Liputan6.com, Jakarta Main game memang sangat mengasyikkan dan bisa bikin siapa saja, terutama anak-anak jadi lupa waktu. Tapi apa jadinya jika anak lebih sering duduk di depan layar komputer atau ponsel selama berjam-jam untuk bermain game? Jika dibiarkan, hal tersebut bisa memberi dampak negatif bagi kesehatan fisik dan psikologis anak.
Baca Juga
Advertisement
Bahkan menurut Marc Prensky, pakar pendidikan lulusan Universitas Harvard dan Yale dari Amerika Serikat, anak-anak yang berusia 14 tahun ke bawah merupakan “digital natives” alias penduduk asli yang menghuni dunia digital saat ini.
Seperti yang Liputan6.com lansir dari Science Daily, Selasa (19/2/2019). Berbagai stigma negatif kerap melekat pada video game, mulai dari mengajarkan kekerasan sampai membuat anak menjadi malas belajar.
Para Ilmuwan Mematahkan Stigma Negatif Game
Hal ini membuat para peneliti dari University of Wisconsin-Madison berhasil mengembangkan sebuah game berjudul Crystals of Kaydor yang diklaim mampu mengajarkan rasa empati pada anak.
Game ini menceritakan sebuah robot yang terdampar di planet antah berantah. Demi mengumpulkan puing-puing pesawatnya yang rusak saat mendarat di planet tersebut, robot ini harus berinteraksi dengan alien penghuni planet.
Alien berbicara dengan bahasa yang sangat asing, tetapi mereka dapat menunjukkan ekspresi wajah yang sama seperti manusia.Ekspresi wajah inilah yang menjadi kunci dalam membangun komunikasi antara robot dan alien.
Para anak yang memainkannya diminta untuk mengidentifikasi intensitas emosi yang ditunjukkan melalui ekspresi wajah para alien. Seperti marah, takut, senang, sedih, atau terkejut.
Advertisement
Uji Coba Game Terhadap Anak-anak
Game ini telah diujicobakan terhadap anak usia SMP melalui riset yang didanai Bill & Melinda Gates Foundation. Dalam riset yang dipublikasikan di jurnal NPJ Science of Learning itu, melibatkan 150 anak usia SMP yang kemudian dibagi ke dalam dua kelompok.
Kelompok pertama diminta untuk memainkan game Crystals of Kaydor, sedangkan kelompok lain memainkan Bastion, game yang tidak ditargetkan secara khusus untuk membangun rasa empati.
Setelah dilakukan pengamatan, terbukti bahwa anak yang bermain Crystals of Kaydor menunjukkan adanya konektivitas yang lebih kuat di bagian jaringan otak yang berkaitan dengan rasa empati.
Beberapa di antaranya juga menunjukkan adanya perubahan pengaturan emosi, kemampuan yang begitu krusial pada anak usia SMP.
"Fakta bahwa kemampuan membangun empati dan mengontrol emosi dapat dilatih menggunakan video game merupakan temuan yang penting, karena dua hal ini dapat menentukan kesehatan emosional seseorang dalam jangka panjang.
Keduanya ternyata dapat dilatih kapan saja, dengan atau tanpa video game," ungkap Tammi Kral, salah satu anggota tim peneliti dari University of Wisconsin-Madison, seperti yang Liputan6.com lansir dari Science Daily.
Reaksi Psikolog Tentang Game Crystals of Kaydor
Richard Davidson, profesor psikologi dan psikiatri dari University of Wisconsin-Madison memaparkan, rasa empati merupakan langkah pertama dalam berbagai tahapan yang diperlukan untuk membangun perilaku sosial. Contohnya membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan.
"Jika kita tidak berempati dengan kesulitan yang dialami orang lain, motivasi untuk menolong tidak akan ada," ujar Davidson.
Davidson menambahkan, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh para pengembang video game untuk dapat membuat permainan yang mampu melatih perkembangan anak, tidak sekadar menghibur saja.
Advertisement