Liputan6.com, Sragen - Pemerintah telah mengimbau masyarakat untuk melakukan karantina mandiri di rumah untuk meminimalisir penularan Virus Corona Covid-19. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang “bandel” dan tak mengindahkan imbauan tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Namun, Pemerintah Kabupaten Sragen memiliki cara unik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Mereka menyediakan sebuah rumah angker untuk mengisolasi masyarakat yang melanggar imbauan pemerintah.
Sebelumnya telah ada dua warga dari Desa Jabung, Kecamatan Plupuh yang menjalani karantina di rumah angker tersebut lantaran tak mau menjalani karantina mandiri di rumah.
“Ada dua warga Desa Plupuh yang sepakat dan mau karantina mandiri tapi di tengah jalan melanggar komitmen itu. akhirnya keduanya dimasukkan ke dalam rumah kosong dan berhantu lalu dikunci dari luar. Kalau mereka bisa patuh semestinya tidak sampai harus dimasukkan di rumah kosong itu lalu dikunci dari luar,” kata Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati.
Yuni, sapaan akrab Bupati Sragen, telah memerintahkan Camat Miri, untuk membersihkan rumah angker di tengah sawah sebagai tempat karantina warga yang menolak karantina mandiri di rumah selama14 hari.
Diisolasi di rumah angker
Tak hanya warga yang bandel, pemudik yang tetap bersikukuh pulang ke Sragen di tengah pandemi Covid-19 juga bakal menjalani isolasi diri di rumah angker tersebut. Kini, pemudik yang menjalani karantina di rumah angker itu bertambah tiga orang dari Desa Sepat, Kecamatan Masaran, Sragen, Jawa Tengah.
Kepala Desa Sepat, Masaran, Sragen, Mulyono mengatakan, Satgas Lawan Covid-19 Sepat memang menyediakan rumah kosong berhantu sebagai tempat karantina untuk warga yang membandel.
Terbaru, ada 5 orang yang dijebloskan ke rumah angker yang disiapkan kepala desa setempat untuk mengisolasi warga dan pemudik bandel.
Advertisement
Pemudik akan diisolasi jika tak lakukan karantina mandiri
Sebelumnya pemudik yang pulang harus datang ke posko Lawan Covid-19 di desa dan mendatangani perjanjian melaksanakan isolasi atau karantina mandiri selama 14 hari.
Kalau pemudik di Sragen menolak karantina mandiri, desa bisa mengambil tindakan tegas, salah satunya memasukkan mereka ke rumah angker.
"Bagi pemudik yang tidak bisa ditahan untuk pulang dan harus tetap pulang tidak apa-apa tetapi harus taat aturan. Kalau tidak mau ikut aturan untuk karantina mandiri ya masukin ke rumah kosong berhantu saja. Di Miri ada rumah yang sangat menyeramkan. Saya minta camat untuk membersihkan rumah itu untuk karantina orang-orang yang bandel. Ya, di tengah sawah Desa Jeruk," ujarnya.
Dia mengatakan komitmen karantina mandiri harus disadari semua pihak untuk menekan kasus penularan Covid-19. Di sisi lain, Yuni juga mengingatkan warga Sragen agar wajib memakai masker saat keluar rumah.