Sukses

Situs Batu Buli Dijadikan Kawasan Tambang Marmer

Kawasan cagar budaya Gunung Batu Babi Gua Batu Buli yang sekitar 1999 silam sempat menjadi pusat perhatian nasional. Belakangan cagar budaya ini menjadi areal eksplorasi pertambangan batu marmer PT Sendang Artha Nusantara (SAN).

Citizen6, Lumbang: Kawasan cagar budaya Gunung Batu Babi Gua Batu Buli yang sekitar 1999 silam sempat menjadi pusat perhatian nasional. Hal ini karena ditemukannya fosil manusia purba serta temuan pendukung lainnya di kawasan tersebut. Belakangan cagar budaya ini menjadi areal eksplorasi pertambangan batu marmer PT Sendang Artha Nusantara (SAN).

Masuknya perusahaan tambang tersebut membuat banyak pihak bertanya-tanya, siapa yang telah memberi izin. Padahal kawasan tersebut jelas-jelas dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Cagar Budaya. Di mana pihak Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalsel setiap bulan selalu mengeluarkan honor bagi juru pelihara di kawasan tersebut. Usut punya usut, ternyata warga menemukan bukti legalitas operasional PT SAN berasal dari tangan orang Nomor Satu di bumi Saraba Kawa sendiri alias Bupati Tabalong Drs H Rachman Ramsyi melalui SK bernomor: 188.45/395/2011 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi Batuan Lokasi Kabupaten Tabalong Seluas 64,9 Ha Atas Nama PT Sendang Artha Nusantara milik Mulyono, warga Menganti, Gresik, Jawa Timur.

Hal itu semakin membuat berang warga. Sekitar 200 warga mendatangi lokasi dan membentangkan tali di seputar gunung tersebut. Hal ini mereka lakukan untuk menyetop seluruh aktivitas PT SAN. Warga juga menggalang dukungan tanda tangan bukti penolakan yang sekarang jumlahnya sudah hampir mencapai 1.500. Menyusul Surat Penolakan yang mereka kirimkan antara lain kepada DPRD Kab. Tabalong, dan Bapedalda. Secara teknis telah mengeluarkan Rekomendasi Surat Persetujuan Dokumen Upaya pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) untuk PT SAN.

Surat- surat tersebut berasal dari berbagai lapisan masyarakat, diantaranya dari Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Batu Buli Desa Lumbang Kecamatan Muara Uya, Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) Tabalong, LSM Langsat, LSM Akar Ilalang, dan Gerabat Adat “Bawo Uwie” Tabalong. Berisi sejumlah argumen penolakan, seperti yang disampaikan Kelompok Adat wilayah Jaro, Muara Uya bahwa selama ini aparat desa tidak pernah mengadakan pertemuan atau musyawarah dengan masyarakat terkait masuknya investor. Beroperasinya perusahaan hanya akan membuat keresahan masyarakat yang akan berdampak negatif terhadap pertanian atau perkebunan. Masyarakat juga khawatir cagar budaya situs Gua Babi akan rusak.

Balai Arkeologi Banjarmasin dalam suratnya kepada Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Tabalong menjelaskan bahwa Kawasan pegunungan Batu Buli di Desa Randu, Kecamatan Muara Uya telah didata sejak 1995-1999. Hasilnya antara lain menunjukkan bahwa terdapat tiga gua, yaitu Gua Babi, Gua Cupu, dan Gua Tengkorak yang mengandung peninggalan masa lampau (prasejarah). Ditandai oleh banyaknya temuan alat-alat batu, perhiasan batu, gerabah serta kerangka manusia ribuan tahun. Sehingga kawasan ini memiliki nilai budaya dan ilmu pengetahuan yang sangat tinggi. Ketiga Gua tersebut bahkan telah memiliki Register Nasional bernomor 2/24-09/ /06 tahun 1995 yang dikeluarkan oleh Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (sekarang Direktorat Tinggalan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata). Sehingga statusnya dilindungi oleh UU Cagar Budaya No 11 tahun 2010.

Untuk menghindari getaran yang berpotensi keruntuhan, maka Dinas Purbakala Banjarmasin melarang PT SAN menggunakan bahan peledak. Di samping itu, kegiatan harus berjarak minimal 50 m dari Gua, karena merupakan area yang masih mengandung data-data arkeologis. Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Tabalong, Drs Nanang Mulkani menjelaskan bahwa untuk sementara ini, pemerintah hanya memberi izin eksplorasi. "Saat ini baru izin eksplorasi, belum produksi. Walaupun saat ini mereka sudah mengajukannya," ujar Nanang. Menurutnya perlu dibedakan, antara izin eksplorasi dengan pembebasan lahan. Karena walau perizinannya dari Menteri sekali pun, kalau perusahaan tidak bisa mengkondisikannya dengan masyarakat, maka izin tidak akan berarti apa-apa.

“Setahu kami, masyarakat di sana welcome saja. Jadi perlu dipertanyakan kembali masyarakat mana yang dimaksud. Atau mungkin ada pihak-pihak yang sengaja mengatasnamakan masyarakat untuk kepentingan tertentu. Dan perlu diketahui bahwa sebelum perusahaan masuk ke sana, saat tim arkeologi berkunjung, cagar budaya tersebut sudah rusak oleh aktivitas masyarakat,” tudingnya. Ditambahkan Nanang bahwa menurut hasil penelitian, potensi batu Marmer di Gunung Batu Buli tidak akan habis walaupun terus ditambang selama 100 tahun.

Dalam jangka waktu tersebut, ia diyakinkan pihak investor bahwa penambangan tidak akan sampai ke situs cagar budaya Gunung Batu Buli. "Paling hanya mendekati dalam jarak yang masih aman," ujarnya. Selain itu, pihak PT SAN juga sudah berjanji akan menyerahkan pengelolaan limbah batuan produksi kepada masyarakat, sehingga warga tidak lagi menjarah batu gunung yang ada di situs tersebut. (Pengirim: Muhammad Rusyadi)