Citizen6: Wanita sering dipandang sebagai simbol seks dan syahwat semata. Karena kemolekan dan keindahannya yang mampu menarik perhatian lawan jenisnya. Tetapi sesungguhnya peran wanita tak hanya sebatas pemuas nafsu lelaki, dan bukan pula sebatas pemberi keturunan saja, melainkan wanita juga memiliki peran dan andil besar dalam perjuangan pergerakan suatu bangsa.
Dalam sejarah pergerakan bangsa Indonesia, kita tahu bahwa perjuangan bangsa ini tak lepas dari peran wanita. Nama-nama seperti Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, R.A. Kartini, dan Nyi Ageng Serang tentu sangat populer dengan kisah perjuangan besar mereka. Sebenarnya tak hanya mereka saja, masih banyak nama-nama perempuan yang tercatat dalam sejarah sebagai wanita penggerak bangsa.
Sebagai contoh adalah Cut Nyak Dien yang mengukir sejarah bangsa melawan kolonial Belanda pada 1878-1901. Bagi Cut Nyak Dien, kedatangan kolonial Belanda ke tanah Aceh dan menghancurkan tempat tempat-tempat peribadatan mereka adalah sebuah penghinaan terhadap tanah kelahiran dan agamanya. Dan dengan semangat dan etos petriotisme wanita lembut ini kemudian mampu menggerakkan rakyat Aceh untuk melawan penjajah.
Maka setelah itu lahirlah generasi-generasi penerus Cut Nyak Dien turut mengisi kemerdekaan Indonesia. Maria Ulfah, menteri sosial pertama yang memperjuangkan nasib buruh. Dalam eranya buruh boleh merayakan hari buruh dengan memberikan satu hari libur untuk para buruh. Soerastri Karma Trimurti, seorang wartawati, penulis, pengajar dan juga menteri yang menjabat pada Kabinet Amir Sjariffudin I dan II. Wanita yang selalu memperjuangkan kesetaraan gender, selalu percaya bahwa wanita pun juga mampu memiliki peran yang sama sebagaimana laki-laki.
Istri dari pengetik naskah proklamasi, Sayuti Melik ini berjuang melawan penjajah melalui tulisan-tulisannya hingga harus dipenjara berkali-kali. Wanita-wanita hebat tersebut di atas hanyalah segelintir contoh wanita-wanita penggerak bangsa. Masih banyak nama-nama bahkan yang tak tersebut telah mengukir manis kisah sejarah perjuangan pergerakan bangsa Indonesia. Maka sudah selayaknya kita menghargai jasa-jasa mereka terutama melalui peringatan Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember 2012 ini.
Tidak seperti Mother's Day yang dikenal di seluruh dunia, Hari Ibu bukan hanya menghargai peran perempuan sebagaimana peran seorang ibu yang berjasa kepada anak-anaknya tetapi juga mengapresiasi jasa-jasa para wanita dalam sejarah pergerakan nasional. Mengangkat posisi perempuan yang terpelajar, sosok perempuan yang berdedikasi terhadap bangsanya. Di era reformasi kini sosok wanita-wanita pejuang generasi penerus penggerak bangsa hadir melalui suara mereka. Tanggap dan peduli akan nasib perkembangan bangsa Indonesia, sosok perempuan pejuang di masa kini memperjuangkan nasib bangsa melalui tulisan-tulisan mereka. Turut serta menggerakkan semangat rakyat Indonesia untuk lebih peduli dan mencintai tanah air kita, Indonesia.
Seperti petuah Cut Nyak Dien kepada anaknya, Gamang yang dikutip dalam sebuah film berjudul 'Tjoet Nja’ Dhien' pada 1988 lalu yang disutradarai oleh Eros Djarot. "Gambang, kau sudah semakin dewasa. Tanganmu begitu halus sehalus tanganku semasa gadisku dulu,” kata Cuk Nyak Dien sembari memegang tangan putrinya. " Tangan ini kelak yang akan membelai suami dan anak-anakmu agar mereka dapat tertidur nyenyak. Dan tangan ini pula yang akan membangunkan mereka untuk dapat melihat dunia esok hari. Gambang, kau pun wajib mengingatkan mereka bahwa tanah dan alam negeri ini perlu dipelihara, dijaga, dan dipertahankan walau nyawa yang menjadi taruhannya."
Jadi sudah selayaknya kita menjunjung derajat wanita untuk sejajar dengan laki-laki. Bukankah Megawati Soekarno Putri pernah menjabat sebagai orang pertama di Indonesia? Demikian pula banyaknya aktivis-aktivis dan pejabat-pejabat Negara yang adalah seorang perempuan. Wanita bukan semata-mata simbol syahwat, tetapi dibalik kelembutannya tersimpan ketangguhan yang mampu menggerakkan semangat sebuah bangsa untuk bangkit. Seperti peptah, 'Dibalik pria yang hebat selalu ada wanita yang hebat'. (Nusrotu Aini Latifah)
Dalam sejarah pergerakan bangsa Indonesia, kita tahu bahwa perjuangan bangsa ini tak lepas dari peran wanita. Nama-nama seperti Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, R.A. Kartini, dan Nyi Ageng Serang tentu sangat populer dengan kisah perjuangan besar mereka. Sebenarnya tak hanya mereka saja, masih banyak nama-nama perempuan yang tercatat dalam sejarah sebagai wanita penggerak bangsa.
Sebagai contoh adalah Cut Nyak Dien yang mengukir sejarah bangsa melawan kolonial Belanda pada 1878-1901. Bagi Cut Nyak Dien, kedatangan kolonial Belanda ke tanah Aceh dan menghancurkan tempat tempat-tempat peribadatan mereka adalah sebuah penghinaan terhadap tanah kelahiran dan agamanya. Dan dengan semangat dan etos petriotisme wanita lembut ini kemudian mampu menggerakkan rakyat Aceh untuk melawan penjajah.
Maka setelah itu lahirlah generasi-generasi penerus Cut Nyak Dien turut mengisi kemerdekaan Indonesia. Maria Ulfah, menteri sosial pertama yang memperjuangkan nasib buruh. Dalam eranya buruh boleh merayakan hari buruh dengan memberikan satu hari libur untuk para buruh. Soerastri Karma Trimurti, seorang wartawati, penulis, pengajar dan juga menteri yang menjabat pada Kabinet Amir Sjariffudin I dan II. Wanita yang selalu memperjuangkan kesetaraan gender, selalu percaya bahwa wanita pun juga mampu memiliki peran yang sama sebagaimana laki-laki.
Istri dari pengetik naskah proklamasi, Sayuti Melik ini berjuang melawan penjajah melalui tulisan-tulisannya hingga harus dipenjara berkali-kali. Wanita-wanita hebat tersebut di atas hanyalah segelintir contoh wanita-wanita penggerak bangsa. Masih banyak nama-nama bahkan yang tak tersebut telah mengukir manis kisah sejarah perjuangan pergerakan bangsa Indonesia. Maka sudah selayaknya kita menghargai jasa-jasa mereka terutama melalui peringatan Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember 2012 ini.
Tidak seperti Mother's Day yang dikenal di seluruh dunia, Hari Ibu bukan hanya menghargai peran perempuan sebagaimana peran seorang ibu yang berjasa kepada anak-anaknya tetapi juga mengapresiasi jasa-jasa para wanita dalam sejarah pergerakan nasional. Mengangkat posisi perempuan yang terpelajar, sosok perempuan yang berdedikasi terhadap bangsanya. Di era reformasi kini sosok wanita-wanita pejuang generasi penerus penggerak bangsa hadir melalui suara mereka. Tanggap dan peduli akan nasib perkembangan bangsa Indonesia, sosok perempuan pejuang di masa kini memperjuangkan nasib bangsa melalui tulisan-tulisan mereka. Turut serta menggerakkan semangat rakyat Indonesia untuk lebih peduli dan mencintai tanah air kita, Indonesia.
Seperti petuah Cut Nyak Dien kepada anaknya, Gamang yang dikutip dalam sebuah film berjudul 'Tjoet Nja’ Dhien' pada 1988 lalu yang disutradarai oleh Eros Djarot. "Gambang, kau sudah semakin dewasa. Tanganmu begitu halus sehalus tanganku semasa gadisku dulu,” kata Cuk Nyak Dien sembari memegang tangan putrinya. " Tangan ini kelak yang akan membelai suami dan anak-anakmu agar mereka dapat tertidur nyenyak. Dan tangan ini pula yang akan membangunkan mereka untuk dapat melihat dunia esok hari. Gambang, kau pun wajib mengingatkan mereka bahwa tanah dan alam negeri ini perlu dipelihara, dijaga, dan dipertahankan walau nyawa yang menjadi taruhannya."
Jadi sudah selayaknya kita menjunjung derajat wanita untuk sejajar dengan laki-laki. Bukankah Megawati Soekarno Putri pernah menjabat sebagai orang pertama di Indonesia? Demikian pula banyaknya aktivis-aktivis dan pejabat-pejabat Negara yang adalah seorang perempuan. Wanita bukan semata-mata simbol syahwat, tetapi dibalik kelembutannya tersimpan ketangguhan yang mampu menggerakkan semangat sebuah bangsa untuk bangkit. Seperti peptah, 'Dibalik pria yang hebat selalu ada wanita yang hebat'. (Nusrotu Aini Latifah)