Sukses

Janji Belanda Beri Rp 86 Juta untuk Anak Pejuang Indonesia yang Dieksekusi Mati

Pemerintah Kerajaan Belanda akan membayar kompensasi kepada anak-anak Indonesia yang ayahnya dieksekusi mati pasukan Belanda, dalam perjuangan kemerdekaan negara-negara Asia Tenggara tahun 1940-an.

Liputan6.com, Jakarta - Ada kabar baik dari Belanda. Pemerintah Belanda mengumumkan pada Senin 19 Oktober 2020, mereka akan membayar kompensasi kepada anak-anak Indonesia yang ayahnya dieksekusi oleh pasukan Belanda. Tepatnya selama perjuangan kemerdekaan negara-negara Asia Tenggara pada 1940-an.

Dikutip dari Associated Press, Selasa 20 Oktober 2020, keputusan ini menyusul keputusan pengadilan pada Maret lalu. Ini terkait pemberian kompensasi kepada janda dan anak-anak dari pria yang dibunuh pada 1946-1947 oleh pasukan Belanda di tempat yang sekarang menjadi provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.

Skema kompensasi pun telah ditentukan untuk para janda dari laki-laki yang dibunuh oleh pasukan Belanda di bekas Hindia Belanda selama pertempuran untuk kemerdekaan.

Pengumuman hari Senin itu meluas kepada anak-anak yang dapat membuktikan ayah mereka dieksekusi mati pihak Belanda.

Video Pilihan

2 dari 5 halaman

Kompensasi 5.000 Euro Sekitar Rp 86,7 juta

Dalam sebuah surat yang memberitahukan parlemen Belanda tentang keputusan tersebut, Menteri Luar Negeri Stef Blok dan Menteri Pertahanan Ank Bijleveld-Schouten memaparkan bahwa mereka tidak akan mengajukan banding atas keputusan pengadilan bulan Maret.

Selain itu, mereka juga menawarkan "instrumen yang dapat diakses" untuk mengizinkan anak-anak dari pria yang dieksekusi mati pihak Belanda untuk mengklaim kompensasi 5.000 euro ($ 5.890) atau sekitar Rp 86,7 juta.

Kerabat korban kampanye Belanda melawan pejuang kemerdekaan Indonesia sejatinya telah bertahun-tahun memperjuangkan pengakuan dan kompensasi.

Pada 2013, pemerintah Belanda meminta maaf atas kekejaman yang dilakukan oleh pasukannya dalam pertempuran antara tahun 1945, ketika Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda, dan tahun 1949 ketika Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia.

Pada bulan Maret tahun ini, Raja Belanda Willem-Alexander meminta maaf atas agresi negaranya selama 350 tahun penjajahannya di Indonesia.

Pihak berwenang Indonesia mengklaim sekitar 40.000 orang tewas selama perang kemerdekaan negara itu, sementara sebagian besar sejarawan Belanda memperkirakan sekitar 1.500 orang tewas.

3 dari 5 halaman

Permintaan Maaf

Pada 2013, pemerintah Belanda meminta maaf atas kekejaman yang dilakukan oleh pasukannya dalam pertempuran antara tahun 1945, ketika Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda, dan tahun 1949 ketika Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia.

Pada bulan Maret tahun ini, Raja Belanda Willem-Alexander meminta maaf atas agresi negaranya selama 350 tahun penjajahannya di Indonesia.

Pihak berwenang Indonesia mengklaim sekitar 40.000 orang tewas selama perang kemerdekaan negara itu, sementara sebagian besar sejarawan Belanda memperkirakan sekitar 1.500 orang tewas.

4 dari 5 halaman

Janji Belanda Pulangkan Pusaka Nusantara

Sebelumnya, terobosan dilakukan museum di Belanda. Ribuan karya seni yang dianggap dijarah oleh penjajah Belanda dapat dikembalikan ke negara asalnya.

Hal itu bisa terwujud berkat museum paling terkenal di Belanda mendukung laporan yang mengusulkan "pengakuan dan perbaikan ketidakadilan" secara besar-besaran atas pusaka yang diambil.

