Liputan6.com, Jakarta - Berbagai kepercayaan membalut aktivitas seksual yang satu ini. Dari lutut kopong hingga rambut rontok.
Masturbasi atau onani merupakan aktivitas seksual yang dilakukan seorang diri dengan merangsang organ intim atau area sensitif. Masturbasi bisa dilakukan oleh pria maupun wanita.
Advertisement
Baca Juga
Di kalangan masyarakat sempat beredar omongan bahwa masturbasi bikin lutut kopong. Akan tetapi, anggapan itu terbukti salah. Dan kini ada lagi yang menyebut masturbasi bikin rambut rontok. Benarkah demikian?
Dikutip dari hellosehat.com, jawabannya tidak. Masturbasi tidak membuat rambut Anda rontok. Beberapa penelitian kecil menunjukkan adanya kaitan peningkatan kadar hormon androgen dihydrotestosterone (DHT), hormon pemicu kebotakan yang diubah dari hormon testosteron hasil dari rangsangan masturbasi.
Peningkatan DHT memang berperan menyebabkan rambut lebih rontok, tetapi masturbasi tidak ditemukan menjadi penyebab tunggal dari peningkatan tersebut.
Teori lain mengungkapkan bahwa masturbasi mengurasi ketersediaan protein dalam tubuh karena disalurkan lewat air mani yang keluar saat ejakulasi.
Begini penjelasannya
Rambut terbuat dari protein khusus yang disebut keratin, dan air mani memang mengandung protein. Akan tetapi, teori ini tidak bisa dijadikan bukti kuat karena protein yang dikeluarkan saat ejakulasi tidak cukup banyak untuk dapat berefek besar pada kerontokan rambut.
Intinya, tidak ada bukti ilmiah medis untuk mendukung mitos yang bilang masturbasi bikin rambut rontok. Rambut rontok pada umumnya disebabkan oleh kondisi yang disebut sebagai telogen effluvium (TE). Kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain penuaan alami, stres fisik dan mental, serta kehamilan.
Akan tetapi, jika jumlah kerontokan rambut yang Anda alami sangat banyak di luar batas wajar, lebih dari 100 helai per hari, tidak ada salahnya untuk berkonsultasi ke dokter.
Rambut rontok parah tidak disebabkan oleh masturbasi, melainkan mungkin disebabkan oleh penyakit autoimun seperti alopecia areata, lupus, hingga sindrom ovarium polikistik (PCOS).
Sumber: Feed Merdeka
Advertisement