Sukses

Penampakan Masker di Zaman Dulu, Paruhnya Diisi Apa Saja?

Ternyata, penggunaan masker demi kepentingan menjaga diri dari penyakit telah digunakan sejak beberapa abad lampau.

Liputan6.com, Jakarta - Memakai masker sekarang menjadi hal yang lumrah di masyarakat. Terlebih di tengah pandemi Covid-19, semua orang diimbau menggunakan masker demi mencegah penularan penyakit.

Ternyata, pengunaan masker sudah diterapkan untuk mencegah penyakit sejak beberapa abad lampau. Tentu saja, jenis maupun bentuknya berbeda dari yang banyak digunakan saat ini.

Sejarawan Bonnie Triyana menuturkan, masker untuk penggunaan di bidang kesehatan tertua yang bisa dilacak berdasarkan sumber-sumber sejarah berasal dari Eropa. Tepatnya di abad ke 17 Masehi.

"Bentuknya seperti burung, jadi beak mask. Ada paruhnya. Ini dari abad ketujuh belas ini paling tidak masker tertua yang paling bisa kita lacak," ujar Bonnie dalam siaran dialog dari Graha BNPB, Jakarta pada Jumat 28 Agustus 2020.

Masker tersebut digunakan karena memang waktu itu ada wabah. "Menghindari penyebaran penyakit dari udara dan di dalam paruhnya itu diisi sama herbs jadi seperti rempah-rempah yang diperkirakan bisa menghalau penyebaran penyakit," ujar Bonnie.

Video Pilihan

2 dari 4 halaman

Dibuat dari Bahan Seadanya

Bonnie mengungkapkan, wilayah Eropa di zaman dahulu kala memang kerap dilanda wabah seperti kolera hingga flu. "Itu kan menghancurkan. Jadi tingkat kehancurannya cukup tinggi sehingga banyak orang meninggal pada saat itu," ujarnya.

Di masa pandemi Flu Spanyol, masker berbentuk paruh burung sudah tidak lagi digunakan.

"Tahun 1918 sebetulnya penggunaan masker sudah umum di kalangan tenaga medis. Di Amerika misalnya, ketika wabah menyebar, di Amerika utara itu mulai ada kewajiban untuk menggunakan masker dan penduduk Amerika menggunakan itu juga untuk mencegah penyebarannya."

"Masker itu pembuatannya juga seadanya misalnya dari rajutan kaus kaki, dari perban, atau dari kain kasa," kata Bonnie. Selain itu, ada juga inisiatif lain yang membuat dari kain wol tipis.

Untuk di Indonesia sendiri, Bonnie mengatakan dia belum menemukan bagaimana sejarah masker mulai digunakan untuk melindungi diri dari wabah penyakit yang menyerang sistem pernapasan.

"Tapi kalau cara-cara untuk mencegah, atau kalau dalam bahasa sekarang lockdown atau PSBB, dulu sudah ada tindakan demikian. Misalkan satu desa kalau ada yang kena wabah, tidak boleh kemana-mana harus tinggal di rumah, itu sudah ada."

3 dari 4 halaman

Respons Berbeda

 

Bonnie menambahkan, respons dari masyarakat terhadap penggunaan masker memang berbeda-beda. Menurutnya, respons yang berubah-ubah dan bervariasi saat ini tidak lepas dari sejarah. Bonnie meminta masyarakat untuk berkaca dengan sejarah. Saat wabah Flu Spanyol, masyarakat di Amerika Utara sudah menerima penggunaan masker. Mereka sadar bahwa masker bisa melindungi dirinya dari Flu Spanyol.

“Kalau di Amerika Utara mereka menerima itu sebagai sebuah kewajiban dan cara untuk menjaga solidaritas kemanusiaan, supaya mencegah penyebaran pandemi Flu Spanyol," ujarnya.

Berbeda dengan Amerika Utara, masyarakat di Kanada saat itu masih tidak menghiraukan penggunaan masker. Padahal pemerintah Kanada sudah mewajibkan rakyatnya untuk menggunakan masker. Bonnie mengungkapkan, tingkat kesadaran masyarakat Kanada saat itu masih sangat rendah. Selain itu, mereka juga merasa tidak nyaman dan menganggap masker itu suatu hal yang aneh

"Kalau di Kanada responsnya beda. Walaupun diwajibkan, tapi mereka bandel. Mereka tidak mau pakai. Di salah satu tulisan sejarah disebutkan, kalau ada polisi mereka baru dipakai. Jadi kalau ada razia baru dipakai,” ucap Bonnie.

Catatan sejarah itu menurut Bonnie memberikan bukti bahwa respons masyarakat yang berbeda-beda sangat dipengaruhi oleh pemahaman dan pengetahuan seseorang terhadap wabah yang sedang terjadi. Semakin tidak paham, maka akan semakin abai.

4 dari 4 halaman

Upaya Atasi Flu Spanyol

Bonnie mengakui bahwa dirinya tidak menemukan sejarah yang menjelaskan mengenai penggunaan masker di Indonesia pada saat itu. Namun ia mengatakan, tindakan seperti lockdown atau PSBB sudah pernah diterapkan saat wabah Flu Spanyol.

“Seperti lockdown atau PSBB, itu juga dulu pernah ada tindakan demikian. Misalkan di satu desa kalau ada yang kena wabah, itu tidak boleh kemana-mana warganya. Harus tetap tinggal di rumah,” ujarnya.

Kemudian, upaya pencegahan dan pengendalian dilakukan Indonesia saat itu dengan melakukan pendekatan ke masyarakat. Pendekatannya sangat mempertimbangan budaya. Seperti melalui wayang maupun pamflet-pamflet dengan mengadaptasi kisah Ramayana atau budaya setempat.

“Justru pemerintah Hindia Belanda saat itu mencoba menggunakan pendekatan kultur untuk mensosialisasikan bahayanya penyakit ini serta upaya pencegahannya,” tuturnya.

Oleh karena itu, Bonnie menyarankan pemerintah harus melakukan sosialisasi soal wabah ini dengan cara yang kreatif dan menyenangkan. Apalagi jika menyampaikannya ke anak muda. Seperti yang diketahui, banyak ditemui kasus Covid-19 di kalangan anak muda tanpa bergejala.

“Anak muda kan kalau dikasih tau dengan cara yang membosankan, mereka enggak suka. Sehingga materi dan tempat penyampaiannya juga harus diperhatikan,” Bonnie memungkasi.

 

Sumber: Merdeka.com

(Rifa Yusya Adilah/Muhammad Ali)