Liputan6.com, Semarang Santa Cicilia Sinabariba, gadis kelahiran 15 Oktober 1996 yang dibesarkan di lingkungan yang memiliki budaya Minangkabau. Salah satu hal yang sangat disyukuri oleh gadis yang akrab di sapa Ici ini yaitu sampai saat ini masih tumbuh di lingkungan yang majemuk. Bahkan sudah merayakan perbedaan jauh sebelum dijajajah oleh rasisme yang saat ini menjamur.
Baca Juga
Advertisement
Di Kota Solok, nama kota tercinta dan menjadi saksi sejarah sebagian perjalanan hidupnya, ia tumbuh dan menghabiskan pendidikan mulai dari TK hingga bangku SMP. Setelah menyelesaikan bangku menengah pertama, ia memilih untuk tinggal jauh dari orangtua dan mencoba hidup mandiri dengan merantau ke Kota Medan. Memang, Medan bukan lagi asing bagi Ici, tapi dirinya tetap butuh penyesuaian dengan lingkungan, dan harus bisa buktikan kepada orangtuanya bahwa ia bisa.
Di SMA secara perlahan-lahan ia mulai mewujudkan mimpinya untuk menjadi jurnalis. Ici terpilih menjadi Ketua OSIS dan memenangi beberapa perlombaan. Ia meulai semuanya dan semakin berani tampil di hadapan umum.
Masuk ke dunia perkuliahan, bukan tanpa alasan Ici memilih jurusan komunikasi. Semua berangkat dari mimpi yang tak hanya ingin dijadikan imajinasi olehnya. Semakin ia berusaha wujudkan mimpi itu dengan mengambil mata kuliah jurnalistik. Usahanya tidak hanya berhenti disitu, menjadi jurnalis ternyata tidak hanya menjadi cita-cita yang akan berubah beberapa tahun lagi. Ici pun bergabung dengan organisasi broadcasting di universitas dan atas kepercayaan teman-teman yang selalu ia banggakan, kini Ici menjadi pemimpin redaksi.
Ici sadar, mimpinya masih jauh di depan, jalannya pun ia tidak tahu harus memilih untuk belok ke kiri atau ke kanan atau justru harus lurus. Hingga akhirnya dirinya terpilih menjadi salah satu finalis dari Citizen Journalist Academy. Mimpinya justru semakin naik dan usaha nya untuk menggapainya pun harus semakin keras.
Hingga suatu malam, ia percaya bahwa dirinya harus menghidupi dirinya sendiri. Di atas sebuah kertas putih, Ici gambarkan sebuah garis dengan cabang-cabang kesana kemari, yang kemudian menjadi panduan baginya untuk benar-benar meraih mimpi yang sampai kini pun belum berhenti dan terus meninggi.
Â
Ici semakin meyakinkan dirinya, sebelum usia 25 tahun ia harus sudah menjadi Produser sebuah program khususnya program news. Dirinya tidak ingin menargetkan di media mana ia harus mengeksekusinya, karena ia percaya, ada alasan sendiri mengapa dirinya suatu saat nanti ditempatkan/menempatkan diri di media tersebut. Selanjutnya, sebelum usia 30 tahun ia harus sudah menjadi executive producer, menghandle beberapa program dan bisa bekerjasama dengan orang-orang yang pastinya hebat. Di usia ke 37 tahun, ia harus sudah menjadi pimpinan redaksi sebuah media televisi nasional.
Pencapaian tertingginya adalah ketika ia pada akhirnya bermanfaat bagi orang lain. Suatu saat nanti, ia pasti akan keluar dari dunia jurnalistik, ketika ia benar-benar sudah mencapai titik tertinggi di sebuah media. Tapi, ia tidak ingin sampai disitu, banyak hal lain yang ingin ia lakukan, termasuk salah satunya mendirikan panti asuhan.Â
Satu-satunya cara untuk mewujudkan mimpi menurutnya adalah bangun dari tidur. Berusaha dan berdoa, karena siapa yang menanam dia pula yang memanen, kecuali jika tanamannya tidak dihidupi dan disirami dengan air.
Â
Penulis:
Santa Cicilia Sinabariba – Universitas Diponegoro
Finalis Citizen Journalist Academy – Energi Muda Pertamina Semarang
Â
Ikuti juga liputan dan kegiatan Finalis Citizen Journalist Academy - Energi Muda Pertamina dari 3 kota di Indonesia melalui www.liputan6.com/pages/energi-muda-pertamina. Program creative mentorship dari Redaksi Liputan6.com, Indosiar bekerjasama dengan Pertamina untuk 90 mahasiswa kreatif yang telah lolos seleksi dari ribuan pendaftar di Jabodetabek, Semarang & Balikpapan