Liputan6.com, Jakarta Indonesia sebagai negara yang berada di iklim tropis memang memiliki paparan cahaya matahari yang bisa dibilang terik. Tidak semua negara mendapatkan paparan cahaya matahari yang sebenarnya sangat bermanfaat.
Meskipun begitu, tubuh juga ada batasnya dalam menerima panas temperatur lingkungan atau teriknya cahaya matahari.
Advertisement
Baca Juga
Tidak hanya tubuh, otak pun juga bisa menjadi lemot saat kamu berada dalam suhu udara panas. Berikut penjelasan ilmiah udara panas bisa bikin otak lemot yang telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (12/2/2019).
Temperatur suhu di Indonesia pada saat musim panas rata-rata ada pada angka 32 derajat celsius di siang hari dan 29 derajat celsius di malam hari.
Angka ini menunjukan suhu yang cukup panas untuk suatu daerah. Memang angka tersebut tidak sampai menimbulkan kematian akibat panasnya udara seperti yang pernah dialami Jepang.
Tapi tetap saja udara panas membuat kebanyakan orang merasa tidak nyaman untuk lakukan aktivitas dan bahkan bisa berpengaruh pada kesehatan tubuh. Dan suhu yang terus menerus naik ini ternyata berpengaruh pada cara kamu berpikir.
"Ada bukti bahwa otak kita rentan terhadap ketidaknormalan suhu," kata Joe Allen, ko-director dari Pusat Iklim, Kesehatan dan Lingkungan Global di Universitas Harvard dikutip Liputan6.com dari Healthline, Selasa (12/2/2019)
Penelitian Efek Udara Panas pada Mahasiswa
Untuk mempelajari lebih lanjut bagaimana pengaruh udara panas pada otak. Peneliti melakukan penelitian pada orang yang sehat, khususnya pada mahasiswa.
Saat itu penelitian dilakukan di asrama mahasiswa di Boston selama musim panas. Setengah dari siswa tinggal di asrama yang mempunyai sistem AC sentral, dengan suhu udara dalam ruangan rata-rata 21 derajat celsius.
Setengah lainnya tinggal di asrama tanpa AC, dengan suhu udara rata-rata hampir 26-29 derajat celsius.
Para mahasiswa diberikan dua tes sehari selama 12 hari berturut-turut dengan tujuan mengetahui efek udah panas terhadap respon otak.
Satu tes adalah tentang penambahan dan pengurangan dasar yang mengukur kecepatan kognitif dan memori. Sementara tes kedua menilai perhatian dan kecepatan cara berpikir.
"Kami menemukan bahwa siswa yang berada di gedung-gedung non-AC benar-benar memiliki respon yang lebih lambat: 13 persen mempunyai kinerja yang lebih rendah pada tes aritmatika dasar, dan hampir 10 persen pada pengurangan dalam jumlah respon yang benar per menit," jelas Joe.
Hasilnya studi ini yang diterbitkan dalam PLOS Medicine yang mungkin terdengar mengejutkan. Peningkatan suhu tanpa disadari sangat berdampak pada kecepatan seseorang merespons bahkan terhadap hal yang mudah.
Advertisement
Bukti Ilmiah dari Berbagai Ahli
Temuan ini menambah bukti bahwa efek penambahan suhu berdampak pada otak dan mental. Dalam sebuah studi tahun 2006 dari para peneliti di Lawrence Berkeley National Lab menemukan bahwa ketika suhu kantor meningkat, kinerja pekerja mulai menurun.
Studi lain yang lebih baru membandingkan kinerja pekerja di bangunan non AC dan pekerja yang bekerja di bangunan kantor dengan AC.
Mereka menemukan penurunan fungsi kognitif terkait dengan kondisi di lingkungan dalam ruangan, termasuk suhu dalam ruangan yang lebih tinggi dan pencahayaan yang buruk.
Ketika menyelidiki hubungan suhu dalam belajar, sebuah studi yang disponsori oleh Harvard Environmental Economics Program menemukan bahwa mengambil tes standar pada hari yang sangat panas berkaitan dengan hasil yang lebih buruk.
Penelitian ini mencakup analisis nilai tes dari siswa di kota New York yang mengikuti serangkaian ujian sekolah menengah.
Masih banyak yang harus dipelajari tentang bagaimana otak dan tubuh bereaksi terhadap panas. Bukti menunjukkan bahwa suhu dalam ruangan dapat memiliki dampak dramatis pada kemampuan kita untuk produktif dan belajar.
Bahkan beberapa sekolah dan universitas mulai memberikan kompensasi belajar pada saat suhu panas terutama ujian.
Â