Liputan6.com, Jakarta Relung masa terus bergulir seiring derasnya terpaan zaman. Meski kadang tertahan, nilai luhur seni dan tradisi terus terpancar. Salah satunya menjaga warisan kuliner kue subuh di Pasar Senen Jaya agar tetap bertahan meski upayanya tak mudah.
Baca Juga
Advertisement
Kue Subuh Senen tetap jadi andalan. Selain rasanya yang lezat, penataan ribuan jenis kue dari seluruh penjuru nusantara jadi daya tarik tersendiri. Begitu memasuki area kue subuh, riuh rendah para pedagang menawarkan jajanannya langsung menyapa. Begitu pula kue-kue basah dan kering yang menghampar di atas meja-meja triplek panjang, seperti tak ingin ketinggalan menyambut pembeli yang datang.
Potret inilah yang muncul di Kue Subuh Senen yang terletak di kawasan Senen, Jakarta Pusat. Berjarak hanya 100 meter dari stasiun Pasar Senen dan 3 kilometer dari koridor bisnis Jalan M.H. Thamrin. Untuk menjangkaunya, bisa ditempuh lebih kurang 30 menit dari Tanah Abang, menggunakan bus Metrotrans rute baru Stasiun Tanah Abang – Stasiun Senen yang beroperasi sejak pukul 05.00 WIB.
Terdapat lebih dari 500 pedagang yang menjajakan aneka jenis kue pasar bercitarasa gurih, manis asin dan pedas. Uniknya, pasar kue subuh Senen beroperasi mulai dari malam hingga pagi hari. Jam beroperasi pasar terbagi menjadi dua. Shift pertama buka pukul 6 petang dan akan mencapai puncaknya pada pukul 9 malam, lalu berlanjut ke shift terakhir mulai dini hari sampai jam 6 pagi.
“Kalau yang buka duluan biasanya melayani partai besar karena buat dipasok lagi ke toko-toko atau agen kue di Jabodetabek. Makanya pembelinya datang lebih awal. Kalau yang buka subuh biasanya melayani orang pasar yang jualan kue, kayak di Pasar Palmerah, Kebayoran Lama, Tanah Abang sampai Ciputat juga ada. Pembeli menengah dan kecil seperti ibu-ibu rumah tangga yang sedang menggelar hajatan di rumah juga banyak yang datang di jam 2 pagi,” ujar Sukirin, salah seorang pedagang kue subuh Senen, kepada Liputan6.com, di Jakarta belum lama ini.
Hampir segala jenis kue ada di sana. Harganya variatif, mulai Rp800 hingga Rp4.500 per biji. Kue untuk hantaran atau acara resmi juga ada. Mulai dari tart, lapis legit, bolu marmer hingga roti buaya. Harganya tergantung ukuran. Untuk kue tart paling murah dibanderol mulai Rp25 ribu ukuran 20x20 cm. Roti buaya termurah Rp60 ribu meskipun ada yang menjual sepaket roti buaya besar lengkap dengan dua roti buaya ukuran kecil seharga Rp180 ribu.
Pasang Surut
Saban malam hari ada belasan truk yang memasok kue berkapasitas 600 meja lapak di sini. Rerata 400-500 pembeli datang dengan nilai transaksi mencapai Rp200-400 jutaan per malam. “Sebelum pandemi Covid-19 pengunjungnya bisa 1.000 orang semalam, transaksi hampir Rp900 jutaan. Sekarang kita dagang semalam dapat duit paling kencang Rp500 – 750 ribu. Dulu Rp2,5 juta semalam bisa saja,” ungkap Sukirin.
Pasang surut perjalanan Kue Subuh Senen memang kerap terjadi. Penyebabnya rupa-rupa, mulai dari kebakaran Pasar Senen Jaya Blok 1 dan 2 pada 2017 lalu yang mengharuskan mereka pindah ke Blok 4 dan 5, sehingga berdampak pada menurunnya rasa aman dan nyaman oleh pengunjung, sampai makin ramai munculnya sentra kue subuh baru di beberapa kawasan di Jakarta. “Tadinya seantero Jakarta dan sekitarnya beli kue apapun di Senen, sekarang pilihannya mulai banyak,” akunya.
Juhadi (33) salah seorang pembeli mengatakan, setiap hari datang ke Kue Subuh Senen. Ia ditemani sang istri membeli ratusan jenis kue untuk dijual kembali. Sudah 4 tahun ia membuka warung kue kecil-kecilan di pelataran rumahnya di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan. Sebagian besar barang dagangannya dibeli di Kue Subuh Senen. “Saya biasa beli lemper, pie susu, pie buah, pastel, sosis solo, risol rogut, kue sus, croisant, martabak telur, bika ambon, dan puding-pudingan. Selebihnya saya produksi sendiri di rumah seperti bolu tape, roti kukus, bolu marmer dan mini tart,” ujarnya.
