Sukses

Belajar Jadi Guru Kreatif dari Tiga Sosok Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Pada dasarnya, setiap manusia memiliki kepribadian yang khas, termasuk cara mengajar guru yang unik

Liputan6.com, Jakarta - Peringatan hari guru di Indonesia dirayakan setiap tanggal 25 November. Tahun ini Kemendikbud mengusung tema “Guru Penggerak Indonesia Maju.” 

Pada dasarnya, setiap manusia memiliki kepribadian yang khas, termasuk cara mengajar guru yang unik dengan berbagai metode dan bertujuan untuk mendorong siswa-siswi untuk maju dan percaya diri menata masa depan.

Berikut tiga sosok pahlawan tanpa tanda jasa yang mengampu bidang studi berbeda dan dapat dijadikan role model di dunia pendidikan untuk membimbing siswa-siswi dengan cara cerdas dan kreatif.

1. Guru Perlu Terbuka, Mengikuti Trend, dan Berbaur dengan Siswa-Siswi

Yohanes Ari, seorang guru komputer SMP sekaligus wakil kepala sekolah yang selalu berusaha mengikuti trend yang tengah digandrungi oleh anak muda. Di tengah waktu luangnya, Ari biasanya menonton kartun atau anime yang sedang populer di kalangan siswa-siswinya.

“Minimal saya tau apa yang lagi jadi obrolan murid-murid. Singgung dikit-dikit, dikaitkan dengan pelajaran. Anak-anak jadi senang belajar. Misal serial anime dihubungkan dengan cara membuat video animasi,” ujar guru yang lahir di bulan April ini.

Biasanya saat jam bel istirahat berdering, Ari mengobrol dengan siswa-siswinya yang sedang makan di kantin atau kooridor sekolah.

“Jadi guru itu harus tarik ulur. Misal lagi santai, ya kita boleh bercanda sama murid. Tujuannya biar lebih mengenal mereka,” jelas pria penyuka kopi ini.

Ari menilai bahwa seorang guru perlu tekun melakukan observasi pada muridnya. Kegiatan pengamatan tersebut membantu Ari memahami hobi dan kepribadian siswa-siswinya.

 

2 dari 4 halaman

2. Setiap Guru Harus Berempati dan Siap Menjadi Pendengar Bagi Siswa-Siswinya

Sementara itu, Yustina Anastasia, seorang guru Bahasa Indonesia kelas 9 juga memiliki metode unik dan efektif dalam mengajar. Di samping mengajar Bahasa Indonesia, ia juga menjadi pelatih PASKIBRA untuk siswa-siswinya.

Yustina melatih murid-muridnya dengan tegas dan penuh wibawa. Sama halnya saat mengajar di kelas. Tentu tujuannya bukan untuk menakuti siswa-siswi, namun mendidik mereka untuk memiliki respect dan fokus pada materi yang disampaikan.

“Ya kalo di luar pelajaran, ada murid curhat, main, ketawa-ketawa ya, nggak papa,” kata guru yang hobi membaca dan menulis.

Menurut salah seorang muridnya, ia sangat senang saat Yustina mengajaknya bergabung di PASKIBRA dan OSIS. Semula, sang murid dikenal sebagai sosok yang penakut dan kurang mengenali potensi dirinya.

“Waktu itu aku nggak daftar OSIS sebetulnya, tapi diajakin gabung. Aku belajar mimpin, belajar berani, jadi orang yang percaya diri,” kata salah seorang siswinya yang sangat menyukai pelajaran Bahasa Indonesia.

Di samping sukses mencetak murid yang percaya diri, Yustina juga memiliki empati yang tinggi, hapal setiap nama siswanya, dan terbuka dengan ilmu psikologi.

 

3 dari 4 halaman

Selanjutnya

Bagi Yustina, tak hanya guru Bimbingan Konseling yang perlu memiliki kompetensi psikologi atau kemampuan mendengarkan yang baik, namun setiap guru perlu belajar untuk berempati dan mendengarkan cerita dari siswa-siswinya. Yustina mengajak para guru untuk tidak menjudge siswa terburu-buru sebelum mendengarkan cerita lengkap mereka.

“Anak-anak di sekolah  saya diminta nulis hal yang dirasakan di buku refleksi. Mereka bisa curhat di sana. Pas baca ada siswa yang butuh didengar, saya panggil, ajak ngobrol. Saya belajar dengerin mereka,” ungkapnya.

Di kelas, guru yang berjiwa sosial ini juga membedah materi pelajaran dengan rinci. Saat muridnya bertanya tentang suatu materi kepadanya, ia tak langsung menjawab. Biasanya ia meminta pendapat muridnya terlebih dahulu, lalu mengajaknya berdiskusi. Ia ingin peserta didiknya memiliki inisiatif dan berani berpikir kritis.

Yustina juga tak segan belajar dan berdiskusi dengan alumninya yang merupakan lulusan dari fakultas psikologi.

“Buat saya, guru harus menginspirasi, punya passion, berekspresi dengan kreatif tapi tetap ikut norma-norma yang berlaku di Indonesia,” kata Yustina mengutarakan harapannya di hari guru, 25 November 2019.

Kemampuan komunikasi interpersonal Yustina yang baik membuat salah satu siswinya mengapresiasinya dengan memberikan Yustina puisi dan karikatur yang mendorong Yustina lebih bersemangat menjalani profesinya.

“Saya enggak lihat hadiah dari mahal atau enggaknya, tapi saya senang karena murid saya ini begitu mengenal saya. Bahasa cinta saya itu pemberian. Hadiah unik dari murid saya bikin saya semangat mengajar,” ungkapnya terharu.

 

4 dari 4 halaman

3. Guru Sebaiknya Pandai Menyesuaikan Diri dan Mengenali Bakat dari Peserta Didiknya

Sementara itu, Untung Subroto Dharmawan, seorang dosen psikologi di sebuah universitas swasta juga memiliki cara seru dalam mengajar. Saat dosen ekspresif ini mengajar mahasiswa, ia piawai dalam memadu-padankan busananya, sehingga ia tetap tampil rapi, sopan namun kekinian.

Ia dijuluki sebagai dosen gaul yang mudah beradaptasi. Para peserta didiknya menganggapnya sebagai seorang teman, bukan dosen yang ditakuti. Salah satu kelas yang diampunya ialah psikologi komunikasi.

Ketika mahasiswanya selesai mempresentasikan suatu materi, hal unik yang dilakukannya ialah memberikan feed back personal, sehingga mahasiswa memahami kelebihan dan kekurangannya. Untung juga piawai dalam menemukan bakat dari seorang mahasiswi yang kurang percaya diri.

“Saya suka kirim mahasiswa ikut lomba, karena saya tau dia sebenarnya punya potensi bagus di sana,” tutupnya. Sebagai pengajar, Untung berusaha memberikan kesempatan kepada peserta didiknya untuk berkembang.

 

Setiap guru tentu bebas berekspresi, berinovasi dalam mengajar dan menggunakan metode tertentu. Namun hal lain yang tak dapat dilupakan oleh seorang guru dalam membimbing siswa-siswinya menjadi lebih maju ialah tidak boleh berhenti untuk tekun belajar, mengajar dengan kreatif, tanpa melupakan norma-norma yang berlaku di Indonesia.

 

Penulis:

Patricia Astrid Nadia