Liputan6.com, Jakarta Kecerdasan tak hanya berbicara tentang dunia akademik, nilai ujian, dan rata-rata hasil rapor yang tinggi, tetapi tentang kreativitas, fleksibel dalam mengikuti tuntutan jaman, dan perubahan yang ada. Pandemi Covid-19 tidak menyurutkan semangat remaja inspiratif—Natasha Zanetha untuk terus berprestasi dengan kecerdasan yang dimilikinya.
Baca Juga
Advertisement
“Pinter di akademik tapi nggak punya soft skill itu sia-sia, karena kehidupan kita bukan cuma tentang teori sekolah, tapi gimana berkomunikasi dengan orang-orang nantinya di dunia kerja, dll,” kata perempuan penyuka genre buku dan film romance ini.
Hal ini dibuktikan oleh Natasha dengan aktif di berbagai kegiatan non akademik. Suatu kali, remaja kelahiran Jakarta ini pernah diajak oleh seorang guru Bimbingan dan Konselingnya saat kelas 7 untuk memimpin modern dance di kelas BK dan beberapa event non akademik.
Saat itu, Tasha dengan senang hati mencari dan memodifikasi gerakan dance dari youtube, bersama salah seorang temannya—Faith.
“Kalau menurut aku nggak perlu malu, kan kita nggak melakukan hal buruk dan memalukan. Kita dance, mengembangkan skill kita dan kepercayaan diri. Jadi ya coba aja, kita nunjukin bakat kita supaya orang tuh sadar kalau kita punya bakat loh,” ujar sosok inspiratif yang gemar dance sejak SD.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Diminta menjadi MC
Tak berhenti sampai di situ, ternyata Tasha juga pernah diminta kembali oleh guru BK untuk menjadi MC pada sebuah acara besar yang diselenggarkan secara daring oleh sekolahnya. Tak tanggung-tanggung, tamu yang hadir pun cukup banyak, mulai dari penerbit besar, universitas, orangtua siswa, dll.
“Jadi kelas 7 itu aku pertama kali jadi MC ditunjuk sama guru BK, pas acara launching buku. Nah ada tamu spesial banyak, perasaan aku minder, nggak PD, takut salah ngomong dan nggak yakin. Bisa nggak ya, cuma setelah latihan berkali-kali sama gurunya, aku jadi bisa dan tenang,” ungkap sosok penggemar Mark Lee ini.
Tasha berpikir bahwa mengambil kesempatan sebagai MC adalah suatu pengalaman baru dan sangat berguna, karena merasa dipercaya dan dapat diandalkan. Kini berbagai soft skill dimiliki oleh Tasha, seperti cara berbicara yang nyaman dan asik di sebuah acara, mengasah kepercayaan diri, belajar cara mengelola emosi, mengontrol ketakutan, dll.
“Worth it untuk dicoba, kita jadi MC itu belajar banyak banyak hal, ya salah satunya tadi percaya diri,” kata remaja yang kini duduk di kelas 8.
Advertisement
Aktif di kegiatan literasi digital
Kini Tasha juga aktif di kegiatan literasi digital yang diselenggarkan di sekolahnya. Remaja berbakat ini menyarankan agar para remaja mulai untuk berani mencoba dan tidak takut berpendapat, khususnya di berbagai kegiatan non akademik.
“Kalau diketawain nggak papa, itu urusan nanti, nggak penting. Itu respon pribadi orang tentang kita,” kata remaja yang juga hobi membaca novel dan menulis.
Menurut Tasha, setiap komentar negatif yang muncul saat seseorang mencoba untuk melakukan sesuatu pasti ada. Namun individu harus pandai dalam menyeleksi komentar tersebut. Sama halnya dengan saran.
Ada saran yang diberikan oleh teman, guru, orangtua, dll. Saran perlu didengarkan, tetapi tidak semua saran bertujuan positif. Perlu selektif dalam mendengarkan saran dan mengelolanya dengan baik.
“Jadi kalau mau melakukan sesuatu, jangan takut. Berani coba dulu, hasilnya urusan nanti. Jangan terlalu peduliin omongan negatif orang,” pesan Tasha.
Penulis:
Patricia Astrid Nadia