Sukses

Pertama di Dunia, Pria Tewas Akibat Operasi Pembesaran Penis

Sekitar 8.400 operasi pembesaran penis dilakukan di seluruh dunia tiap tahun. Ini adalah kasus pertama yang terjadi.

Liputan6.com, Jakarta - Dokter di Swedia memperingatkan ahli bedah plastik kasus pertama seorang pria terbunuh akibat operasi pembesaran penis.

Seperti banyak prosedur operasi plastik lainnya, pembesaran penis tergantung pada transplantasi sel-sel lema autologous dari bagian tubuh di mana pasien tidak ingin berada. Menurut statistik Badan Operasi Plastik Internasional, sekitar 8.400 operasi pembesaran penis dilakukan di seluruh dunia tiap tahun.

"Ini adalah kasus pertama yang dijelaskan. Meski prosedur pembesaran penis tampaknya sederhana, kali ini menyebabkan kematian mendadak seorang pemuda yang sehat," tulis para ahli dalam jurnal Forensic Sciences.

Menurut jurnal tersebut, seorang pria berusia 30 tahun menginginkan pemanjangan dan pembesaran penis dengan menggunakan sel lemak yang diambil dari perutnya. Saat melakukan pemanjangan, dokter memberikan sayatan untuk melonggarkan ligamen di dasar penis. Kemudian saat memulai pembesaran penis, dokter menyuntikkan dua ons cairan sel lemak ke penis pasien.

Mereka hampir selesai menyuntikkan saat jantung pria itu mulai berdegup kencang, kadar oksigennya turun, dan tekanan darahnya turun. Dalam waktu setengah jam, ia mengalami serangan jantung.

Ahli bedah plastik kemudian melakukan CPR dan membawanya ke ruang gawat darurat. Namun pria itu meninggal kurang dari dua jam kemudian. Ini adalah kematian pertama yang dilaporkan dari operasi semacam ini.

"Ini adalah prosedur yang bila gagal, dapat membuat orang cacat dan membunuh Anda. Banyak konsekuensinya, dari kerusakan pada penis hingga disfungsi ereksi permanen," jelas ahli urologi Tobias Kohler dari Mayo Clinic di Minnesota seperti dikutip dari Buzzfeed News.

Sejak tahun 1994, American Urological Association telah memperingatkan pasien bahwa pembesaran penis belum terbukti aman atau manjur. Kajian pada tahun 2017 malah menunjukkan bahwa kebanyakan pasien yang telah melakukan prosedur tersebut, menderita kelainan tubuh dismorfik, gangguan makan, dan lainnya.

Otopsi pasien di Swedia itu sendiri menunjukkan tidak ada cacat jantung atau masalah genetik yang menjelaskan kematiannya. Meski pembuluh darahnya tidak memiliki plak yang biasa sebabkan serangan jantung, paru-parunya dipenuhi darah dan arterinya pecah.

*Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6