Sukses

Alergi Kacang, Bocah Ini Meninggal Usai Makan Satu Jilatan Es Krim

Seorang anak perempuan berusia sembilan tahun meninggal dunia usai memakan satu jilatan es krim.

Liputan6.com, Spanyol - Es krim menjadi salah satu camilan yang sangat disukai anak-anak. Namun, bagaimana jadinya jika es krim justru malah membawa petaka bagi seorang anak?

Seorang anak perempuan berusia sembilan tahun dari Inggris, dilaporkan meninggal dunia ketika liburan bersama keluarganya di Spanyol usai memakan satu jilatan es krim.

Anak bernama Habiba Chishti itu dilarikan ke rumah sakit setelah dia mengalami syok anafilaksis setelah makan es krim. Habiba dikatakan pingsan usai menikmati satu jilatan es krim.

Dr Wajid Azam Chishti, ayah Habiba, mengatakan kepada pengadilan bahwa dia telah membelikannya es krim dengan saus cokelat. Habiba memang dikatakan mengidap alergi parah terhadap telur dan kacang-kacangan serta asma.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Meninggal Dunia

Dikutip dari Mirror, Selasa (26/1/2021), sebelumnya Dr Chishti telah bertanya kepada penjualnya sebanyak tiga kali apakah sausnya mengandung kacang dan dalam tiga kesempatan diyakinkan bahwa tidak ada kandungan kacang dalam saus es krim yang dibeli.

Namun, pada malam hari Habiba pingsan di hotel dan dilarikan ke Rumah Sakit Malaga dengan ambulans, tetapi dokter tidak dapat menyelamatkan hidupnya.

3 dari 4 halaman

Alergi Parah

Dari hasil autopsi dilaporkan bocah meninggal karena syok anafilaksis dua hari setelah mengalami reaksi alergi yang parah.

Laporan tersebut mengungkapkan bahwa dia memiliki dosis mematikan kacang tanah, almond, hazelnut, kacang mete dan pistachio dalam sistem tubuhnya yang membuat otaknya kekurangan oksigen.

“Ketika kami kembali (dari penjual es krim) dia baik-baik saja. Tetapi ketika kami sampai di restoran, dia mulai merasa tidak enak badan. Kami pergi dan kembali ke hotel karena kami mengira itu karena asmanya sehingga kami bisa mendapatkan inhalernya,” ujar sang ayah ke pengadilan.

4 dari 4 halaman

Kekurangan Asupan Oksigen ke Otak

Usai Dr Chishti kembali, istrinya mengatakan bahwa Habiba akan pingsan. Mereka pun melakukan prosedur CPR sambil menelepon ambulans.

Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut di rumah sakit, diketahui bagaimana gadis kecil itu kekurangan oksigen setelah reaksi alergi menyebabkan pembengkakan di otaknya. 

Profesor Marta Cohen, seorang konsultan ahli patologi anak di Rumah Sakit Anak Sheffield, mengatakan kepada pengadilan bagaimana satu jilatan sudah cukup untuk sebuah alergi menjadi mematikan. 

“Saya mengambil jaringan yang menunjukkan bukti pembengkakan di otak. Sebelum meninggal, dia mengalami kurangnya asupan oksigen ke otak. Oksigen tidak bisa melewati paru-paru dan aliran darah ke otaknya. Dia kekurangan oksigen. Kemungkinan besar penyebab kematiannya adalah dari syok anafilaksis," ujarnya.