Liputan6.com, Pakistan - Pada usianya yang ke-60 tahun, Nargis Latif dari Karachi, Pakistan, masih aktif mengampanyekan daur ulang sampah. Imbauan untuk tidak membakar sampah dan menyebabkan polusi itu telah dijalaninya selama lima dekade.
Baca Juga
Advertisement
Semuanya berawal saat dia sekarat di atas ranjang dengan rasa sakit yang luar biasa. Ia kemudian berdoa agar penyakitnya diangkat sembari berjanji akan melakukan kebaikan lebih banyak lagi di dunia.
"Di antara rasa sakit itu, saya mengulurkan tangan pada Tuhan dan memintanya dua hal: cabut nyawa saya secepatnya ketimbang merasa sakit berkepanjangan. Atau berikan saya kesempatan memperbaiki diri," ujar Nargis seperti dikutip dari ntd.tv.
Doanya dijawab oleh Tuhan, tubuhnya perlahan membaik. Kemudian saat ia bertengkar karena pembakaran sampah di luar rumah, ia menyadari bahwa di sanalah ia bisa membuat perubahan.
Karachi memproduksi sekitar 12.000 ton sampah setiap hari sehingga pemandangan pembakaran sampah sangat umum terjadi. Ia kemudian mendirikan sebuah organisasi non-pemerintah yang disebut "Gul Bahao" untuk meningkatkan kesadaran tentang daur ulang.
"Saya berdialog dengan ratusan Kabarias (dealer sampah) untuk membawakan saya sampah kertas, kardus, tas belanja, plastik, kaca, dan logam. Saya membayar mereka dengan benar, mental mereka pun mulai berubah," katanya kepada Hindustan Times.
Wanita itu sempat kekurangan dana untuk membayar pedagang sampah. Nargis bahkan sampai harus meminjam dari rentenir. Dengan sampah-sampah yang ia terima, Nargis mengubahnya menjadi berbagai barang, termasuk bantal dan toilet.
Gempa di Pakistan
Setelah terjadi gempa di Pakistan, wanita itu memasok "blok Wastik" yang terbuat dari tas belanja untuk membangun rumah-rumah sementara. Sejak gempa 2005, ia telah membangun 150 rumah yang kemudian disebut rumah perak itu. Meski ada banyak rumah yang dibangun, meyakinkan warga untuk tinggal di dalamnya bukanlah tugas yang mudah.
"Mereka tak mau tinggal di 'rumah sampah,' padahal ini bahan bersih. Plastiknya dari plastik daur ulang. Saya sempat kesulitan membuat mereka mengerti."
Selain masalah tersebut, Nargis juga mendapat kendala terkait penurunan tenaga kerja. Awalnya ada 70 orang yang bekerja untuknya, kini hanya tersisa tujuh karena kesulitan dana.
"Saya berharap ada bantuan dana tapi saya tak akan berhenti. Ini sudah panggilan hidup saya," pungkas dia.
(Sul/Ul)
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini.
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement