Citizen6: Pada 2012 ini, berhembus angin segar di dunia perfilman Indonesia. Panggung layar lebar menjadi semakin ramai dengan munculnya film-film baru dari berbagai genre yang berbeda. Pefilman Indonesia yang biasanya di dominasi oleh genre horror dan romance-comedy, saat ini telah diwarnai dengan genre lain seperti action, nasionalisme, religi dan lain sebagainya. Hal ini merupakan suatu pertanda baik, karena membuktikan bahwa perfilman Indonesia tidak hanya berputar pada genre 'itu-itu saja' dan telah mendapat tanggapan positif dari penontonnya.
Misalnya saja di beberapa bulan terakhir ini, telah muncul film Sang Martir dan The Raid (genre action), Mama Cake (genre drama-comedy-religi) juga film 5 cm yang baru-baru saja tayang perdana di bioskop pada 12 Desember 2012 dan telah menyedot perhatian dari para khalayak baik muda maupun tua di seluruh Indonesia. Film-film ini mennjadi sangat menarik karena sebagian besar penonton atau konsumen film di Indonesia merasa bosan pada genre yang biasa saja.
Selain faktor genre, ada faktor lain yang membuat suatu film menjadi antrian panjang di bioskop-bioskop. Beberapa film yang menjadi terkenal dan menuai sukses, sebagian besar merupakan cerita yang diangkat atau diadaptasi dari novel-novel yang telah memiliki nama terlebih dahulu. Sebagai contoh, ada film Perahu Kertas 1 dan Perahu Kertas 2 yang diangkat dari novel penulis terkemuka Dewi Lestari atau lebih akrab dengan sebutan Dee. Begitu pula dengan film 5 cm, Habibi & Ainun, Negeri 5 Menara, dan lain-lain.
Para pembaca novel ini biasanya tertarik untuk menonton film adaptasi tersebut karena kepopuleran dan rasa penasaran dari buku yang ia baca. Tetapi bukan berarti penonton film-film yang diangkat dari novel ini hanya para pembacanya saja, malahan sebagian besar penonton adalah orang-orang yang malas atau belum membaca novel aslinya hingga kemudian memilih untuk melihat versi filmnya saja.
Terkadang para penikmat novel dan film tersebut merasa puas, tetapi tak jarang pula mereka justru kecewa karena versi filmnya tidak dapat menyamai keindahan versi novelnya. Penilaian ini berlaku relatif pada masing-masing individu. Untuk masalah ketidakmiripan antara alur cerita di novel dengan film, sang sutradara mengatakan bahwa film adaptasi memang sengaja dibuat seperti itu, karena apabila cerita dan adegannya diangkat secara sama persis, maka durasinya tidak akan cukup serta tidak ada nilai tambah dari film yang dibuat.
Nah, menjelang akhir 2012 ini, bioskop-bioskop mulai dipenuhi oleh para pemuda-pemudi yang tengah berlibur panjang. Berbagai film bermutu pun telah dirilis dan siap menjadi pilihan yang menjanjikan. Alangkah baiknya apabila para penonton lihai untuk memilih genre apa dan darimana film yang akan mereka tonton. Karena dengan menonton film ciptaan Indonesia yang baik, secara tidak langsung kita telah turut memajukan dunia perfilman di Indonesia agar terus berjaya dan tidak terkalahkan dengan film-film yang datang dari luar. (Dyanie Amieta)
Misalnya saja di beberapa bulan terakhir ini, telah muncul film Sang Martir dan The Raid (genre action), Mama Cake (genre drama-comedy-religi) juga film 5 cm yang baru-baru saja tayang perdana di bioskop pada 12 Desember 2012 dan telah menyedot perhatian dari para khalayak baik muda maupun tua di seluruh Indonesia. Film-film ini mennjadi sangat menarik karena sebagian besar penonton atau konsumen film di Indonesia merasa bosan pada genre yang biasa saja.
Selain faktor genre, ada faktor lain yang membuat suatu film menjadi antrian panjang di bioskop-bioskop. Beberapa film yang menjadi terkenal dan menuai sukses, sebagian besar merupakan cerita yang diangkat atau diadaptasi dari novel-novel yang telah memiliki nama terlebih dahulu. Sebagai contoh, ada film Perahu Kertas 1 dan Perahu Kertas 2 yang diangkat dari novel penulis terkemuka Dewi Lestari atau lebih akrab dengan sebutan Dee. Begitu pula dengan film 5 cm, Habibi & Ainun, Negeri 5 Menara, dan lain-lain.
Para pembaca novel ini biasanya tertarik untuk menonton film adaptasi tersebut karena kepopuleran dan rasa penasaran dari buku yang ia baca. Tetapi bukan berarti penonton film-film yang diangkat dari novel ini hanya para pembacanya saja, malahan sebagian besar penonton adalah orang-orang yang malas atau belum membaca novel aslinya hingga kemudian memilih untuk melihat versi filmnya saja.
Terkadang para penikmat novel dan film tersebut merasa puas, tetapi tak jarang pula mereka justru kecewa karena versi filmnya tidak dapat menyamai keindahan versi novelnya. Penilaian ini berlaku relatif pada masing-masing individu. Untuk masalah ketidakmiripan antara alur cerita di novel dengan film, sang sutradara mengatakan bahwa film adaptasi memang sengaja dibuat seperti itu, karena apabila cerita dan adegannya diangkat secara sama persis, maka durasinya tidak akan cukup serta tidak ada nilai tambah dari film yang dibuat.
Nah, menjelang akhir 2012 ini, bioskop-bioskop mulai dipenuhi oleh para pemuda-pemudi yang tengah berlibur panjang. Berbagai film bermutu pun telah dirilis dan siap menjadi pilihan yang menjanjikan. Alangkah baiknya apabila para penonton lihai untuk memilih genre apa dan darimana film yang akan mereka tonton. Karena dengan menonton film ciptaan Indonesia yang baik, secara tidak langsung kita telah turut memajukan dunia perfilman di Indonesia agar terus berjaya dan tidak terkalahkan dengan film-film yang datang dari luar. (Dyanie Amieta)