Liputan6.com, Jakarta - Ada banyak dari kita bermimpi bisa keliling dunia. Namun, yang benar-benar mewujudkannya bisa dihitung dengan jari. Famega Syavira Putri satu di antaranya.
Baca Juga
Advertisement
Famega keliling dunia, dengan perjalanan darat dari Indonesia ke Afrika melewati 18 negara dan 44 kota selama lebih dari 4 bulan. Dia menempuh 23.181 kilometer dalam perjalanan ini, atau lebih dari setengah lingkar bumi.Â
Perjalanannya dari Indonesia dimulai dari Dumai, menyeberang dengan kapal ke Malaka, Malaysia. Dari Malaysia, dia melanjutkan perjalanannya dengan bus dan kereta ke Thailand, Laos dan Vietnam. Jalan darat di daerah ini artinya menyusuri jalanan yang bergelombang dan sempit, serta kesabaran ekstra menunggu antrean di perbatasan darat.
Dari Hanoi, dia naik kereta ke Tiongkok, lalu berkereta ke Mongolia. Selama seminggu dia menjelajahi negeri asal Jengis Khan itu. Famega lalu melintasi Rusia dengan menyusuri jalur kereta Trans Siberia sejauh 6000 km dari Ulan Ude hingga Moskow, lalu melanjutkan perjalanan ke St Petersburg. Selanjutnya adalah melintasi Uni Eropa dan singgah di Estonia, Latvia, Lithuania, Polandia, Republik Cek, Swiss, Prancis, dan Spanyol. Dari Tarifa, Spanyol, Famega menyeberangi Selat Gibraltar dengan kapal sebelum menginjakkan kakinya di Benua Afrika, tepatnya di Kota Tangier, Maroko.
Seluruh perjalanan ini dilalui dengan jalan darat dan laut tanpa sekali pun menggunakan pesawat terbang. Kecuali sekali di Praha, saat dia memutuskan untuk naik pesawat, tapi tidak ikut saat pesawat itu mendarat. Famega melompat dari atas pesawat, alias terjun payung tandem.Â
Menurut Famega, perjalanan darat adalah cara untuk melihat berbagai tempat secara lebih dekat. Dengan melakukan perjalanan sendirian, dia seperti dipaksa untuk bersosialisasi dan mengobrol dengan orang-orang asing yang ditemui di sepanjang perjalanan. "Makin banyak kota dan negara yang dilewati, mereka makin tampak serupa. Yang membuatnya berbeda adalah kebaikan hati dan cerita orang-orang yang pernah saya temui di sepanjang jalan," kata dia.
Â
Â
Â
Â
Negara yang paling berkesan
Menurut Famega, empat bulan adalah waktu yang singkat untuk melakukan perjalanan melewati 18 negara. Dia sebenarnya ingin tinggal lebih lama, misalnya di Rusia, tapi visa Rusia yang dia miliki hanya untuk tiga pekan, sehingga mau tak mau dia harus melanjutkan perjalanan.
Rusia adalah salah satu negara yang paling mengesankannya dalam perjalanan ini. "Selama ini saya punya banyak praduga tentang Rusia, misalnya, orangnya tidak ramah. Tapi ternyata mereka sangat ramah dan penolong. Pengalaman saya saat travelling di Rusia memutarbalikkan anggapan miring selama ini," kata Famega.
Â
Ada banyak suka dan duka yang dia alami sepanjang perjalanan. Sebagian besar pengalamannya positif. "Saya selalu merasa aman sepanjang perjalanan, dan hampir tidak pernah mengalami hal buruk," kata dia. Melihat sendiri tempat-tempat yang selama ini cuma bisa dibayangkan dari buku dan film, makan makanan lokal, dan tentunya bertemu dengan warga setempat menjadi hal yang paling mengesankan.Â
Dia juga melihat perubahan cuaca dari Indonesia yang panas, makin lama makin sejuk hingga suhu di bawah nol di Siberia. "Saya pikir Siberia pada bulan Mei sudah sedikit hangat, tapi ternyata masih hujan salju, dan Danau Baikal masih beku," kata dia. Suhu mulai menghangat saat masuk musim panas di Eropa, hingga mencapai puncaknya di Maroko, saat suhu mencapai 46 derajat Celsius. Semua perubahan itu dialaminya hanya dalam waktu singkat, yakni 4 bulan.
Advertisement
Persiapan dan anggaran
Perjalanan ini disiapkan dalam waktu yang cukup singkat. Kira-kira hanya dalam waktu dua bulan, termasuk satu bulan pontang-panting ke sana ke mari mengurus berbagai macam visa.
Sebagai orang Indonesia, visa menjadi salah satu persiapan utama. Untungnya, Malaysia, Thailand, Laos, Vietnam memberlakukan bebas visa untuk WNI. Sehingga, Famega hanya harus menyiapkan empat visa, yaitu visa Tiongkok, visa Mongolia, dan visa Schengen, yang berlaku di banyak negara di Eropa. Setibanya di Maroko, WNI hanya perlu cap karena negara itu memberikan bebas visa untuk Indonesia.
Â
Â
Berapa uang yang dihabiskannya untuk perjalanan ini? "Banyak orang bertanya apakah saya melakukan perjalanan darat agar biayanya lebih murah? Jawabannya tidak," kata Famega. Terbang langsung dari Indonesia ke Maroko akan lebih murah daripada perjalanan darat selangkah demi selangkah.
Menurut Famega, dia berusaha menekan pengeluaran sebisa mungkin. Selama di Asia Tenggara, anggarannya masih agak longgar karena makanan dan transportasi di Malaysia, Thailand, Laos dan Vietnam tidak lebih mahal daripada Jakarta. Ada ojek online dan para penjual kaki lima yang sangat membantu berhemat. Penginapan pun sangat murah dengan standar yang baik. Demikian juga dengan Tiongkok.
Di Rusia dan Eropa, harga mulai menjadi mahal. Terutama di negara-negara yang menggunakan mata uang euro. Untuk menghemat, Famega berbelanja dan masak sendiri. Untungnya selalu ada dapur di hostel di Rusia dan Eropa di mana para tamu hostel bisa menggunakannya untuk memasak. Untuk penginapan, di beberapa negara dia menginap di rumah warga setempat dengan menggunakan website Couchsurfing, atau menumpang di rumah teman. Dia bahkan juga melakukan hitchhiking, alias menumpang mobil yang lewat.Â
Tidak takut? "Saya kadang merasa takut dan ragu, tapi kadang-kadang apa yang kita takutkan hanya ada di pikiran saja. Yang penting terus maju, selangkah demi selangkah," kata dia.Â
Bagaimana menurutmu? Tertarik mengikuti jejaknya?
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: