Sukses

Wisata Pemandian Belerang Simpur

Pemandian belerang simpur, salah satu potensi alam di Lamsel yang butuh pengembangan

Citizen6, Lampung Selatan: Lampung Selatan (Lamsel) memiliki kekayaan panorama wisata yang menarik, rupanya memang tidak hanya ungkapan semata. Sebagai kabupaten tertua yang telah melahirkan beberapa kabupaten baru, namun nilai eksotis wisata yang ada di Lamsel masih banyak dimiliki. Seperti halnya pemandian belerang simpur yang berada di Desa Babulang, Kecamatan Kalianda, Lamsel ini bisa dijadikan salah satu tempat wisata alam yang bisa dibanggakan, selain satu-satunya sumber yang mengeluarkan belerang langsung dari kawahnya, tempat yang berada di kaki Gunung Rajabasa tersebut juga bisa dijadikan ajang wisata bagi masyarakat sebagai tempat pengobatan penyakit kulit.

“Pemandian belerang simpur ini bisa kita sebut warisan leluhur, karena sudah ada sejak dahulu dan tidak diketahui mulai kapan keberadaannya. Masyarakat yang berkunjung kesini kebanyakan karena ingin mengetahui kemurnian belerang yang baru diambil dari kawahnya, karena disini asli dari sumber kaki Gunung Rajabasa,” kata Bustomi, salah satu pengelola belerang simpur, Minggu (26/6).

Menurut Bustomi, belerang simpur ini sudah dikenal masyarakat sejak lama, banyak pengunjung dari berbagai daerah yang sengaja mengunjungi tempat ini. Namun, saat ini yang menjadi kendala yaitu fasilitas infrasturuktur dan bangunan yang sangat tidak menunjang, sehingga pengunjung mengalami kendala jika datang ke lokasi ini. Padahal, masyarakat mengenal belerang simpur ini sebagai tempat pengobatan kulit, yang salama ini sudah terkenal di masyarakat.

“Sayangnya tempat ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah, padahal jika dikembangkan dengan baik sangat bermanfaat untuk perkembangan Lampung Selatan, terutama pada objek wisatanya. Belerang simpur ini juga, satu-satunya belerang yang ada di Lamsel yang mengeluarkan belerang dari dalam kawah kaki Gunung Rajabasa,” ungkapnya.

"Selama ini pengelolaan yang dilakukan hanya sebatas kemampuan perorangan dan tradisional, permintaan biaya hanya sebatas menjaga parkir karena jauh dari tempat pemandian dan menjual bubuk beleraang yang sudah dikemas dengan harga 3.000 rupiah per bungkus. Dari hasil penjualan tersebut, hanya cukup untuk kebutuhan dalam mengelola pemandian belerang simpur," tutur Bastomi.

“Jika ada fasilitas yang memadai, dan infrastruktur yang cukup, saya yakin tempat ini banyak dikunjung oleh masyarakat. Karena selama ini semenjak saya menjaga tempat ini, tidak ada fasilitas umum yang tersedia untuk pengunjung yang terlihat layak. Hanya sebatas pengelolaan secara tradisional yang bisa dilakukan tanpa adanya dorongan biaya,” tambahnya. "Pihaknya sangat berharap jika pengembangan tempat pemandian belerang simpur ini bisa dikembangkan oleh pemerintah daerah, sehingga benar-benar dikelola dan dimanfaatkan dengan baik untuk kelangsungan masyarakat banyak. “Saya sangat berharap itu bisa terwujud, dan dikembangkan dengan baik oleh pemerintah. Selain bermanfaat untuk wisata, juga banyak masyarakat yang turut serta dalam mengelola perwisataan tersebut untuk menambah penghasilan perekonomian,” pungkasnya. (Pengirim: Agus setiawan)


    EnamPlus