Liputan6.com, Jakarta - Penjelajahan luar angkasa saat ini bukan lagi menjadi dominasi negeri adidaya seperti Amerika Serikat dan Rusia. Selain negara-negara Eropa, China hingga Uni Emirat Arab juga sudah memulai penjelajahan luar angkasa, termasuk rencana misi ke Bulan.
Badan Antariksa dan Ruang Angkasa Amerika Serikat atau NASA pun merespons perkembangan terkini. NASA bahkan bersedia membayar perusahaan mana pun yang sanggup memberikan mereka batu-batuan dari Bulan.
NASA menantang perusahaan-perusahaan swasta untuk mengambil sampel kecil batuan dari permukaan Bulan. Hanya saja, perusahaan harus membuktikan mereka sudah mengumpulkan sampel bebatuan Bulan dalam wadah kecil. Selanjutnya, mengirimkan gambar dan datanya kepada NASA.
Advertisement
Bila NASA puas dengan temuan itu, mereka akan membeli dengan harga antara USD 15.000 hingga USD 25.000 atau kisaran Rp 225 juta-Rp 375 juta.
NASA pun menginginkan pertukaran tersebut terjadi sebelum 2024. Tahun itu dijadikan patokan batas waktu pengiriman manusia ke Bulan.
Â
Video Pilihan
Uang Muka
Bagi perusahaan yang bisa memenuhi permintaan ini, NASA akan membayar sebagian kecil dari uang tersebut saat memberikan kontrak, dan selama peluncuran. Sisa dana akan diberikan saat sampel telah sampai ke NASA.
Secara terpisah, NASA menyatakan, kemungkinan akan memberikan banyak penghargaan kepada perusahaan yang berhasil mengambil batu tersebut dari Bulan.
Advertisement
Perjanjian Luar Angkasa Internasional
NASA berupaya memperjelas pendiriannya bagi perusahaan. Selama ini terjadi perdebatan internasional mengenai bagaimana menangani hak properti di ruang angkasa.
Sebab, sejak 1967, AS menjadi bagian dari perjanjian internasional Outer Space Treaty yang memberikan pedoman tentang bagaimana negara-negara harus menjelajahi luar angkasa.
Perjanjian ini menyatakan, negara-negara tidak dapat mengklaim kedaulatan di luar angkasa. Dengan demikian, AS tidak bisa mengklaim Bulan sebagai wilayahnya.
Namun karena minat dalam pertambangan sumber daya luar angkasa telah tumbuh dalam beberapa dekade terakhir, AS memegang posisi bahwa siapa pun yang bisa mendapatkan sesuatu dari luar angkasa, benda tersebut adalah jadi hak si pengambil.
Tiongkok dan Rusia Tak Sependapat
"Kami menerapkan kebijakan kami untuk memicu era baru eksplorasi dan penemuan yang akan menguntungkan semua umat manusia," kata administrator NASA Jim Bridenstine dalam unggahan blog.
Tidak hanya AS, negara lain seperti luksemburg pun memegang posisi yang sama. Di mana, perusahaan bisa memiliki sumber daya yang mereka ambil dari luar angkasa.
Sementara itu, Tiongkok dan Rusia mengkritisi ide penggunaan sumber daya angkasa tersebut.
Advertisement