembang. Salah satunya di KBBI 5 kini telah masuk entri kata kepo yang disebut dengan ragam percakapan dengan arti a cak 'rasa ingin tahu yang berlebihan tentang kepentingan atau urusan orang lain'.
Anda punya usulan kosakata baru? Silakan masukkan usulan Anda melalui https://kbbi.kemdikbud.go.id/.