Citizen6, Bali: Tengkorak manusia ditemukan di bawah Pos Pantai Rening saat abrasi semakin parah. Semakin hari abrasi di Pantai Rening, Desa Baluk, Bali, memang semakin parah, Bahkan setelah air pasang akhir pekan lalu, pos penjagaan obyek wisata tergerus nyaris seperempat bangunan induk. Warga khawatir, bila tidak segera ditangani, pos yang sehari-hari ditempati para penjaga Pantai Rening itu nasibnya akan serupa dengan Pos Polair di Pantai Candikusuma. Selain itu setelah air laut pasang akhir pekan lalu, petugas yang mengecek kondisi di bawah pos menemukan sebuah tempurung tengkorak beserta tulang belulang manusia.
Belum diketahui pasti asal-usul tempurung tengkorak misterius itu. Tetapi petugas dan warga sekitar menduga itu merupakan salah satu tengkorak korban Gerakan September Tiga Puluh (Gestapu), 1965 lampau. Salah seorang petugas penjaga pantai, Ketut Sudiarsa yang ditemui Minggu (19/6) mengatakan, tempurung itu ditemukan di sekitar tanah pos pemeriksaan setelah tergerus ombak.
Selain tempurung tengkorak juga didapati sejumlah bagian tulang belulang manusia. “Tidak ditemukan secara utuh, hanya beberapa saja, tapi itu tulang manusia,” tandasnya. Sudah menjadi hal yang biasa bagi warga sekitar jika mendapati tulang belulang manusia itu. Pasalnya pada 2000 lalu, di lokasi yang nyaris berdekatan, juga ditemukan belasan tengkorak manusia dan tulang belulang.
Dibandingkan kondisi Pantai Rening saat ini, dulu bibir pantai masih menjorok jauh hingga puluhan meter. Namun setelah terjadi abrasi yang mengikis setiap tahun makin lama air semakin dekat, dan saat abrasi itu ditemukan banyak sekali tulang belulang. Menurut Ketut, dari informasi para orang tua, di kawasan itu memang dulunya menjadi lokasi kuburan massal korban Gestapu 1965.
“Sepanjang pantai ini menurut cerita, dahulunya menjadi kuburan massal Gestapu. Dan mungkin tulang-tulang manusia itu dari kuburan itu,” tambah Wayan Suarma, penjaga lain. Kala itu, kurang lebih sepanjang 10 meter di bibir pantai pernah ditemukan tulang belulang manusia, namun oleh warga dibiarkan saja, dan lambat laun hanyut dengan sendirinya terseret arus air laut. Dengan ditemukan satu lagi, para petugas setempat tidak heran lagi, menurut mereka kemungkinan itu sisa dari kuburan yang belum tergerus.
Sejumlah pengunjung yang datang ke Pantai Rening nampaknya tak terlalu menghiraukan. Pasalnya, kondisi pantai yang kotor dengan banyaknya bekas ranting dan akar pohon, menyamarkan tulang belulang itu. Bila tidak dengan seksama, maka sulit menemukan tulang- belulang manusia. Hanya saja mereka menyayangkan kondisi Pantai Rening yang kini mulai hancur akibat abrasi.
Sebuah pohon yang dahulu berdiri kokoh di dekat pos juga ikut roboh, hingga akar-akarnya tercabut. Menurut penjaga pantai, belum lama ini sempat datang petugas dari provinsi yang mengecek abrasi. Dari keterangan mereka, untuk memperbaiki itu harus ada kemauan dari pihak desa dan pemerintah kabupaten membuat proposal perbaikan. Ada celah untuk memperbaiki dengan pos anggaran perbaikan sarana obyek wisata. Selain pantai Rening di Baluk, obyek wisata Pantai Candikusuma di Melaya juga hancur tergerus ombak sejak 2010 lalu. (pengirim: Dewa Darmada )
Belum diketahui pasti asal-usul tempurung tengkorak misterius itu. Tetapi petugas dan warga sekitar menduga itu merupakan salah satu tengkorak korban Gerakan September Tiga Puluh (Gestapu), 1965 lampau. Salah seorang petugas penjaga pantai, Ketut Sudiarsa yang ditemui Minggu (19/6) mengatakan, tempurung itu ditemukan di sekitar tanah pos pemeriksaan setelah tergerus ombak.
Selain tempurung tengkorak juga didapati sejumlah bagian tulang belulang manusia. “Tidak ditemukan secara utuh, hanya beberapa saja, tapi itu tulang manusia,” tandasnya. Sudah menjadi hal yang biasa bagi warga sekitar jika mendapati tulang belulang manusia itu. Pasalnya pada 2000 lalu, di lokasi yang nyaris berdekatan, juga ditemukan belasan tengkorak manusia dan tulang belulang.
Dibandingkan kondisi Pantai Rening saat ini, dulu bibir pantai masih menjorok jauh hingga puluhan meter. Namun setelah terjadi abrasi yang mengikis setiap tahun makin lama air semakin dekat, dan saat abrasi itu ditemukan banyak sekali tulang belulang. Menurut Ketut, dari informasi para orang tua, di kawasan itu memang dulunya menjadi lokasi kuburan massal korban Gestapu 1965.
“Sepanjang pantai ini menurut cerita, dahulunya menjadi kuburan massal Gestapu. Dan mungkin tulang-tulang manusia itu dari kuburan itu,” tambah Wayan Suarma, penjaga lain. Kala itu, kurang lebih sepanjang 10 meter di bibir pantai pernah ditemukan tulang belulang manusia, namun oleh warga dibiarkan saja, dan lambat laun hanyut dengan sendirinya terseret arus air laut. Dengan ditemukan satu lagi, para petugas setempat tidak heran lagi, menurut mereka kemungkinan itu sisa dari kuburan yang belum tergerus.
Sejumlah pengunjung yang datang ke Pantai Rening nampaknya tak terlalu menghiraukan. Pasalnya, kondisi pantai yang kotor dengan banyaknya bekas ranting dan akar pohon, menyamarkan tulang belulang itu. Bila tidak dengan seksama, maka sulit menemukan tulang- belulang manusia. Hanya saja mereka menyayangkan kondisi Pantai Rening yang kini mulai hancur akibat abrasi.
Sebuah pohon yang dahulu berdiri kokoh di dekat pos juga ikut roboh, hingga akar-akarnya tercabut. Menurut penjaga pantai, belum lama ini sempat datang petugas dari provinsi yang mengecek abrasi. Dari keterangan mereka, untuk memperbaiki itu harus ada kemauan dari pihak desa dan pemerintah kabupaten membuat proposal perbaikan. Ada celah untuk memperbaiki dengan pos anggaran perbaikan sarana obyek wisata. Selain pantai Rening di Baluk, obyek wisata Pantai Candikusuma di Melaya juga hancur tergerus ombak sejak 2010 lalu. (pengirim: Dewa Darmada )