Sukses

KKP Perkuat Konsolidasi Budidaya Rumput Laut di Bali

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mengembangkan usaha budidaya rumput laut secara terintegrasi mulai dari hulu (up stream) sampai hilir (down stream) dengan memperhatikan pilar-pilar pengembangan blue economy.

Citizen6, Badung: Sebagai salah satu dari empat komoditas unggulan di dalam industrialisasi perikanan budidaya, rumput laut memiliki potensi yang begitu besar untuk terus dikembangkan. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mengembangkan usaha budidaya rumput laut secara terintegrasi mulai dari hulu (up stream) sampai hilir (down stream) dengan memperhatikan pilar-pilar pengembangan blue economy. Demikian dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C.Sutardjo di Pantai Pandawa, Desa Kutuh, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.

Sharif menjelaskan, Industrialisasi rumput laut dilaksanakan dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kualitas produksi budidaya rumput laut. Hal itu ditujukan untuk dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan, meningkatkan pendapatan pembudidaya, menyediakan lapangan kerja serta merevitalisasi usaha budidaya rumput laut baik skala mikro, kecil maupun menengah secara berkelanjutan. Peningkatan produktivitas dan nilai tambah pada komoditas rumput laut akan meningkatkan pendapatan para pelaku usaha di sektor tersebut. Sementara pengembangan usaha budidaya rumput laut yang merujuk pada pilar-pilar pengembangan blue economy berperan penting dalam melipatgandakan pendapatan (revenue), dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi dan tidak merusak lingkungan (zero waste).

Maka dari itu, inovasi dan kreativitas termasuk didalamnya diversifikasi produk, sistem produksi, pemanfaatan teknologi, financial engineering menjadi kunci dalam mengolah limbah suatu kegiatan menjadi bahan baku produk lainnya. Pasalnya sebagai bahan baku, rumput laut memiliki lebih dari 500 end product. Artinya, rumput laut sebagai bahan baku penggunaannya luas dan banyak dibutuhkan oleh industri baik pangan maupun non pangan. Untuk industri, rumput laut bisa berperan sebagai pengenyal, pengemulsi, pengental, dan penjernih. Blue economy diartikan sebagai sebuah model ekonomi baru untuk mendorong pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan kerangka pikir seperti cara kerja ekosistem. Cara pandang ekonomi tersebut merupakan suatu model bisnis yang mampu meningkatkan nilai tambah dari komoditas rumput laut.

Langkah tersebut ditempuh untuk meningkatkan penerimaan negara dan masyarakat sekitar lokasi budidaya rumput laut melalui upaya peningkatan nilai tambah komoditas rumput laut. Lantaran, permintaan akan produk olahan rumput laut yang terus meningkat mesti dibarengi dengan ketersediaan bahan baku rumput laut. Sebagai informasi, produksi perikanan budidaya 2011 mencapai 7.928.962 ton. Capaian tersebut telah melebihi target produksi yang telah ditetapkan sebesar 6.847.500 ton.

Adapun dari produksi 2011 tersebut, Produksi rumput laut merupakan yang terbesar dibandingkan dengan komoditas lainnya. Bahkan dapat dikatakan produksi rumput laut setiap tahunnya menyumbangkan sekitar 2/3 dari total produksi perikanan budidaya yaitu sebesar 5.170.201 atau sebesar 65,2  persen. Bahkan, Indonesia memiliki 45 persen spesies rumput laut dunia dan merupakan produsen terbesar rumput laut jenis cottonii. Sementara pada 2012, KKP menargetkan produksi perikanan budidaya akan mencapai 9.42 juta ton atau dapat dikatakan meningkat 35 persen jika dibandingkan dengan produksi tahun 2011.

KKP menyatakan komitmennya untuk mewujudkan keberlanjutan usaha budidaya rumput laut agar terus meningkat sesuai dengan peningkatan dari target produksi yang telah ditetapkan.  Pada 2014 ditargetkan produksi rumput laut basah mencapai 1.182.159 ton diatas lahan seluas 19.703 Ha. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi industri, ditargetkan mencapai 118.000 ton.

Di samping itu, sampai dengan akhir tahun 2014 pula, kegiatan usaha budidaya rumput laut yang padat karya, diperkirakan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 650.188 orang serta tercapainya peningkatan nilai tambah komoditas rumput laut Rp 550 miliar dengan nilai produksi sebesar Rp. 1.063,94 miliar. Hal ini dimungkinkan karena teknologi budidaya yang sederhana, modal usaha yang sedikit dan masa pemeliharaan yang pendek adalah diantara alasan berkembangnya kegiatan budidaya rumput laut dikalangan masyarakat pesisir.

Untuk memacu kegiatan usaha di perikanan budidaya, KKP terus menyalurkan program bantuan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP). Sepanjang 2012, KKP telah menyalurkan bantuan langsung masyarakat seperti, bantuan Program Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) sebanyak 3.600 paket untuk 3.600 Kelompok Pembudidaya Ikan (pokdakan) yang terdiri atas 40 ribu pembudidaya ikan dengan total anggaran sebesar Rp 234 miliar, paket model usaha berbasis kelompok masyarakat sebanyak 146 paket senilai Rp 10,95 miliar serta bantuan modal usaha untuk wirausaha pemula perikanan budidaya terdidik untuk 100 orang pembudidaya dengan anggaran sebanyak Rp 460 juta.

Sekedar informasi, Provinsi Bali yang dikenal dunia sebagai pusat wisata bertaraf internasional mempunyai potensi yang sangat besar di dalam pengembangan budidaya laut, khususnya bagi Kabupaten Badung, yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang mempunyai potensi budidaya rumput laut yang besar. Potensi budidaya rumput laut tersebut dapat menjadi mata pencaharian utama masyarakat dan sumber perekonomian daerah. (Efrimal Bahri/YSH)
    Video Terkini