Sukses

Sambut Nyepi, Umat Hindu Lakukan Ritual Upacara Tawur Agung Kesanga

Sebelum Hari Raya Nyepi tiba, umat Hindu menyambutnya dengan melakukan berbagai ritual, salah satunya ialah upacara kesusian ini.

Liputan6.com, Jakarta Setiap tahun, umat Hindu melaksanakan hari raya Nyepi. Hari Raya Nyepi identik dengan sepi, sunyi, tenang, dan tidak ada orang yang berkegiatan di luar rumah.

Mengutip dari Wikipedia, Jum’at, (12/3/2021), Nyepi memang hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap tahun Baru Saka. Hari itu jatuh pada Tilem Kesanga (IX) yang dipercayai bahwa hari penyucian dewa-dewa berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta air hidup. Amerta ialah minuman para dewa yang dihasilkan dari mengaduk-aduk samudera.

Tak berbeda dengan namanya, nyepi berasal dari kata sepi yang berarti sunyi, senyap. Nyepi bertujuan untuk memohon kepada Tuhan untuk menyucikan Bhuana Alit (umat manusia) dan Bhuana Agung (alam semesta). Saat sedang Nyepi, terdapat erbagai rangkaian ritual untuk menyambut Hari Raya Nyepi. Salah satu ritual yang biasa dilakukan oleh umat Hindu untuk menyambut Nyepi ialah Upacara Tawur Agung Kesanga.

 

Saksikan Video di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Arti Upacara Tawur Agung Kesanga

Melansir dari situs Dinas Budaya Kabupaten Buleleng, prosesi Upacara Tawur Agung Kesanga merupakan upacara yang digelar umat Hindu sehari jelang perayaan Nyepi. Upacara Tawur Agung Kesanga ini dilaksanakan pada Tilem sasih Kesanga, tepatnya pada siang atau tengah hari. Tilem sasih Kesanga merupakan penyucian para dewata, dalam ini pelaksaana ajaran Bhuta Yadnya yang disimbolkan dengan Tawur Agung Kesanga ini.

Tawur berarti membayar atau mengembalikan atau diartikan dengan mengembalikan sari-sari alam yang telah digunakan manusia. Sari-sari alam tersebut dikembalikan melalui upacara ini yang dipersembahkan kepada para bhuta (sesuatu yang negatif).

 

3 dari 4 halaman

Tujuan Upacara Tawur Agung Kesanga

Dari segi filosofi, Tawur mengingatkan posisi atau jati diri kita agar selalu menjaga keseimbangan dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam. Upacara Tawur Agung Kesanga atau biasa disebut juga dengan upacara penyucian ini bertujuan agar para Bhuta tidak mengganggu umat manusia sehingga dapat hidup dengan harmonis.

Selain itu, upacara ini juga bertujuan untuk menyelaraskan hubungan dengan tiga elemen, yaitu manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta, sesuai dengan konsep ajaran Tri Hita Karana.

 

4 dari 4 halaman

Upacara Tawur Agung Kesanga Di Berbagai Daerah

Upacara Tawur Agung Kesanga banyak diadakan di Pulau Bali, karena mengingat umat Hindu di sana cukup tersebar. Upacara ini biasanya juga diikuti dengan upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan oekarang dengan bubuk mesiu, serta memukul benda-benda hingga bersuara ramai/gaduh yang biasanya kentongan.

Khusus di Bali, upacara ini dilanjutkan dengan pawai ogoh-ogoh. Upacara ini rutin dilaksanakan setiap tahun di Bali, salah satunya di Kabupaten Buleleng. Namun, pada tahun 2021 ini, Kabupaten Buleleng mengadakan upacara ini dengan mengikuti protokol kesehatan COVID-19.  

Melansir dari situs Kebudayaan Kemendikbud, untuk umat Hindu yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, upacara biasa diadakan di Candi Prambanan. Upacara ini diadakan dalam sala satu rangkaian penyambutan Hari Raya Nyepi atau pergantian Tahun Baru Caka. Rangkaiannya dimulai dari Prosesi Mendak Tirta (mengambil air suci) dari sumber mata air di kawasan Keraton Ratu Boko, Candi Siwa, Candi Brahma, dan Candi Wisnu.

Kemudian, dilanjutkan dengan Pradaksina yaitu mengelilingi Candi Siwa sebanyak tiga kali ke arah jarum jam. Lalu, air suci dibawa ke Pelataran Candi Prambanan atau tempat berlangsungnya Upacara Tawur Agung Kesanga yang akan dipimpin oleh pendeta.

Indonesia memang memiliki beragam budaya dan adat istiadat yang sering kali mengacu pada agama-agama. Toleransi yang sangat besar, membuat Indonesia menjadi bangsa besar dengan menghargai segala perbedaan yang ada. 

 

 

Penulis:

Gerda Faradila

Politeknik Negeri Media Kreatif