Sukses

3 Alasan NASA Tak Lagi Kirim Manusia ke Bulan

Ini alasan kuat mengapa NASA tak lagi mengirimkan orang ke bulan.

Liputan6.com, Jakarta Dalam buku sejarah pasti kita diingatkan tentang siapa orang pertama yang menginjakan kaki di bulan. Ya, Neil Armstrong pernah menjadi pemberitaan yang mengehbohkan dunia karena bersama timnya berhasil mendarat di bulan.

Melalui misi Apollo 11 Neil Amstrong bersama rekannya Buzz Aldrin turun ke satelit alami dari bumi. Walaupun saat ini sempat menjadi momen paling bersejarang, saat ini National Aeronautics and Space Administration (NASA) telah melakukan banyak ekspedisi ke planet lain.

Lantas kenapa ya NASA tidak kembali mengirimkan manusia ke bulan. Kabar terakhir adalah pengiriman Apollo 17 untuk misi NASA pada Desember 1972. Lalu beberapa dekade kemudian, NASA berencana mengirim orang kembali ke bulan tetapi belum berhasil.

Setelah diselidiki ada tiga alasan mengapa NASA belum lagi mengirim orang ke bulan, berikut rangkumannya:

2 dari 4 halaman

1. Biaya makin mahal

Misi NASA mengirim manusia ke bulan juga perlu biaya. Menurut Undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Donald Trump pada Maret 2017, NASA hanya memiliki anggaran tahunan sekitar USD 19,5 miliar. Anggaran ini bisa meningkat pada 2019 menjadi USD 19,9 miliar.

Dari dana tersebut, akan dibagi lagi ke beberapa proyek lain seperti James Webb Space Telescope, proyek roket raksasa yang disebut Sistem Peluncuran Ruang, dan misi yang sangat jauh dari matahari, Jupiter, Mars, Sabuk Asteroid, Sabuk Kuiper, dan ujung tata surya. Anggaran NASA ini dinilai kecil dibandingkan masa lalu.

"Bagian NASA dari anggaran federal mencapai puncaknya pada 4 persen pada tahun 1965. Selama 40 tahun terakhir itu tetap di bawah 1 persen, dan selama 15 tahun terakhir menjadi 0,4 persen dari anggaran federal," kata Astronot Apollo 7 Walter Cunningham mengatakan selama kesaksian kongres 2015.

Laporan 2005, NASA memperkirakan untuk kembali ke bulan akan menelan biaya sekitar USD 104 miliar. Kalau dihitung untuk tahun ini memakan biasa USD 133 miliar, sekaligus inflasi, selama sekitar 13 tahun. Program Apollo berharga sekitar USD 120 miliar dalam dolar hari ini.

 

3 dari 4 halaman

2. Masalah politik

Trump pernah mengatakan akan mengirim astronot pada 2023. Tapi janji itu diucapkan jika dia terpilih kembali menjadi presiden AS. "Mengapa Anda percaya pada apa yang dikatakan presiden tentang prediksi sesuatu yang akan terjadi di dua pemerintahan di masa depan?" kata Chris Hadfield, eks astronot untuk Badan Antariksa Kanada (CSA) dan juga NASA. "Itu omomg kosong."

Dari pemikiran astronot, ini semua tentang misi NASA. Proses merancang, dan menguji pesawat ruang angkasa yang bisa membuat orang sampai ke luar angkasa. "Saya ingin presiden berikutnya mendukung anggaran yang memungkinkan kami untuk menyelesaikan misi, apa pun misi itu," kata astronot Scott Kelly.

NASA menghabiskan USD 9 miliar selama lima tahun untuk merancang, membangun, dan menguji pesawat untuk program manusia luar angkasa itu. Namun setelah Barack Obama mulai berkuasa dan Kantor Akuntabilitas Pemerintah merilis laporan tentang ketidakmampuan NASA untuk memperkirakan biaya Constellation, akhirnya Obama membatalkan program dan menandatangani roket Peluncuran Ruang Angkasa (SLS) sebagai gantinya.

Trump belum menghapus SLS. Tapi dia sudah mengubah tujuan Obama meluncurkan astronot ke asteroid, bulan dan misi Mars. "Saya kecewa karena mereka sangat lamban dan mencoba melakukan sesuatu yang lain," kata astronot Apollo 8 Jim Lovell kepada Business Insider pada tahun 2017.

4 dari 4 halaman

3. Masalah teknis

Selain masalah dana dan masalah dengan Trump, rintangan kembali ke bulan adalah masalah permukaan di bulan. Setelah sampai di bulan, stronot akan dihadapkan dengan ribuan dampak meteorit, regolith, yang juga disebut debu bulan.

Madhu Thangavelu, seorang insinyur aeronautika di University of Southern California, menulis pada 2014 bahwa bulan tercakup dalam "lapisan debu bulan halus, seperti beberapa inci di beberapa daerahnya, yang bersifat elektro-statis yang bisa merusak ruang antariksa, kendaraan, dan sistem dengan sangat cepat."

Peggy Whitson, seorang astronot yang tinggal di ruang angkasa selama total 665 hari, baru-baru ini mengatakan kepada Business Insider bahwa misi Apollo punya banyak masalah dengan debu. "Jika kita akan menghabiskan waktu lama dan membangun habitat permanen, kita harus mencari cara untuk mengatasinya," kata Whitson.

Ada juga masalah dengan sinar matahari. Selama 14,75 hari sekali, permukaan bulan seperti pemandangan neraka yang mendidih karena langsung terpapar sinar matahari. Dan bulan tidak memiliki atmosfer pelindung. 14.75 hari berikutnya dalam kegelapan total, membuat permukaan bulan salah satu tempat terdingin di alam semesta.

Reporter

Fellyanda Suci Agiesta

Sumber: Merdeka.com