Liputan6.com, Jakarta Kabar duka menyelimuti dunia usaha Indonesia. Pengusaha Eka Tjipta Widjaja meninggal dunia pada Sabtu malam (27/1/2019) di Jakarta pada usianya yang ke-98.
Pria yang memulai bisnisnya di Makassar itu menorehkan sejarah besar di dunia bisnis sebagai pendiri Sinar Mas.
Advertisement
Baca Juga
"Telah meninggal dunia pendiri Sinar Mas Bapak Eka Tjipta Widjaja pada usia 98 tahun. Pada pukul 19.43 WIB, Sabtu, 26 Januari 2019. Jenazah akan disemayamkan di rumah duka RSPAD Gatot Subroto," ujar juru bicara Grup Sinar Mas, Gandhi Sulityanto, Minggu, 27 Januari 2019.
Eka Tjipta Widjaja masuk ke dalam orang terkaya nomor tiga di Indonesia dalam perhitungan akhir tahun 2018 oleh Majalah Forbes. Kekayaannya tercatat mencapai USD 8,6 miliar atau Rp 121,1 triliun.
Kesuksesan Eka Tjipta Widjaja sebagai pendiri Sinar Mas, tidak langsung melewati perjalanan yang singkat. Banyak lika-liku kehidupan yang ia hadapi sejak masih muda.
Berikut perjuangan hidup Eka Tjipta Widjaja yang berhasil dirangkum oleh Liputan6.com, Minggu (27/1/2019) dari berbagai sumber.
Eka Tjipta Widjaja asli Tiongkok yang merantau
Menurut informasi dari Gandhi, Eka Tjipta dilahirkan dari keluarga miskin di Fujian, daerah yang terletak di Republik Rakyat Tiongkok.
Pada tahun 1931, bersama ibunya dia melakukan migrasi ke Makassar, Sulawesi Selatan untuk menyusul ayahnya yang terlebih dahulu migrasi, dikutip dari Merdeka.com, Minggu (27/1/2019).
Dalam usia 9 tahun ia merantau ke Indonesia, bersama sang ibu menyusul ayahnya yang sudah terlebih dahulu memiliki toko kecil di Makassar.
Dua tahun membantu ayahnya, toko yang mereka jalani berkembang maju dan mampu membayar hutang. Penghasilan yang sudah cukup membaik, membuat Eka ingin bersekolah.
Advertisement
Masa muda Eka Tjipta Widjaja yang penuh perjuangan
Hanya mampu menyelesaikan pendidikan hingga sekolah dasar, ia tidak melanjutkan pendidikannya lagi karena masalah ekonomi. Masalah hutang oleh rentenir masih menjadi beban bagi keluarganya.
Ia mulai berjualan keliling di kota Makasar dengan sepedanya. Berjualan dari pintu satu ke pintu yang lain, ia menawarkan permen, biskuit dan barang lainnya di toko milik ayahnya.
Menginjak usia 15 tahun, ia menjadi pemasok kembang gula dan biskuit dengan sepedanya yang melewati hutan-hutan karena jalanan tidak sebagus saat ini. Hasil yang ia dapat hanya sebesar Rp 20.
Saat semua berjalan lancar, ia mampu membeli becak agar barang muatannya semakin banyak. Sayangnya tak berapa lama Jepang datang ke Makassar sehingga usahanya hancur total dan ia menganggur .
Saat ia mencari harapan, ia berkeliling kota Makasar dan sampai di Paotere. Sebuah tempat di pinggir Makassar pangkalan kapal untuk ke Jawa. Ia melihat banyak barang-barang dan bahan pokok yang diangkut serta banyak tentara Jepang yang menjaga.
Akhirnya ia memiliki ide untuk berjualan makanan dan minuman untuk para tentara di kawasan itu.
Sejak saat itu ia mulai berjualan bahan-bahan pokok seperti terigu, arak Cina bahkan semen. Ia juga mulai berlayar ke Selayar (Sulawesi Selatan) untuk mencari bahan-bahan yang bisa dijual.
Menjadi pengusaha di berbagai bidang
Bisnis kelapa sawit
Setelah Jepang mengeluarkan aturan tentang jual beli minyak kelapa, ia sempat rugi besar. Tahun 1980, ia membeli sebidang perkebunan kelapa sawit di Riau dan pabrik beserta mesinnya. Selang setahun bisnisnya berjalan lancar dan ia membeli perkebunan the sekaligus pabriknya.
Bisnis perbankan, kertas dan properti
Ia mulai merintis bisnis bank. Eka membeli Bank Internasional Indonesia yang kemudian berkembang pesat hingga memiliki 40 cabang yang dulunya hanya 2 cabang saja. Aset yang ia dapat mencapai Rp 9,2 triliun. Ia kemudian membeli PT Indah Kiat sebuah pabrik kertas.
Bisnis Sinar Mas
Semua usaha yang dirintisnya tersebut di bawah naungan kelompok usaha Sinar Mas.
Tepat pukul 19.43 WIB pada usia 98 tahun, Eka Tjipta Widjaja konglomerat Sinar Mas Group meninggal dunia karena faktor usia.
“Jenazah disemayamkan di Rumah Duka Gatot Subroto Jakarta,” kata Gandhi Sulistyanto dikutip dari AntaraNews.com, Minggu (27/1/2019).
Ia akan dimakamkan di makam keluarganya di Karawang, Jawa Barat, pada 2 Februari 2019 mendatang.
Advertisement