Liputan6.com, Jakarta - Perihal dihapusnya persyaratan dalam peraturan menteri tenaga kerja (permenaker) beberapa tahun lalu soal tenaga kerja asing (TKA) wajib dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia kembali mengemuka belakangan ini. Hal tersebut mencuat setelah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) diterbitkan pada 26 Maret 2018.
Sebelumnya, persyaratan TKA wajib bisa berbahasa Indonesia tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2013. Kemudian, permenaker itu direvisi menjadi Permenaker Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan TKA yang isinya menghilangkan persyaratan TKA tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Pegiat BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing) Dr Liliana Muliastuti, MPd yang juga merupakan Ketua Afiliasi Pengajar dan Pegiat BIPA (APPBIPA) 2015-2019 menyayangkan hilangnya persyaratan wajib bisa berbahasa Indonesia bagi TKA. Ia mengatakan bahwa persyaratan tersebut sesungguhnya dapat menjadi filter untuk menyaring masuknya TKA ke Indonesia.
“Hal ini strategis untuk melindungi SDM Indonesia dan bahasa Indonesia. Selain itu, hasil penelitian ILO (Organisasi Buruh Internasional) juga menyatakan bahwa pekerja imigran yang menguasai bahasa setempat akan lebih berkinerja baik dibandingkan yang tidak,” ungkap Liliana.
Senada dengan Liliana, pengajar BIPA di Language Training Center, USA, Dyan Widya Anggrainy, juga sangat menyayangkan atas dihapusnya persyaratan bagi TKA tersebut. Menurut dia, sebaiknya tidak hanya warga negara Indonesia yang dituntut perlu menguasai bahasa asing. WNA pun harus mampu berbahasa Indonesia.
“Apalagi WNA tersebut akan bekerja di Indonesia dalam waktu yang lama. Dengan begitu, persaingan kesempatan kerja bukan lagi dengan tenaga kerja Indonesia, tetapi juga dengan tenaga kerja asing. Fungsi bahasa di sini juga bisa diterapkan sebagai proteksi agar tidak terjadi benturan budaya akibat kendala bahasa,” kata pengajar BIPA yang biasa mengajar TKA dengan jabatan vice president dan CEO ini.
Para WNA yang datang kepada Dyan untuk diajarkan juga merasa perlu belajar bahasa Indonesia untuk mempermudah komunikasi dengan rekan kerja dan WNI yang akan sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari, seperti saat mereka memesan makanan di restoran, pesan taksi, pergi ke bandara, belanja, liburan, dan lain sebagainya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bahasa Indonesia Mudah bagi Tenaga Kerja Asing
Selama empat tahun mengajar bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA), Dyan mengamati muridnya dapat belajar bahasa Indonesia dengan baik. Bahkan ada muridnya yang terbukti progresnya sangat cepat walaupun baru delapan kali pertemuan.
Dyan mengatakan, murid-muridnya pun menganggap kosakata bahasa Indonesia mudah dipelajari.
“Menurut mereka tulisan dan cara baca kata dalam bahasa Indonesia juga sama. Selain itu, banyak kosakata yang sudah familier bagi mereka karena tidak beda jauh dari bahasa yang mereka gunakan di negaranya, seperti transportation menjadi transportasi, camicia menjadi kemeja,” Dyan menjelaskan.
Bukan tanpa hambatan, murid-murid Dyan juga menemui kendala saat belajar bahasa Indonesia. Pengajar BIPA yang juga menjabat sebagai Senior Public Relations Consultant di salah satu perusahaan swasta di Jakarta ini mengatakan, mereka perlu latihan ekstra ketika harus memahami kata dasar yang bisa ditambahkan prefiks, sufiks, dan infiks.
“Penggunaan kalimat berimbuhan seperti itu cukup membuat mereka bingung karena seperti yang kita tahu bahasa Indonesia memiliki banyak variasi awalan dan akhiran (me-, mem-, meng-, meny-, ter-, ber-, -an, -kan, -i, dsb),” Dyan menjelaskan.
Advertisement
Perpres Baru: Tenaga Kerja Asing Tetap Harus Belajar Bahasa Indonesia
Persoalan dihapusnya persyaratan wajib bisa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia untuk TKA beberapa tahun lalu sempat menjadi polemik. Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 26 Maret 2018 menjawab hal itu dengan kembali memberi aturan soal bahasa Indonesia untuk TKA pada Pasal 26.
Isi dari aturan baru dalam perpres tersebut, yakni pemberi kerja wajib memfasilitasi pendidikan dan pelatihan bahasa Indonesia untuk TKA. Hal ini kemudian menjadi tugas pemberi kerja untuk bertanggung jawab menfasilitasi TKA. Pemerintah pun tetap harus mengawasi dan memastikan apakah aturan ini dijalankan oleh pencari kerja.
Dengan diwajibkannya pemberi kerja untuk memberi fasilitas pendidikan dan pelatihan bahasa Indonesia bagi TKA pada perpres baru tersebut, menurut saya, TKA tetap harus belajar bahasa Indonesia.
Hilangnya persyaratan TKA wajib bisa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia tidak sejalan dengan kampaye pengutamaan dan politik bahasa Indonesia yang diserukan Badan Bahasa. Padahal, persyaratan tersebut dapat menjadi alat untuk menyeleksi TKA yang akan bekerja di Indonesia.
Dapat dikatakan pula, pemerintah melemahkan aturan yang berkaitan dengan eksistensi bahasa Indonesia. Salah satunya soal UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan yang menitipkan ikhtiar menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional.