Liputan6.com, Jakarta - Kebiasaan buruk memang seringkali mengganggu aktivitas, salah satunya menggigit kuku. Dikutip dari Psychologytoday, Rabu (12/10/2022), gangguan perilaku berulang yang ditandai dengan kebiasaan menggigit kuku yang kronis disebut onychophagia atau onikofagia.
Faktanya, kebiasaan menggigit kuku dapat mengetahui tanda kepribadian dan pengaruhnya terhadap kesehatan.
Dikutip dalam Journal of Behavior Therapy and Experimental Psychiatry, seseorang yang berperilaku mengulang, seperti menggigit kuku memiliki sifat perfeksionis, dalam arti mereka tidak mampu untuk lebih tenang dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan dengan kecepatan yang normal.
Advertisement
Perilaku menggigit kuku secara berulang ini dapat mengungkap beberapa fakta menarik bukan hanya tentang perfeksionis, namun juga meliputi kebosanan, rasa frustrasi, dan tidak bahagia dengan diri sendiri.
Menurut dokter dari DTAP Clinic Singapura Julian Hong dilansir dari Channel News Asia, setidaknya satu dari lima dewasa muda usia 17 sampai 35 tahun memiliki kebiasaan menggigit kuku. Ia mengungkapkan bahwa kebiasaan ini cenderung memengaruhi perempuan daripada laki-laki.
Menggigit kuku dapat terjadi secara spontan atau mungkin merupakan perilaku yang terfokus. Biasanya dimulai pada anak usia dini dan meningkat selama masa remaja. Meskipun mungkin berlanjut hingga dewasa, perilaku tersebut paling sering menurun seiring bertambahnya usia.
Tapi apakah hal tersebut bisa ditangani? Tentu bisa. Simak artikel ini untuk penjelasan yang lebih detail.
Onikofagia
Dilansir dari laman Healthline, onikofagia dapat menyebabkan kerusakan pada kutikula dan kulit di sekitarnya. Gejala onikofagia bersifat psikologis, seperti mengalami perasaan tidak nyaman atau tegang sebelum menggigit kuku, perasaan malu, cemas, atau merasa bersalah.
Onikofagia diklasifikasikan dalam DSM-5 sebagai Body-Focused Repetitive Behaviors (BFRBs) yang merupakan gangguan perilaku berulang yang berfokus pada tubuh. Dan juga termasuk dalam Other Specified Obsessive-Compulsive and Related Disorders (OCRD) atau individu yang memiliki gejala karakteristik gangguan obsesif kompulsif.
Kebiasaan mengigit kuku dapat dikaitkan dengan kondisi mental lainnya, seperti gangguan perhatian defisit hiperaktif (ADHD), gangguan depresi mayor (MDD), gangguan obsesif-kompulsif (OCD), gangguan menantang oposisi, gangguan kecemasan perpisahan, dan sindrom tourette.
Advertisement
Dampak Kebiasaan Gigit Kuku
Kebanyakan orang yang gemar menggigit kuku, tidak mengalami kerusakan jangka panjang. Namun hal tersebut dapat terus terjadi jika kalian melakukan kebiasaan di setiap harinya. Lantas, apa yang terjadi setelahnya?
Selain membuat penampilan kuku tampak jelek, sialnya lagi, jika dasar kuku rusak maka kuku mungkin sulit untuk tumbuh kembali. Dampak dari kebiasaan buruk ini, meliputi infeksi jamur, infeksi kulit, menularkan bakteri dan virus dari jari ke wajah dan mulut, hingga kerusakaan mulut dan gigi.
Selain itu, orang yang menelan kuku yang sudah digigit mungkin berisiko mengalami infeksi perut atau usus. Hal tersebut dikarenakan kuku dan jari sering membawa bakteri atau virus sehingga jika digigit dan ditelan dapat menularkan patogen ke dalam tubuh dan berpotensi meningkatkan risiko infeksi internal atau masalah pencernaan.
Infeksi internal berpacu dalam meningkatkan keberadaan enterobacteria (bakteri yang biasanya ditemukan di usus) di dalam mulut. Demikian pula, infestasi parasit, seperti cacing kremi.
Bagaimana Cara Berhentinya?
Semua akan mengalami perubahan, jika diawali dengan niat yang besar. Kebiasaan ini tidak mungkin dapat diatasi dalam jangka waktu yang cepat. Semua kebiasaan harus dilewati dengan proses dan butuh kesabaran.
- Potong kuku sesering mungkin
Salah satu tips yang paling manjur adalah dengan memotong kuku. Kalian bisa membuat jadwal dan waktu tertentu setiap minggu untuk memotong kuku. Selain itu, rawat kuku yang rusak sehingga tidak tergoda untuk menggigitnya.
Jika kalian memiliki uang yang lebih, bisa pergi ke salon untuk manicure agar lebih terjamin untuk perawatan dalam mencegah infeksi jamur pada kuku.
- Menggunakan nail art atau kuteks
Banyak orang di luar sana yang berjuang untuk menggigit kuku. Itu sebabnya ada kuteks yang dirancang untuk membantu kalian berhenti dari kebiasaan buruk ini. Kuteks sendiri memiliki rasa yang pahit, oleh karena itu, mungkin sebagian orang memilih untuk tidak mengigit kuku.
- Menutupi kuku
Kalian dapat mencoba mengenakan sarung tangan, tetapi itu tidak selalu praktis. Sebagian orang dapat menempelkan selotip, stiker, atau perban di kuku mereka untuk mengingatkan agar tidak menggigit.
- Ganti kebiasaan
Mengganti kebiasaan dengan yang lebih dapat ditoleransi. Membuat tangan kalian sibuk adalah cara yang baik untuk menjauhkannya dari mulut. Pertimbangkan untuk menggunakan sesuatu supaya membuat tangan kalian sibuk.
- Terapi perilaku kognitif (CBT)
Dalam terapi perilaku kognitif (CBT), seorang terapis akan membantu untuk mengidentifikasi pola perilaku dan menggantinya dengan perilaku yang berbeda.
Biasanya ada sejumlah sesi dan rencana tindakan. Pasalnya, CBT bisa sangat efektif sehingga beberapa peneliti menyebutnya sebagai "gold standard" psikoterapi saat ini.
Advertisement