Citizen6, Trimomukti: Lampung sebagai pemilik bahan baku pisang terbesar, rupanya menjadi alasan terbesar Tubin, warga Desa Trimomukti, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel) menjadi pengusaha keripik. Usaha yang digeluti Tubin selama lima tahun itu, berangsur-angsur meningkat pesat. Kini, dirinya mampu manjadi salah satu produsen keripik pisang yang cukup ternama di Lampung. Dengan merk produknya adalah "Bintang Rasa," dirinya telah mampu memproduksi sebanyak 2.5 kwintal keripik pisang setiap harinya.
Untuk menghabiskan keripik pisang sebanyak itu, Tubin menghabiskan bahan baku pisang sebanyak satu ton. Menurut Tubin adapun jenis pisang yang digunakan adalah pisang ambon dan kapok. “Harga beli di Lampung saat ini sekitar 26 ribu perkilogram. Sedangkan, kerenyahan keripik paling baik adalah 60 hari, setelah diproses dan dikemas,” ungkapnya. Seperti kebanyakan pengusaha keripik pisang di Lampung, Tubin juga menghasilkan keripik pisang dengan variasi rasa asin, manis cokelat dan keju.
Adapun proses pembuatannya, sama dengan pembuatan keripik pisang pada umumnya. Pertama, pisang mentah diserut alias diiris-iris tipis dengan menggunakan alat. Usai digoreng, keripik tersebut dibubuhi rasa sesuai selera. Dalam sebulan Tubin dapat memproduksi keripik selama 25 hari, yang dibantu oleh 15 pekerja. “Dalam satu bulan, saya menghasilkan sekitar lima ton keripik pisang aneka rasa. Selain keripik di serut, keripik lainnya juga dihasilkan dengan cara dioven, dengan oven khusus,” ungkapnya.
Dengan oven khusus tersebut, dapat dihasilkan keripik dengan berbahan baku yang bermacam-macam. Seperti, keripik nanas, keripik nangka, keripik apel dan keripik semangka. Dengan menggunakan oven yang diperuntukan pembuatan keripik tersebut, tidak mengurangi rasa dan kandungan yang ada pada buah yang telah di oven. “Selain keripik dari aneka buah dan rasa, saya juga membuat inovasi berupa keripik jamur tiram. Namun, pada keripik jamur tiram ini, terkendala dengan bahan baku yang sangat sulit didapat,” paparnya.
Untuk pemasaran dirinya telah menjual di daerah Bandar Lampung. Namun, penjualannya tidak dikemas secara khusus, melainkan berukuran 15 kg perkardus. Selanjutnya, dari penerima barang, dikemas sendiri dengan merk dan tampilan sesuai keinginan penjual. Selain di daerah Bandar Lampung, Tubin juga mensuplay melalui distributor di daerah Yogyakarta, bahkan hingga Purwakarta, Semarang, Bandung dan Jakarta.
Pemprov Lampung sangat mendukung usaha keripik pisang yang merupakan oleh-oleh Khas Lampung. “Mengenai bahan baku, saya tidak khawatir. Karena di daerah ini, masih banyak pemasok pisang. Namun, terjadi kesulitan jika di hari-hari tertentu saja terjadi kesulitan bahan baku,” ungkapnya.
Kedepan dirinya berharap agar pemerintah juga mampu memberikan bantuan modal untuk pengembangan usahanya. Karena, selama berjalan usaha,Tubin tidak bisa menunggu hasil penjualannya terlalu lama. Dengan modal seadanya, Tubin hanya mampu menjadi suplayer saja. “Jika ada dukungan modal usaha, akan dibuatkan merk sendiri. Namun, jika dengan dikemas secara
sendiri secara besar-besaran, terkendala modal yang tidak berputar. Karena modal seadanya,” pungkasnya. (Agus Setiawan)
Untuk menghabiskan keripik pisang sebanyak itu, Tubin menghabiskan bahan baku pisang sebanyak satu ton. Menurut Tubin adapun jenis pisang yang digunakan adalah pisang ambon dan kapok. “Harga beli di Lampung saat ini sekitar 26 ribu perkilogram. Sedangkan, kerenyahan keripik paling baik adalah 60 hari, setelah diproses dan dikemas,” ungkapnya. Seperti kebanyakan pengusaha keripik pisang di Lampung, Tubin juga menghasilkan keripik pisang dengan variasi rasa asin, manis cokelat dan keju.
Adapun proses pembuatannya, sama dengan pembuatan keripik pisang pada umumnya. Pertama, pisang mentah diserut alias diiris-iris tipis dengan menggunakan alat. Usai digoreng, keripik tersebut dibubuhi rasa sesuai selera. Dalam sebulan Tubin dapat memproduksi keripik selama 25 hari, yang dibantu oleh 15 pekerja. “Dalam satu bulan, saya menghasilkan sekitar lima ton keripik pisang aneka rasa. Selain keripik di serut, keripik lainnya juga dihasilkan dengan cara dioven, dengan oven khusus,” ungkapnya.
Dengan oven khusus tersebut, dapat dihasilkan keripik dengan berbahan baku yang bermacam-macam. Seperti, keripik nanas, keripik nangka, keripik apel dan keripik semangka. Dengan menggunakan oven yang diperuntukan pembuatan keripik tersebut, tidak mengurangi rasa dan kandungan yang ada pada buah yang telah di oven. “Selain keripik dari aneka buah dan rasa, saya juga membuat inovasi berupa keripik jamur tiram. Namun, pada keripik jamur tiram ini, terkendala dengan bahan baku yang sangat sulit didapat,” paparnya.
Untuk pemasaran dirinya telah menjual di daerah Bandar Lampung. Namun, penjualannya tidak dikemas secara khusus, melainkan berukuran 15 kg perkardus. Selanjutnya, dari penerima barang, dikemas sendiri dengan merk dan tampilan sesuai keinginan penjual. Selain di daerah Bandar Lampung, Tubin juga mensuplay melalui distributor di daerah Yogyakarta, bahkan hingga Purwakarta, Semarang, Bandung dan Jakarta.
Pemprov Lampung sangat mendukung usaha keripik pisang yang merupakan oleh-oleh Khas Lampung. “Mengenai bahan baku, saya tidak khawatir. Karena di daerah ini, masih banyak pemasok pisang. Namun, terjadi kesulitan jika di hari-hari tertentu saja terjadi kesulitan bahan baku,” ungkapnya.
Kedepan dirinya berharap agar pemerintah juga mampu memberikan bantuan modal untuk pengembangan usahanya. Karena, selama berjalan usaha,Tubin tidak bisa menunggu hasil penjualannya terlalu lama. Dengan modal seadanya, Tubin hanya mampu menjadi suplayer saja. “Jika ada dukungan modal usaha, akan dibuatkan merk sendiri. Namun, jika dengan dikemas secara
sendiri secara besar-besaran, terkendala modal yang tidak berputar. Karena modal seadanya,” pungkasnya. (Agus Setiawan)