Sukses

UNICEF dan Kemenkes Selenggarakan Youth for Health Innovation Challenge

Pertemuan ini mengajak anak muda untuk mencari cara mencegah kematian akibat penyakit tidak menular

Liputan6.com, Jakarta Saat ini, generasi muda dihadapi dengan segala bahaya kesehatan yang ada di sekitar, terutama risiko timbulnya penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi penyebab kematian tertinggi masyarakat Indonesia. Secara global, Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam Key Facts yang diterbitkan pada 16 September 2022 bahkan melaporkan 74 persen kematian secara global diakibatkan penyakit tidak menular.

Penyakit tidak menular sendiri merupakan penyakit kronis dengan durasi yang panjang dan disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor genetik, fisiologis, lingkungan dan perilaku yang berkontribusi terhadap Disability-Adjusted Life Years (DALYs), yakni jumlah tahun yang hilang karena kematian prematur dan jumlah tahun produktif yang hilang karena disabilitas dan kematian yang terjadi, tak terkecuali pada orang Indonesia.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) melaporkan Indonesia mengalami peningkatan dalam prevalensi penyakit tidak menular. Dalam Riskesdas 2018, Kemenkes mencatat prevalensi penyakit kronis yang bertanggung jawab atas sebagian besar kematian akibat penyakit tidak menular. Hipertensi misalnya, Kemenkes menyebut prevalensi hipertensi naik dari 25,8% pada tahun 2013 menjadi 34,1% pada tahun 2018, yang mengakibatkan kematian sekitar 8 juta orang per tahun.

Penggunaan tembakau, termasuk merokok merupakan salah satu risiko global kematian akibat penyakit tidak menular. WHO bahkan menyebut merokok baik aktif maupun pasif menyumbang lebih dari 8 juta kematian setiap tahun. Indonesia sendiri menghadapi ancaman serius akibat peningkatan jumlah perokok, bahkan 22 dari 100 remaja usia 15-19 tahun telah merokok.

Saat ini, kebiasaan merokok tidak hanya menjadi masalah pada orang dewasa, namun juga semakin marak pada kalangan anak dan remaja. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya prevalensi merokok pada populasi usia 10-18 tahun dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% pada 2018.

 

2 dari 4 halaman

Angka perokok di Aceh

Di Aceh sendiri, sebanyak 24,01% warganya merokok setiap hari, dengan sekitar 12 persen di antaranya merupakan remaja berusia 10-19 tahun. Apabila dijabarkan lebih rinci, perokok aktif di Aceh dengan rentan usia 10-14 tahun terbiasa menghisap 9 batang rokok setiap harinya.

Sementara perokok aktif berusia 15-19 tahun pada umumnya menghabiskan 12 batang rokok per hari. Mirisnya, mayoritas warga Aceh mulai merokok di usia belia. Di mana 61,72% perokok mulai merokok untuk pertama kalinya pada usia 15-19 tahun. Angka ini menjadikan Aceh salah satu daerah dengan tingkat remaja perokok tertinggi. 

Selain merokok, polusi udara juga mengancam kesehatan remaja di masa depan. Polusi udara, baik di dalam maupun di luar ruangan, merupakan salah satu penyebab terhadap jutaan kematian akibat penyakit kesehatan iskemik, penyakit paru-paru kronis, dan kanker. WHO mencatat polusi udara menyebabkan 7 juta kematian secara global pada 2016.

Di antara kematian tersebut, sekitar 80% disebabkan oleh penyakit tidak menular, membuat polusi udara bersanding dengan merokok sebagai faktor risiko utama penyakit tidak menular. Polusi udara turut berkontribusi terhadap sekitar 29% kematian orang dewasa akibat kanker paru-paru, menyebabkan 24% kematian akibat stroke, dan 25% kematian akibat penyakit jantung.

Selain kesehatan fisik, kesehatan mental juga berperan penting bagi para remaja untuk dapat beraktivitas secara positif. Mari bersama-sama berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang kondusif dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi, seperti trauma masa kecil, perundungan di sekolah, paparan dari media sosial, ajakan tawuran, serta perubahan gaya hidup karena pandemi COVID-19.

