Sukses

Pembatasan Aktivitas Masyarakat Tidak Berdampak Banyak Terhadap Kualitas Udara

Berdasarkan data pantauan dari aplikasi pemantau udara NAFAS, kualitas udara di wilayah Jabodetabek selama PPKM darurat justru menurun.

Liputan6.com, Jakarta - Ketika diberlakukan PSBB pada 2020 lalu, langit di wilayah Jakarta beberapa kali tampak membiru. Hal tersebut dinilai bisa terjadi karena penggunaan transportasi yang menurun.

Pembatasan aktivitas sendiri telah membawa dampak dalam meningkatkan kualitas udara di 84% negara di seluruh dunia, seperti dilaporkan CNN pada Maret lalu.

Namun, pemandangan tersebut tidak terlihat pada saat pemerintah menerapkan PPKM darurat sejak awal Juli 2021.

Berdasarkan data pantauan dari aplikasi pemantau udara NAFAS, kualitas udara di wilayah Jabodetabek justru menurun. Ini terlihat dari berkurangnya jam dengan kategori kualitas udara “Moderate” dan meningkatnya jam dengan kategori “Tidak Sehat untuk Kelompok Sensitif (UHSG).”

“Dengan dilakukannya pembatasan mobilitas dan aktivitas masyarakat, kami memperkirakan akan terjadi penurunan dalam kategori 'Tidak Sehat' dan 'UHSG,' sekaligus peningkatan dalam kategori 'Moderate.' Ternyata yang terjadi malah sebaliknya,” kata Co-founder dan Chief Growth Officer Nafas, Piotr Jakubowski di Jakarta, Kamis (29/7/2021).

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Faktor Lain Penyebab Polusi Udara

Piotr menjelaskan, ada beberapa alasan mengapa kualitas udara di wilayah Jabodetabek malah menurun di masa penerapan PPKM darurat. Pertama, transportasi bukanlah satu-satunya sumber dari polusi udara.

“Di masa lalu, laporan yang diterbitkan kerap menyoroti bahwa sebagian besar polusi udara Jakarta disebabkan oleh transportasi. Ya, Jabodetabek memang memiliki jumlah mobil, truk dan sepeda motor yang sangat banyak, tetapi banyak dari kendaraan tersebut tidak ada di jalanan selama masa PPKM. Lalu kenapa kualitas udara tak juga ikut membaik?” ujar Piotr.

Artinya, hal ini membuktikan bahwa pencemaran udara di wilayah Jakarta dan sekitarnya ternyata turut disebabkan oleh aspek lain dan cukup signifikan.

Faktor yang dimaksud adalah energi (pembangkit listrik tenaga batu bara & gas), industri (pabrik & manufaktur), pembakaran limbah industri, industri ilegal, pembakaran sampah pinggir jalan dan pembakaran lahan pertanian.

 

3 dari 4 halaman

Faktor Hujan dan Angin

Faktor kedua adalah sedikitnya hujan dan angin di musim kemarau. Karena pada kenyataannya faktor hujan, angin, kekuatan angin dan juga arah angin sangat berkontribusi pada kualitas udara.

Faktor tersebut turut membawa dan memindahkan polusi dari satu tempat ke tempat lain.

“Sejak bulan Mei, jumlah hari dengan cuaca hujan telah berkurang secara signifikan, dan hal tersebut membuat polusi udara yang dihasilkan di wilayah Jabodetabek tidak ke mana-mana,” terangnya.

 

4 dari 4 halaman

Aktivitas Pembakaran Sampah

Ketiga adalah tingginya aktivitas pembakaran sampah yang terjadi. Seperti diketahui, pembakaran sampah industri dan pribadi merupakan isu yang berperan cukup besar dalam masalah pencemaran udara di Jabodetabek.

Menurutnya, ada beberapa daerah di mana tumpukan sampah lebih banyak dibakar karena kurangnya sumber daya pengelolaan sampah. Adanya plastik dan elemen lain dalam pembakaran sampah ini juga dapat menghasilkan asap yang sangat beracun.

“Sebagian besar pembakaran sampah di Jabodetabek terjadi di tengah malam saat asap tidak terlihat, dan menyebabkan kualitas udara Jakarta menjadi yang terburuk antara pukul 8 malam hingga 9 pagi. Berolahraga antara jam 4 sampai 9 pagi sebenarnya bisa jadi tidak menyehatkan karena alasan tersebut,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.