Juhadi mengaku bisa menghabiskan uang Rp700 ribu – 1 juta sekali berbelanja. Angka tersebut menurun bila dibandingkan sebelum pandemi. “Yang beli tetap ada, tapi daya belinya menurun. Tadinya sekali ambil kue di saya 50-100 biji, sekarang cuma mampu separuh. Sekolah-sekolah juga libur, jadi yang beli buat dijual eceran lagi juga sepi,” jelasnya.
Advertisement
Langganan ibu rumah tangga
Lain cerita Hartati (37) yang bisa dua kali seminggu datang ke Kue Subuh Senen. Hartati yang sehari-harinya adalah ibu rumah tangga ini, paling senang jalan-jalan ke Kue Subuh Senen. Ia dan anaknya Gesit (11) kerap menghabiskan malam hari di sini. “Rumah saya di seberang pasar ini. Tuh, di Bungur, sana. Masuk gang kecil samping pom bensin, situ. Jadi ke sini bisa kapan saja,” terangnya.
Jajanan yang sering ia beli di antaranya surabi kuah kinca, putu ayu dan putri mandi. Sedangkan anaknya Gesit, paling sering merajuk minta dibelikan kue tart. “Kalau ke sini mah, kalap. Beli sekali, yang lain ikut kebeli. Hahaha..,” kelakar Hartanti.
Menurutnya, Pasar Kue Subuh Senen masih menjadi andalan ibu-ibu rumah tangga untuk mencari aneka kue suguhan. Selain lengkap, lokasinya juga mudah dijujuk. Hanya saja, pengaturan lapak-lapak dan desain interior area berjualan dirasa kurang rapi. “Area parkirnya juga kurang luas. Mau masuk ke parkir resmi, jalurnya susah buat dilewati karena sudah penuh dengan meja-meja pedagang kue. Mau gak mau saya sering parkir non resmi. Mau gimana lagi,” katanya.
Sebagai sentra kue basah terbesar di Jakarta, Hartati berharap pengelola Pasar Senen Jaya lebih memperhatikan sarana dan prasarana berdagang demi kenyamanan pengunjung Kue Subuh Senen. Ruangan tertutup dan berpendingin, spot tempat duduk, tempat sampah ditambah lahan parkiran yang dikelola secara baik, tentu akan menaikkan citra Kue Subuh Senen. “Dagangannya komplit banget padahal, sayang kalau fasilitasnya begitu doang,” jelasnya.
Ambil Banyak Lebih Murah
Kue-kue yang dijajakan adalah kue baru yang diproduksi setiap hari oleh pemasok. Tak perlu takut tidak enak, karena pengunjung diperbolehkan icip-icip kue sebelum membeli. Seperti gorengan sosis solo yang dijual Rp1.000 per biji atau bika ambon mungil Rp1.000 per biji itu. “Monggo dirasakan dulu kalau gak enak gak usah bayar. Ambil banyak saya kasih diskon,” ujar Tikno salah seorang pedagang.
Sosis solo menjadi primadona dagangan Tikno sehari-hari. Ia tidak membuatnya sendiri, melainkan mengambil dari pemasok. Sistemnya bagi hasil. Pemasok membanderolnya Rp600, tetapi di tangan Tikno kue yang serupa mirip risoles itu dilego Rp800-1.000 tergantung seberapa banyak belinya. “Pokoknya kalau gak habis ya dikembalikan ke pemasok. Kita hanya menjual. Sistemnya nitip,” katanya.
Musim perayaan Natal dan Tahun Baru biasanya para pedagang panen pembeli. Kue-kue basah dan cookis kering banyak dihidangkan sebagai suguhan tamu saat Malam Natal. Pembelinya datang dari berbagai wilayah sekitar Jakarta, mulai dari Bogor, Depok, Tangerang Selatan, Karawang, Bekasi, Subang, Cirebon bahkan Pandeglang Banten. Mereka membeli dalam jumlah banyak dengan beragam jenis kue.
Namun, menurut Tikno, agaknya tahun ini sedikit berbeda. Surat Edaran Pemerintah Daerah di beberapa wilayah di Jabodetabek yang mengharuskan masyarakat tetap beraktivitas di rumah saja mulai pukul 19.00 WIB pada jelang akhir tahun, dikhawatirkan akan mempengaruhi omzet Kue Subuh Senen. “Jam segitu kami mulai berdagang. Bagaimana mau laku kalau yang beli tidak ada,” curhat Tikno.
Harapan Tikno dan ratusan pedagang Kue Subuh Senen lainnya, beberapa hari menjelang Natal dan pergantian tahun pemerintah mampu mengakomodir peraturan baru yang lebih luwes tanpa harus mengendorkan protokol kesehatan. Misalnya, memfasilitasi perlengkapan protokol kesehatan seperti pengadaan hand sanitizer, masker dan face shield gratis bagi pedagang dan pengunjung.
Jadi buat Anda yang sedang mencari kue atau segala jenis jajanan pasar, yuk datang ke Pasar Kue Subuh Senen di Jalan Stasiun Senen. Dijamin, kuenya enak dan murah!
Advertisement