Menurut Direktur Museum Rijksmuseum dan Tropenmuseum di Amsterdam, mereka akan mendukung proposal yang dibuat pada Selasa. Terutama, struktur hukum terkait pengembalian sekitar 100.000 benda, di mana klaim untuk restitusi dapat dibuat.

Namun, dengan penekanan pada pengembalian atas "kerugian tidak disengaja" telah teridentifikasi.

Di antara benda yang disebutkan dalam laporan Dutch Council of Cultur atau Dewan Kebudayaan Belanda, salah satu yang perlu diperiksa adalah berlian 70 karat milik Sultan Banjarmasin.

Benda itu dikirim ke Belanda setelah tanah sang pemimpin yang sekarang menjadi bagian dari Indonesia, dikuasai Belanda di akhir abad ke-19. Berlian itu dipajang di Rijksmuseum.

"Jika itu bukan milik Anda, maka Anda harus mengembalikannya," kata penulis laporan Badan Penasihat Pemerintah, Lilian Gonçalves-Ho Kang You, saat mengusulkan komite independen baru untuk memeriksa klaim, dikutip dari The Guardian, Senin 12 Oktober 2020.

Direktur Museum Belanda Rijksmuseum Taco Dibbits mengatakan, lembaganya sudah bekerja untuk mengidentifikasi asal-usul koleksinya. Termasuk struktur formal untuk pengembalian akan diterima.

Ini adalah masalah penting yang semakin mendapat perhatian, termasuk dunia internasional, dalam beberapa dekade terakhir. "Itulah mengapa ada baiknya ada kebijakan nasional untuk ini dan ada sarannya," ujarnya.

Menurut dia, membentuk komite independen dan pusat keahlian untuk menangani klaim apa pun dari negara bagian adalah saran yang baik.

"Kami berharap ini berkontribusi pada dialog yang konstruktif dengan negara asal. Selain itu, penting agar museum bekerja sama secara internasional untuk menambah pengetahuan tentang kawasan ini," dia menjelaskan.

"Untuk Rijksmuseum, artinya kami juga akan terus meneliti asal-usul koleksi kami dari bekas jajahan dan mengintensifkan kerja sama internasional. Komite independen pada akhirnya akan menangani restitusi," imbuh Taco Dibbits.

5 dari 5 halaman

Langkah Besar

Direktur Tropenmuseum Stijn Schoonderwoerd, yang stafnya dikatakan telah aktif mencari barang-barang untuk dikembalikan ke kampung halamannya, mengatakan kepada surat kabar Het Parool bahwa laporan itu merupakan "langkah maju yang besar".

"Kami berharap saran ini dapat diubah menjadi kebijakan dalam jangka pendek," ujarnya. "Dengan ini, Belanda mengambil tanggung jawabnya dengan mengakui ketidakadilan dan memungkinkan untuk mengembalikannya. Kami menyambutnya."

Tanpa menyebut Inggris Raya, penulis laporan itu, Gonçalves-Ho Kang You, mengatakan membangun sistem seperti itu dapat menjadi inspirasi bagi negara lain yang menghadapi klaim untuk repatriasi artefak yang dijarah.

Gonçalves-Ho Kang You mengatakan mengembalikan benda ke tangan yang benar tidak akan mencegah museum Eropa terus memamerkan benda pusaka, karena tersedia opsi pinjaman. "Belanda bebas mengatakan: kami ingin bisa memamerkan ini," katanya. "Terkadang negara menginginkan kerja sama museum yang baik."

Sejauh ini tanggapan menteri Belanda belum diumumkan. Namun, pihak pemerintah baru-baru ini mengambil garis proaktif terkait pemulangan tersebut.

Maret lalu, sebuah belati bertakhtahkan emas yang diserahkan oleh seorang "pangeran pemberontak" setelah kegagalannya pada tahun 1830 dalam pemberontakan melawan pemerintahan Belanda di Indonesia akhirnya diserahkan kembali ke Jakarta. Ini 45 tahun setelah Belanda berjanji akan mengembalikannya.

Keris itu termasuk di antara sejumlah barang milik Pangeran Diponegoro yang telah diikrarkan pemerintah Belanda pada tahun 1975 untuk dikembalikan.