Liputan6.com, Jakarta - Siapa yang tak kenal dengan Leonardo da Vinci? Beliau dianggap sebagai salah satu pemikir yang paling cemerlang yang pernah ada. Kejeniusannya terbukti dari banyaknya kemampuan yang ia miliki.
Da Vinci meninggal pada tanggal 02 Mei 1519 saat melayani Francis I dari Perancis. Pada awalnya, mayatnya dimakamkan di kapel Saint-Florentin di Kerajaan Chateau d'Amboise di Lembah Loire. Akan tetapi, lokasi yang tepat dari mayat penemu tersebut tetap mejadi misteri.
Advertisement
Baca Juga
Belum lama ini, satu tim sejarawan Italia mengumumkan penemuan serangkaian relik yang hilang milik da Vinci. Dengan DNA yang mereka klaim temukan di relik tersebut, mereka berniat untuk mengkloning matematikawan tersebut.
Jika terbukti, ini akan menjadi salah satu pencapaian paling besar dalam ilmu pengetahuan. Akan tetapi, hingga saat ini kloning masih menjadi perdebatan tak berkesudahan.
Beberapa orang mengklaim bahwa hal itu tidak etis. Dalam cara apapun, mereproduksi kehidupan manusia secara artifisial adalah sesuatu yang tidak berterima. Namun kelompok lain percaya bahwa kemungkinan ini dapat membawa kembali pemikiran hebat dari masa lalu untuk membantu memecahkan banyak masalah saat ini.
Melansir dari HealthAim, sampai saat ini, kloning telah dilakukan pada hewan. Boyalife Group, sebuah perusahaan di Tiongkok telah memimpin pembangunan pabrik kloning terbesar di dunia yang akhir tahun ini akan digunakan untuk mengkloning sapi, anjing, dan hewan lainnya.
"Teknologi sudah ada di sana," kata Chief Executive Boyalife, Xu Xiaochun.
"Jika ini diperbolehkan, saya rasa tidak ada perusahaan lain yang lebih baik dari kami dalam melakukannya," tambah dia.
Pada tahun 2016, para ahli mengatakan bahwa dengan dengan hati-hati memeriksa lukisan dan buku tulis yang menjadi milik jenius Renaisans, mereka mungkin bisa menemukan rambut atau serpihan kulit dari mana jejak DNA dapat diekstraksi.
Ini akan memungkinkan para ilmuwan untuk menentukan beberapa karakteristik fisik, seperti warna mata da Vinci, nada kulitnya, dan bahkan bentuk wajahnya. Akan tetapi, masih ada beberapa kendala yang harus dihadapi dalam pemeriksaan DNA tersebut.
"Ada kemungkinan materi biologis di dalam lukisan, tapi tantangannya sebenarnya adalah menghilangkan materi itu tanpa merusak karya seni," tutup Rhonda Roby, seorang ahli genetika dalam proyek tersebut.
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6