 

3 dari 4 halaman

Pentingnya suara dan partisipasi remaja

Mengingat penyakit tidak menular berdampak pada berkurangnya masa dan kualitas hidup seseorang. Kemenkes bersama United Nations Children's Fund (UNICEF) mengajak remaja Indonesia khususnya di Aceh dan Bandung untuk mengatasi tantangan kesehatan di masa depan, termasuk faktor risiko penyakit tidak menular akibat kesehatan mental, bahaya merokok dan polusi udara yang berdampak pada perubahan iklim.

“Remaja berhak untuk didengar dan berpartisipasi secara otentik dan bermakna dalam semua hal yang mempengaruhi mereka, termasuk kesehatan dan kesejahteraan. Peluang untuk partisipasi dan pengambilan keputusan membantu meningkatkan ketahanan remaja dan perkembangan yang sehat. Sayangnya, remaja belum terlibat secara bermakna dalam berbagai upaya pengendalian penyakit tidak menular,” ungkap Sojung Yoon, perwakilan dari UNICEF Indonesia. 

Atas dasar tersebut UNICEF mengundang remaja usia 10-19 tahun untuk dapat bersama-sama mencari solusinya dengan cara ko-kreasi dengan menggunakan pendekatan inovasi untuk memastikan partisipasi remaja yang berarti dalam sebuah program yang bertajuk “Youth for Health Innovation Challenge”Mengingat penyakit tidak menular berdampak pada berkurangnya masa dan kualitas hidup seseorang.

Kemenkes bersama United Nations Children's Fund (UNICEF) mengajak remaja Indonesia khususnya di Aceh dan Bandung untuk mengatasi tantangan kesehatan di masa depan, termasuk faktor risiko penyakit tidak menular akibat kesehatan mental, bahaya merokok dan polusi udara yang berdampak pada perubahan iklim. .

Dalam program tersebut, remaja akan diberikan tantangan untuk menemukan cara-cara inovatif untuk menyuarakan ide, pemikiran, dan aspirasi mereka untuk mengatasi ancaman kesehatan yang muncul. Youth For Health Innovation Challenge juga akan membekali para remaja dengan pengetahuan kontekstual dan keterampilan abad ke-21 dan merancang ide-ide inovatif mereka menjadi keluaran yang dapat ditransfer ke komunitas mereka masing-masing.

Sojung Yoon sebagai perwakilan dari Unicef mengakatakan bahwa “Program ini akan memastikan keterlibatan dan partisipasi remaja, termasuk mereka yang paling terpinggirkan dan rentan. Program ini akan memungkinkan remaja untuk membingkai ulang isu-isu saat ini, membayangkan kemungkinan masa depan, dan menguji ide-ide inovatif mereka berdasarkan pengalaman mereka sendiri.”

 

4 dari 4 halaman

Menghasilkan berbagai ide

Adapun kegiatan pertama dari program tersebut baru saja dilaksanakan pada hari Sabtu (1/10) di Amel Convention Center hall, Banda Aceh dan berjalan sukses dengan diikuti oleh kurang lebih 300 peserta remaja usia 10-19 tahun dari berbagai sekolah di Banda Aceh yang menghasilkan berbagai ide inovasi yang  bisa dikembangkan lebih lanjut untuk menjadi solusi atas permasalahan tersebut di atas.  

Untuk penyelenggaraan kegiatan ini, UNICEF menggandeng PT Investasi Inovasi Indonesia atau Innovesia sebagai mitra konsultan inovasinya yang juga didukung oleh sejumlah mitra lainnya dari Banda Aceh seperti Youth ID, Mitra Muda, Atfulawan, dan PBKI Aceh.

Pada acara hari tersebut, para remaja yang hadir berkesempatan untuk mempresentasikan ide dan/atau prototipe solusi inofatif mereka kepada para pemangku kepentingan terkait, termasuk mitra pemerintah pusat dan daerah.

Tak hanya di Aceh, program Youth For Health Innovation Challenge juga bisa diikuti secara langsung di kota Bandung pada 8 Oktober 2022, tepatnya di Horison Ultima Bandung, Jalan Pelajar Pejuang 45 No. 121, Buah Batu.

“Kami berharap “Youth for Health Innovation Challenge” dapat membuka pintu bagi remaja di dua kota tersebut untuk partisipasi yang berarti dalam masalah kesehatan remaja dan memungkinkan mereka untuk membuat perbedaan dalam kehidupan dan komunitas mereka sendiri,” tutup Sojung dari  UNICEF.

Video Terkini